BAB 8

1076 Words
Wajah Azara seketika berubah masam, di sini hanya Anggara-lah yang sadar akan perubahan itu. Di saat itu juga Anggara langsung berpikir bagaimana caranya agar ia bisa mengalihkan suasana mencekam menjadi cerah seperti sebelumnya. Walaupun ia bukan perempuan, ia seolah memahami apa yang perempuan rasakan ketika cemburu, perselingkuhan yang ayahnya lakukanlah yang mengajarkan ia hal itu. "Baksonya dimakan, Za, nanti keburu dingin jadi enggak enak," ucap Anggara akhirnya. Azara yang sebelumnya sedang menatap sinis ke arah Bintang dan Itsuka secara bergantian pun langsung menoleh ke arah Anggara. Ia menghela napas pelan lalu mengambil sendok dan garpu dari atas mangkuk. Bintang tidak menyadari perubahan ekspresi Azara, sudah dikatakan sebelumnya, dia ini memang ramah dengan siapa saja, tak terkecuali Itsuka. Itsuka ini perempuan asal Jepang yang pernah menjalani olimpiade bersama Bintang, terakhir berkomunikasi dengannya sekitar satu tahun setengah yang lalu, sebenarnya Bintang tidak menyangka akan satu sekolah, tapi karena karakter tenangnya, dia dapat terlihat biasa saja. Bintang mulai sadar perubahan Azara begitu mendengar suara sendok dan piring yang berdenting, dia membelah bakso seperti sedang mengeksekusi penjahat, bahkan airnya sampai memuncrat sedikit mengenai baju Itsuka yang kini ikut duduk bersama mereka—entahlah, bahkan air pun tahu di mana tempatnya harus memuncrat. Itsuka duduk di samping kiri Bintang, Azara duduk di samping kanan Bintang, dan Anggara duduk di samping kanan Azara, jelas saja kalau Azara tambah panas, toh mereka pun seolah asyik sendiri sejak tadi, membahas olimpiade, prestasi, dan segala hal memuakkan seputar itu. Bintang tersenyum kecil, dia usap pucuk kepala Azara seraya berkata, "Pelan-pelan makannya, Za," ucapnya lembut. "Ini, kah, perempuan yang pernah kamu ceritakan? Azara? Satu-satunya sahabat perempuan yang dekat denganmu?" Azara langsung mengulangi hal serupa, yakni membelah bakso dengan tenaga ekstra. Istuka sampai mengerjapkan matanya karena terkejut. "Iya, she's my girl," ucap Bintang seraya menatap wajah Azara dengan senyuman kecil. Itsuka tersenyum, dia masih mengira kalau Azara adalah sahabat Bintang, tidak lebih dari itu meskipun Bintang sudah mengatakan bahwa Azara adalah perempuannya. "Aku mau ke kelas duluan," ucap Azara setelah memasukkan satu bulatan bakso ke dalam mulutnya, dia bahkan bicara tidak jelas. Tanpa mau mendengar persetujuan dari Bintang, Anggara, atau si makhluk menyebalkan Itsuka, dia langsung bangkit dan melangkah pergi. Hidung perempuan itu memerah, matanya pun mulai berkaca-kaca. "Bi," panggil Anggara. Saat Bintang menoleh ke arahnya, Anggara langsung mengisyaratkan laki-laki itu untuk mengejar Azara menggunakan kepala dan alisnya. Bintang memijat pelipis pelan hingga akhirnya bangkit dari duduk. "Maaf, aku harus segera ke kelas, sampai berjumpa di lain waktu," ucap Bintang kepada Itsuka. "Kapan-kapan aku boleh main ke rumah kamu?" Bintang tidak langsung menjawab. Sampai detik ini Anggara masih belum pergi, dia benar-benar gemas dengan Bintang, andai saja ia tidak memandang Bintang itu sahabatnya, mungkin di saat itu juga dia akan meninju wajah tenang di waktu tidak tepat itu dengan bogem mentah andalannya. "Okay, see you." Setelah mengatakan itu Bintang berbalik, dia mendapati Anggara menatapnya dengan tatapan tidak bersahabat. "Mau ke Azara juga?" tanya Bintang. "Duluan aja," jawab Anggara, setelah mengatakan itu dia langsung memalingkan wajah. Akhirnya Bintang melangkah maju ke arah kelasnya. Awalnya dia melangkah normal, tapi saat di pertengahan dia berlari, pemandangan itu masih belum lepas dari mata Itsuka. "Dia pacaran, Azara dan Anggara, bukan teman ataupun sahabat," ucap Anggara tiba-tiba sebelum akhirnya meneguk minumannya sampai kandas. "Sebagai sesama perempuan harusnya lebih paham." Setelah mengatakan itu Anggara bangun dari duduknya lalu melangkah santai ke arah kelasnya. Itsuka mengerutkan kening. "She's my girl? Pacaran? Whoa ... seorang Bintang pacaran?" Setelah mengatakan itu Itsuka tertawa pelan. "Mungkin perempuan itu hanya dijadikan pelampiasan dari kelelahannya saat belajar." *** "Azara? Kamu kenapa?" tanya Liodra seraya mengusap punggung teman barunya itu perlahan-lahan. Begitu sampai di kelas Azara langsung mengambrukkan wajahnya ke atas meja dengan tumpuan tangan. Liodra sempat melihat wajah perempuan itu, dia menangis meskipun air matanya belum sempurna terjun membasahi pipi. Azara tidak menjawab, dia hanya mengeluarkan suara isakkan saja. Azara ini memang masih sangat childish, dia masih belum pandai mengolah segala jenis emosinya dengan keadaan yang ada di sekitarnya. Liodra sampai mengerjapkan mata begitu melihat tangan laki-laki menyentuh pucuk kepala Azara. Begitu ia mendongak, barulah ia melihat siapa pelakunya, dia Bintang. "Za? Don't cry, kamu kenapa? Aku salah lagi, ya? Aku minta maaf ...," ucap Bintang dengan suara benar-benar halus. Liodra sampai menurunkan tangannya dari punggung Azara karena takut Bintang tahu kalau ia merinding begitu mendengar suara deep laki-kaki itu. "Sana! Ngapain ke sini!" ucap Azara di sela tangisnya. Suara Azara itu berhasil membuat teman kelasnya menoleh ke arah mereka, ingin tahu apa yang terjadi di antara mereka. Bintang tersenyum kecil, Liodra semakin dibuat kaku, betapa beruntungnya Azara memiliki kekasih seperti Bintang, kurang lebih seperti itulah isi pikirannya walaupun ia belum tahu dengan jelas apakah mereka sungguhan berpacaran atau tidak. "You're my girl dan aku udah bilang ke dia, kan, hal itu?" "Apaan? Kamu bilang aku teman kamu." "Maaf, di awal aku kelupaan, apa perlu nih sekarang aku teriak di depan pintu masuk kalau kamu pacar aku?" Azara tidak menjawab. "Oke, aku enggak akan main-main sama ucapanku." Tepat ketika Bintang hendak melangkah Azara langsung menarik baju laki-laki itu sampai keluar sebagian dari celana. Bintang tertawa kecil melihat wajah memerah Azara. "Kamu cari mati, ya?" tanya Azara terputus-putus karena dia masih sesenggukkan. Berpapasan dengan itu Anggara datang, dia sempat terdiam di depan pintu beberapa detik, tapi tak lama kemudian langsung melangkah maju ke tempatnya duduk. Begitu sudah sampai di tempatnya, dia bertopang dagu seraya menatap drama percintaan gratis di hadapannya. Bukannya menjawab Bintang malah mengusap sisa air mata di pipi Azara. "Untung aja mau bagaimana pun kamu tetap cantik," ucapnya. Ucapan Bintang berhasil membuat seisi kelas heboh. Sekarang resmilah hubungan mereka diketahui oleh warga sekolah, ya, awalnya memang hanya teman sekelas, tapi karena Bintang ini salah satu laki-laki populer berita itu langsung menyebar ke mana-mana. Azara langsung menepis tangan Bintang dan duduk di tempatnya. Di mana kebanyakan laki-laki akan mengacak-acak rambut seorang perempuan, Bintang justru merapikannya. Setelah itu dia duduk di samping Anggara yang mengekorinya dengan pandangan. "Berhasil," ucapnya pelan ke arah Anggara. Anggara tersenyum kecil. "Jangan buat dia menangis," ucapnya. Bintang menganggukkan kepalanya. Mereka ini bicara menggunakan nada yang benar-benar kecil, jadi Azara ataupun teman-teman kelasnya tak akan sadar apa yang mereka bicarakan. "Kamu sama Bintang pacaran, Za?" tanya Liodra pelan. Azara tersenyum seraya mengusap wajahnya dengan tissue yang ia miliki. Setelah mengucak-ngucak hidungnya yang memerah dia menganggukkan kepalanya. Berpapasan dengan itu Andro menyenggol lengan Liodra sampai membuat perempuan itu menoleh. Begitu melihat Liodra menoleh Andro langsung mengisyaratkan Liodra bahwa apa yang ia katakan benar, Azara dan Bintang berpacaran.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD