CHAPTER 03: Chesa Berbeda

1500 Words
Raka mengikuti Hana, Keisha dan Chesa dengan cara sembunyi-sembunyi. Tiba-tiba mereka bertiga menghilang di belokan, membuat Raka kelimpungan. Indra penglihat Raka memandang ke arah samping, depan, belakang tapi hasilnya nihil. Mereka bertiga hilang bagaikan ditelan bumi. Raka memutuskan pergi dan kembali ke kantin, namun tiba-tiba dia mendengar suara gamparan. Raka sontak mencari sumber suara, seketika matanya mencelang melihat hal yang tidak terduga. *HANA POV* Aku merasa jatuh cinta pandangan pertama kepada Raka. Ketika aku melihat wajahnya, hatiku begitu teduh mungkin Raka adalah orang yang selama ini aku cari. Tapi melihat Raka seperti menyukai Chesa saat dia mengejar si parasit saat aku di kantin, aku bertekad membuat parasit itu buruk di depan mata Raka. Hari rabu, aku sengaja pergi ke sekolah pagi-pagi agar aku bisa mudah menjalankan rencanaku. Aku tahu bahwa Raka juga termasuk murid yang bertugas piket hari ini. Aku menelpon Keisha, kami pun berangkat bersama. Aku dan Keisha mendatangi kelas. Melihat si parasit sedang menyanyi dengan gembiranya. Cih... aku jijik melihatnya. Aku menyebutnya Chesa sebagai parasit karena dia orang yang selalu menguras harta ayahku melalui jalan beasiswa. Uang bulanan dan saat ada acara apapun itu, ayahku lah yang membayarnya. Aku antipati melihat orang seperti Chesa. Aku pura-pura tidak melihat keberadaan Raka yang sedang melikut di jendela. Saat aku sudah berhasil memancing emosi si parasit, Keisha malah sama sekali tidak ingat rencana yang ku susun. Sahabatku itu memang pikun. Aku merasakan panas yang mendera di pipiku kala parasit itu melayang kan tamparan. Biarlah, yang terpenting Raka sudah melihat perlakuan buruk Chesa terhadapku dan aku cepat atau lambat mendapat simpati darinya. Jam istirahat, aku melanjutkan rencanaku bersama Keisha. Aku mendekati parasit yang sedang menyendiri di pojok kantin. "Uhh... sendirian aja. Waahh... wahh.. kok cuma minum air putih doang sih? Enggak dikasih uang saku, lo?" aku tersenyum remeh. Parasit itu menunduk dan tak menghiraukan ucapanku sama sekali. Aku kesal dan berusaha agar emosinya memuncak seperti tadi pagi. Aku duduk di dekat dirinya tepatnya di sisi kiri, sedangkan Keisha duduk di sisi kanan. "Ibu lo kerja apa?" tanyaku. Dia tak mengeluarkan satu kata apapun untuk menjawabku. Keisha terlihat mendecak. "Ditanyain itu jawab. Dapet beasiswa kok sombong" ucapnya yang mewakili kebencianku. "Enggak. Ibu gue di rumah, belum ada kerjaan" lirih parasit itu. Aku mendengarnya. "Gue punya lowongan kerja buat ibu lo" ucapku yang membuat pandangan parasit itu terarah ke arahku. "Apa?" parasit itu terlihat sangat penasaran. Aku melipatkan tangan di d**a. "Kerja jadi p*****r," jawabku dengan asal. Aku berhasil membuat parasite itu terpancing emosinya karena dia terlihat melotot ke arahku, namun saat aku mendelikkan mata, dia mengalihkan pandangan lagi ke arah botol nya yang berisi air putih dan aku mendengar dia menghembuskan nafasnya, dia selalu seperti itu saat aku menganggunya. "Ikutin gue sama Keisha sekarang! kalau enggak, gue bakal lapor ke ayah kalau lo udah nampar gue" ancamku. Aku terpaksa memasang plester di pipiku walaupun sebenarnya tidak terluka sama sekali. Aku mau terlihat menyedihkan di hadapan Raka agar Raka simpati kepadaku. Terlihat dia angkat kaki dari duduknya, aku tersenyum dan ikut bangkit juga begitupun Keisha. Anehnya, sepanjang jalan menuju perpustakaan yang aku rasa sepi karena seluruh murid istirahat, aku merasakan ada yang mengikuti kami bertiga. Aku menoleh dan sekilas melihat... Raka. Sebegitukah penasarannya dia kepada kami bertiga atau hanya penasaran ke si parasit saja? Aku membelok, Keisha dan Chesa mengikuti ku. Aku menuju ke kamar mandi dan menutup pintunya rapat-rapat. "Kenapa kita ke sini? bukannya mau ke rooftop kaya biasa?" tanya Keisha kepadaku. Aku meletakkan jari telunjuk dibibir merah mudaku. "Sstt... ada Raka, dia ngikutin kita" bisikku agar tidak terdengar. Keisha tampak mengerti sekarang. Pandanganku beralih ke Chesa dan mendekatinya sampai dia terpojok di sudut kamar mandi. Ruang kamar mandi sekolah ayahku cukup besar, di tambah beberapa kaca yang berderet dan wastafel di depannya. "Lo jangan bicara satu kata apapun, kecuali untuk maki-maki gue! saat lo, Keisha dan gue udah di rooftop, lo harus nyiksa gue sama Keisha juga. Paham? Kalau lo enggak ngelakuin ini, gue jamin besok lo udah di kick dari sekolah ini selamanya" ancamku dengan berbisik tepat ditelinga nya. Dia terlihat mengangguk ketakutan. Kami pun keluar. Mataku masih mengamati sekitar, Raka sudah tidak tampak lagi. Tapi aku tak bisa percaya begitu saja. Sesampainya di rooftop, aku memaksa si parasit untuk menampar ku dengan keras. Alhasil, pipi ku untuk kedua kalinya menjadi korban. Aku puas dan tak sabar karena pasti sebentar lagi, Raka akan menolongku. AUTHOR POV* Raka begitu terkejut melihat Chesa yang memaki sekaligus berani menggampar ke dua temannya. Raka tidak menyangka, sepertinya apa yang dikatakan Devian itu benar bahwa seseorang akan berubah seiring berjalannya waktu. Raka merasakannya sekarang. Tak tega melihat k*******n, Raka memegang erat Chesa agar berhenti dan menatap tajam orang yang sudah dia kenal sejak kecil. Raka menghempaskan tangan Chesa begitu kasar. "Gue enggak nyangka, lo bisa berubah kaya gini!" bentaknya. Hana diam-diam menyeringai kesenangan. "Terserah gue! Jangan ikut campur urusan gue sama mereka," entah kenapa, Chesa sangat pandai berakting sekarang mungkin karena efek marahnya yang selama ini dia pendam. Chesa bertolak diri, melangkah dengan cepat. "Han, lo enggakpapa kan?" tanya Raka khawatir. Hana mendesis dan meringis kesakitan memegang pipinya. Raka sontak mersa kasihan, kemudian dia menoleh ke arah Keisha. "Gue enggakpapa, tapi Hana yang udah di tampar lebih banyak dari pada gue" ucap Keisha yang seolah-olah bisa membaca tatapan Raka. "Pipi gue sakit" keluh Hana. Raka membuka tangan Hana yang menutupi pipi nya, perlahan terbuka dan Raka melihat darah yang mengalir walaupun tidak begitu banyak. "Yuk ke UKS," Raka bangkit dan mengajak Hana. Namun Hana yang ingin mendapat kepedulian lebih, pura-pura ke sakitan dibagian kaki nya. "Aduh..." Hana mengaduh ketika akan bangkit. "Kaki gue tadi keseleo," alasan Hana. Raka tadinya hendak menyuruh Keisha, tapi melihat Keisha yang juga hampir seperti Hana, akhirnya dia mengalah. Raka membantu hana bangkit. Meletakkan satu tangan Hana ke pundak lebarnya. ***** Devian yang melihat Raka menuntun Hana dengan hati-hati, merasa cemburu tapi disisi lain dia kaget akan kondisi Hana yang berantakan. Dia pun mengikuti Raka yang akan membawa Hana untuk ke ruang UKS. "Bentar. Gue ambilin kotak P3K dulu" Raka mendudukkan Hana di kasur yang terletak di UKS. Setelah mendapatkan bendanya, Raka mengasih kotak tersebut dan berlalu begitu saja. "Tunggu," teriak Keisha agar Raka menengok dan mengobati luka Hana. Raka menoleh, "Apa?" Keisha bangkit dari duduknya seraya membawa kotak P3K. "Ini. Lo obatin Hana sampai sembuh. Soalnya gue mau ke kamar mandi." tanpa menunggu Raka bicara, Keisha berlalu begitu saja. Devian merapatkan dirinya ditembok kala Keisha keluar. Agar tidak ketahuan. Raka menghembuskan nafas, mendekati Hana yang masih saja meringis kesakitan. "Bagus Keisha! akhirnya ada waktu berduaan gue sama dia," batin Hana merasa sangat senang. Raka membuka kotak tersebut, mengambil kapas dan obat agar luka Hana membaik. Tangannya menyentuh pipi Hana. Hana sesekali mendesis kesakitan. Wajah mereka berjarak sangat dekat. Baik Hana dan Raka, bisa merasakan hembusan nafas satu sama lain. Devian yang menyembulkan sirah nya, tak terasa lengan nya mengepal. "Udah baikan sekarang?" tanya Raka. Hana mengangguk, hati nya kini sedang berbunga-bunga. ***** Chesa meneteskan air mata, duduk sendirian di perpustakaan dan memojokkan diri di sudut perpustakaan. "Gue sebenarnya kangen lo" gumam Chesa ketika wajah Raka terlintas dikepala nya. Chesa mengingat kenangan 10 tahun lalu yang dia buat bersama Raka. Kemana pun Chesa pergi, Raka selalu mengikutinya saat kecil. Tapi ketika mengingat keadaan ibunya, Chesa bangkit dan mengusap air mata nya. "Gue enggak boleh lemah!" ucap Chesa menasihati dirinya sendiri. ***** Chesa melihat Raka menaiki motor. Sekilas mata mereka bertemu, Raka berpaling kala melihat Chesa, memasang helm full face nya dan tancap gas begitu saja. "Dia udah benci ke gue," gumam Chesa. Tiba-tiba sebuah lengan menarik tangan kurus Chesa. Chesa menoleh, dia menyangka Hana yang menariknya tapi ternyata tidak, melainkan laki-laki yang dia lihat sering bersama dengan Raka. "Gue mau bicara sama lo," ucap Devian dengan ketus. **** PLAKK! "Ampun" mohon Chesa, namun Devian tak memperdulikan tangisan Chesa. "Lo kenapa nampar Hana? Hah!" Devian mengelilingi tubuh Chesa, sesekali menendang fisik Chesa yang membuat gadis itu tersungkur. Demi agar dia bisa bersekolah, Chesa terpaksa berbohong. Ya Tuhan... bantu lah Chesa sekali ini saja. Devian memandang sangar wajah perempuan yang ada di hadapannya. Chesa tak kalah menatap tajam. "Gue benci Hana," bohongnya padahal, Chesa sudah lebih dulu memaafkan Hana. Lagi, satu tamparan mendarat membuat Chesa kembali tersungkur. Chesa menyerah, ini sudah ke 9 kalinya dia di gampar bahkan sudut bibir nya mengeluarkan cairan merah dan pipi nya sudah berwarna keunguan. "Sekali lagi lo kaya gitu ke Hana, gue enggak segan untuk nyiksa lo!" bentak Devian yang kemudian berlalu meninggalkan Chesa yang tersungkur di halaman belakang sekolah. Seragamnya kini sudah kotor akibat terkena tanah. Rambut hitamnya sebagian menutupi wajah tirusnya. Bangkitpun Chesa sudah tidak sanggup karena badannya serasa sakit semua. Dia berharap ada orang yang menolongnya. Samar-samar terlihat seseorang menghampiri Chesa, kemudian pandangan Chesa menjadi gelap. ****** "Kasihan kalau gue enggak tolongin," kata seorang gadis berambut sebahu, sebut saja Keyla. "Gimana kalau dia kenapa-napa?" lanjutnya, memohon agar kemarahan pacarnya tidak meledak. Keyla adalah murid sekolah SMA Garuda yang letaknya di sebelah kanan SMA Kauman.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD