Chapter 04: Teman Baru

1501 Words
>>>>FLASHBACK>>>>FLASHBACK OFF Pintu di buka oleh tangan Keyla. Dia terkejut melihat pacarnya sedang duduk sembari merokok. Kedua bola mata Jonathan memperhatikan gadis yang kini sedang dituntun oleh kekasihnya. "Dia siapa?" tanya Jonathan penasaran. Keyla dengan hati-hati meletakkan Chesa ke sofa dan tak lama kemudian nafasnya tak teratur setelah letih membawa Chesa. Keyla menuju ke arah dapur untuk mengambil sebotol air dingin yang berada dikulkas. Setelah mendapatkannya dia langsung menengguk habis tanpa sisa. Mata Jonathan menatap Chesa dengan penuh selidik. Memang keadaan gadis itu memprihatinkan, tapi hal itu tidak menyurutkan rasa curiga Jonathan terhadap gadis itu. "Jangan kaya gitu, Yang." tegur Keyla melihat Jonathan memandang tak suka gadis yang dibawanya. "Dia cewek yang aku temuin di halaman belakang sekolah SMA Kauman. Aku tadinya nggak mau nolongin, tapi dia kasihan dipukulin terus." lanjut Keyla. "Tapi kan kita enggak pernah tahu kalau dia orang jahat atau murid yang suka buat onar di sekolahnya," ucap Jonathan . "Percaya sama aku, oke?" Keyla memegang tangan Jonathan, menatap lekat. Jonathan yang sudah luluh hanya bisa diam sembari mengangguk pelan. Keyla melangkah untuk mencari obat agar luka Chesa membaik. Chesa yang sudah sadar pun mengerjapkan matanya berkali-kali, kini dia bingung melihat ruangan asing. Dimana dia sekarang? "Lo... lo siapa?" tanya Chesa kebingungan. "Justru gue yang nanya, lo siapa sampai-sampai pacar gue nolongin lo," ketus Jonathan membuat Chesa semakin bertanya-tanya. Keyla yang baru saja akan mengobati Chesa, raut wajah Keyla sumringah melihat gadis yang ditolongnya sudah sadar. Keyla memiliki sifat mudah bergaul dengan siapapun bahkan dia bersikap seolah-olah sudah berteman akrab dengan orang yang baru dikenalnya. Keyla duduk di samping Chesa. "Syukurlah lo udah sadar." "Maaf, tapi lo siapa ya?" tanya Chesa. "Kenalin gue Keyla, murid SMA Garuda. Gue tadi lihat lo dipukulin gitu jadi gue bawa lo ke rumah," jawab Keyla dengan senyum mengembang diwajahnya. Chesa membalasnya dengan senyum, namun dia meringis karena merasakan sakit disudut bibirnya. "Sakit ya? nih gue bawa obat buat lo. Mau sendiri apa gue yang ngobatin?" tanya Keyla sembari menyerahkan kotak P3K. Chesa menerimanya, "Enggak usah. Gue aja," ucapnya. Mata Jonathan tak berhenti memandang Chesa dengan raut muka yang tidak suka. Chesa merasa risih, dia mempercepat untuk mengobati lukanya. Keyla menoleh kearah Jonathan, kedua bola matanya membulat. Mengisyaratkan agar pacarnya lebih sopan. "Btw, dia siapa sampai tega mukulin lo kaya gitu? Dia pacar lo?" tanya Keyla penasaran. "Bukan kok. Dia cuma teman doang, kita lagi ada masalah dikit kok." bohong Chesa. Dia tak mau gadis sebaik Keyla terseret kedalam masalahnya sekaligus ikut menjadi korban Bullying. "Udah ngobatin lukanya? Sana pulang," usir Jonathan. Keyla menoleh, tapi kali ini dihiraukan oleh Jonathan. Chesa mengangguk pelan, dia meletakkan kotak P3K dimeja. "Ya udah gue cabut, maaf kalau ngerepotin kalian." Chesa bangkit. "Emang dari tadi udah ngerepotin!" ketus Jonathan. Chesa pura-pura tak mendengar dan kakinya melangkah keluar. "Kamu kenapa sih, Yang?! Kasihan dia," kesal Keyla yang sudah dia pendam dari tadi. "Kenapa? Kita enggak tahu kalau dia cewek baik atau bukan, jadi lain kali kamu jangan bawa orang sembarangan lagi!" bentak Jonathan. Chesa merasa bersalah karena telah membuat sepasang kekasih bertengkar karenanya. Rintik-rintik air hujan turun yang tak lama kemudian terjadi hujan lebat disertai petir menggelegar. Chesa merogoh-rogoh tas nya ternyata dia lupa membawa payung. Terpaksa dia berlari untuk mencari tempat berteduh, tapi sayangnya tidak ada. Jalan yang dipijaknya saat ini terasa asing dimata Chesa, semua rumah-rumah disekitarnya terasa berbeda. Memesan ojek online tidak mungkin karena dia tak mempunyai sepeserpun uang. Alhasil gadis itu berjalan lurus tanpa arah. Badannya basah kuyup membuat Chesa sesekali menggigil kedinginan. Terbesit dipikiran Chesa saat ini untuk mengakhiri hidupnya sendiri karena dia sudah lelah, tak kuat untuk melanjutkan semuanya. Sampai akhirnya dia sampai disebuah jembatan yang di bawahnya terdapat aliran sungai yang deras. Chesa menatap kebawah, mengingat saat-saat Hana membully nya dan Devian memukulinya. "Buat apa gue hidup, mungkin dengan cara ini gue pasti tenang. Maaf... Mamah, Lova dan ayah. Ayah..." Chesa menghembuskan nafas, "Chesa bakal nyusul ayah sekarang. Dunia ini kejam" Kedua kaki Chesa menaiki salah satu bagian jembatan. Chesa memejamkan matanya. Tangannya dibuka lebar, bersiap untuk melompat. Namun... "Lo harus bertahan walaupun sakit," ucap seseorang laki-laki yang baru saja mencegah Chesa untuk bunuh diri. Laki-laki itu menarik badan Chesa, Chesa jatuh dipelukan pria itu. Chesa melihat wajah orang itu, Dia begitu terkejut ternyata orang itu adalah Revan, cinta pertamanya. Mereka berdua terpaksa mengakhiri hubungan karena 2 tahun lalu, Revan pindah ke luar kota. Mereka saling bertatapan cukup lama hingga akhirnya bunyi petir menggelegar berhasil memecahkan tatapan mereka. Revan menurunkan Chesa. "Lo... kok bisa ada di sini?" ucap Chesa, bibir pucatnya bergetar. Revan merasa iba melihat kondisi mantannya yang memprihatinkan. "Soal itu enggak penting. Sekarang kita ke rumah biar lo enggak demam." Revan merangkul tangan Chesa. "Tapi..." belum selesai berbicara, tiba-tiba pandangan Chesa menjadi kabur, samar-samar sampai akhirnya semua menjadi gelap. Chesa pingsan membuat Revan harus menggendong Chesa dipunggung lebarnya. ****** Chesa membuka matanya perlahan. Tidak ada lagi air yang mengguyurnya, badannya kini terasa hangat itulah yang dirasakan Chesa sekarang. Chesa lega karena melihat ibunya sedang berada di sampingnya dan raut mukanya khawatir. "Alhamdulillah... kamu udah bangun, Nak." Rumaisa mengelus rambut Chesa. "Sekarang kita lagi di mana, Mah?" tanya Chesa. "Kamu lagi di rumah sakit." balas Rumaisa. "Tadi ibu ditelfon sama pihak rumah sakit. Katanya kamu dirawat karena demam. Kamu dianterin sama siapa kesininya?" lanjut Rumaisa yang melontarkan berbagai pertanyaan. "Revan, Bu." Chesa bangkit, berusaha melepas infus yang melekat ditangannya namun segera ditahan oleh Rumaisa. "Kita harus pergi dari sini, Mah. Biaya rumah sakit mahal," Rumaisa menggeleng. "Kata susternya, biaya rumah sakit kamu udah ditanggung" "Ditanggung siapa, Mah? Revan maksudnya?" "Mungkin Revan. Kalian kok bisa ketemu bukannya mantan kamu pindah ke luar kota ya?" Rumaisa bertanya balik. Chesa tidak mungkin jujur bahwa Revan lah yang sudah menggagalkan niatnya untuk bunuh diri. Dia harus menutupi masalah yang terjadi padanya dengan sebaik mungkin. "Tadi... aku ketemu dia enggak sengaja di jalan, tapi tiba-tiba Chesa ngerasa pusing kepalanya mungkin saat itu aku pingsan." bohongnya. Rumaisa tampak cuek. "Tapi sekarang udah mendingan kan? Deketin dia terus ya, Revan itu kaya. Ayahnya dan almarhum ayah kamu pernah kerjasama dulu. Pokoknya kamu sama Revan harus balikan," oceh Rumaisa yang otaknya kini membayangkan uang bergelimpang jika anaknya berpacaran lagi dengan Revan. Chesa diam, tak mengatakan satu kata pun karena dia tidak ingin menjalin hubungan khusus hanya karena uang. ***** Sudah pukul 7:15 pagi, tetapi Chesa belum juga hadir di kelas membuat Hana dan Keisha kesepian karena tidak ada orang yang menjadi mainannya. Hana menghampiri Raka yang berada di belakang. Dengan wajah yang sengaja diimut-imutkan, dia duduk dibangku sebelah Raka yang sebenarnya milik Devian. "Udah ngerjain pr kimia?" tanya Hana. "Udah." jawab Raka tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponsel. "Materi nya ada yang bingungin enggak?" Raka menoleh kearah Hana. "Enggak." pandangannya kembali ke layar ponsel. "Oh. Bagus kalau gitu," Raka mengalihkan pandangannya ke depan, tempat di mana Chesa duduk. Dia baru sadar bahwa teman masa kecilnya belum datang. "Kenapa? Nyariin Chesa?" tanya Hana yang seolah-olah bisa membaca pikiran Raka. "Enggak kok. Gue cuma lihat tulisan kemarin dipapan tulis udah dihapus apa belum," bohong Raka. Tak lama kemudian, murid-murid tiba-tiba bersorak menyaksikan sesuatu lewat jendela yang ada di kelas. Keisha bangkit, penasaran begitupun Hana. "Ada apa sih?" tanya Hana memandang arah jendela. Raka pun ikut-ikut ingin tahu. Dia menyempil di antara murid-murid. Terlihat seseorang laki-laki tampan mengendarai mobil, awalnya Raka tak peduli. Tapi setelah melihat Chesa, Raka kembali melihat. Laki-laki itu membukakan pintu untuk Chesa, sudut bibirnya melengkung membentuk senyum indah yang semakin tampan. Raka berusaha tidak peduli. Dia sudah mengubur perasaan sukanya dalam-dalam sejak menyaksikan sikap Chesa yang berubah drastis, tetapi entah kenapa dia cemburu melihat Chesa begitu dekat dengan laki-laki lain.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD