CHAPTER 06: Berbohong

1497 Words
Enggak, tapi gue udah pindah. Chesa tidak bisa mengatakan hal itu! "Sa?" Revan menyelidiki wajah Chesa yang masih saja terdiam. "Eh iya?" Chesa gugup, "Gue turun dulu ya, makasih untuk hari ini." gadis itu turun dari mobil Revan dan berdiri di depan gerbang yang bukan rumahnya. Chesa melambaikan tangan, tak lama kemudian Revan menjalankan mobilnya. "Apa yang udah lo perbuat, Chesa! Lo bohong ke orang sebaik dia." Chesa merutuki dirinya sendiri sembari memukul pelan kepalanya. "Aduh..." Chesa mengaduh ketika merasa menabrak sesuatu. Dia menoleh ke depan dan mendapati Raka yang sedang menatapnya dengan datar. "Maaf," ucap Chesa. Raka tak menjawab, dia melanjutkan langkahnya. Saat sudah sampai ke rumahnya, Raka meletakkan bungkus plastik yang berisi makanan 2 porsi untuk dirinya dan juga teman kosnya, Devian. Raka melirik jam dinding kini sudah jam 5 sore, tetapi Devian belum muncul juga. "Ternyata dia udah pindah rumah," gumam Raka kala mengingat dirinya berpapasan dengan Chesa. "Gue pulang." kata Devian. Wajahnya kini sudah tidak mulus karena terdapat beberapa luka akibat tinju Revan yang sangat kencang. "Muka lo kenapa?" tanya Raka. Devian bergabung duduk, "Ditonjok sama pacarnya teman lo tuh," yang dimaksud Devian adalah Chesa, namun Raka masih buncah. "Teman yang mana?" "Chesa." "Lo emang ada masalah sama dia makanya nonjok lo?" sungguh, saat ini Raka tidak percaya. "Ya.. ada sih, gue ngasih pelajaran sama si Chesa biar dia enggak gangguin Hana lagi." Devian berdiri dari duduknya, menarik langkah untuk mengambil kotak P3K yang terletak di laci meja. "Tunggu," pinta Raka. Devian berhenti, menoleh ke arah sahabatnya itu. "Apa lagi?" "Lo kasih pelajaran ke Chesa dengan cara apa?" Raka bertanya. "Gue tampar biar dia kapok, enggak ganggu Hana lagi." Devian jujur. Raka membulatkan mata, tak menyangka sahabatnya berani memukul seseorang. Awalnya Raka gamam melihat pipi Chesa yang ditempel plester ternyata inilah jawabannya. "Apa?! Berani-beraninya lo lakuin itu. Sadar, dia itu cewek bukan cowok. Gue enggak nyangka lo jadi pengecut kaya gini," ketus Raka. Devian mendecak, "Lo kenapa peduli sama orang kaya dia?" mampus! Raka tidak bisa menjawab. Memang benar sih, kenapa dirinya begitu peduli kepada Chesa sekarang padahal Chesa bukan gadis baik seperti dulu, pikir Raka. Devian menyeringai. "Seharusnya lo sadar juga kalau si Chesa udah punya pacar, sedangkan lo masih terikat perasaan lo sendiri ke dia di masa lalu." sindir Devian. "Bacot!" Raka menarik langkah ke kamarnya, tidak ingin terjadi perdebatan panjang. "Aneh," gumam Devian. ********* "Pipi kamu kenapa? Kok baru jam segini pulang?" Rumaisa mengintrogasi anaknya yang baru saja muncul. "Anu... tadi..." Chesa bingung, sekarang dia sedang memikirkan alasan yang masuk akal. Rumaisa menatap Chesa dengan penuh selidik. "Jangan-jangan kamu habis dip-" belum rampung menyelesaikan kalimatnya, Chesa membungkam mulut ibunya dilanjutkan dengan menggeleng cepat. "Sembarangan mamah kalau ngomong," Chesa bungkamannya, "Chesa habis kerja kelompok sama temen." lanjutnya. "Oh gitu, kamu enggak bohong sama mamah kan?" Rumaisa merasa tidak percaya pada anaknya itu. "Ya ampun, mamah... emang Chesa selama ini suka bohong?" "Enggak. Mamah percaya sama kamu, sana mandi." "Oke," Chesa tersenyum lebar. "Maaf, mamah, Revan, Raka." batin Chesa yang merasa bersalah karena sudah berhelat. Selesai membersihkan dirinya, Chesa mengambil tas nya dan mengeluarkan kalung emas dengan bandul huruf 'CR' . Mata Chesa menatap lama benda yang sedang dipegangnya itu sesekali dia tersenyum mengingat momen-momen yang dia jalani bersama Revan. Chesa ingin menerima ajakan balikan tersebut, tetapi dia berpikir bahwa dirinya merasa tak pantas untuk Revan. Chesa yang sekarang bukanlah anak dari pengusaha kaya, bukan seorang gadis yang mempunyai banyak teman dan juga fakta paling menyedihkan adalah dia sering disebut parasit. Bulir bening menetes dari kedua kelopak mata Chesa, gadis itu mengusap air matanya sendiri. "Enggak. Gue enggak boleh nerima ajakan ini," gumam Chesa. Dengan cepat, gadis itu memasukan kembali kalungnya di tas karena takut jika ibunya melihat. ***** Rumaisa menutup pintu setelah Chesa pamit untuk berangkat sekolah, lanjut mengurus rumah seperti biasa. Rumaisa menengok sebuah wadah yang berisi beras, seketika ekspresi nya berubah masam melihat beras yang hanya tersisa sedikit. Rumaisa bergerak menuju kamar anak keduanya, Lova untuk menggendongnya. Wanita yang sudah berumur 39 tahun itu menarik langkah ke luar untuk mencari pekerjaan, hitung-hitung dia bisa mendapat 1 kilo beras. "Ada lowongan, Bu?" tanya Rumaisa kepada pemilik warung makan. Ibu-ibu itu tampak menggeleng, menolak. Terlebih lagi saat melihat Rumaisa menggendong seorang anak kecil. "Oh yaudah," lirih Rumaisa, dirinya terus bertanya ke warung demi warung, namun hasilnya nol. Tak ada yang mau menerima Rumaisa karena membawa anak. "Tunggu!" teriak seorang ibu-ibu penjaga warung makan yang barusan ditanyai oleh Rumaisa. Rumaisa berpaling ke arah ibu-ibu tersebut. "Ada apa, Bu? Saya diterima kerja di warungnya ibu?" Rumaisa sumringah. "Enggak," singat ibu-ibu tersebut. "Trus ada apa manggil saya?" "Saya ada lowongan buat kamu, tapi bukan kerja di warung saya melainkan kamu kerja jadi pembantu, mau?" tanya ibu tersebut. "Ibu enggak bohong kan?" Rumaisa memastikan. "Enggak, buat apa saya bohong. Kebetulan anak saya berhenti kerja dari rumah itu karena sebentar lagi mau nikah jadi, pembantu di rumah itu kosong dan saya kasihan lihat anak kamu itu yang lagi digendong. Gimana, kamu mau enggak jadi pembantu di rumah itu?" "Saya mau banget, Bu. Makasih udah ngasih kerjaan buat saya, semoga anak ibu acara pernikahannya lancar." Rumaisa sangat senang akhirnya selama beberapa hari menganggur, dia bisa dapat pekerjaan lagi. "Amin..." "Telfon nomer ini nanti kamu terhubung sama majikan rumah itu, oh ya... ini di baliknya ada alamat rumah itu terserah kamu mau pilih mana." lanjut ibu-ibu itu sembari menyerahkan selembar kertas bertuliskan nomor telfon seseorang serta alamat rumah. Rumaisa dengan cepat menerimanya. "Makasih banyak, Bu." "Iya, sama-sama." "Bu, anu... saya boleh minjam uang sepuluh ribu boleh enggak? Nanti saya janji akan bayar setelah saya gajian nanti." mohon Rumaisa. Wanita paruhbaya yang berkerudung itu memberi uang 10.000, kasihan. Rumaisa dengan semangatnya menaiki angkutan umum lebih tepatnya angkot. Dia menyerahkan alamat yang diberikan wanita tadi. "Ya Allah, semoga diterima." Rumaisa tak berhentinya berdoa. ***** "Pak," Hana mengacungkan lengan kanannya, membuat fokus seluruh murid bersurai. "Iya, ada apa?" tanya Pak Adi. "Saya sama Keisha mau ke kamar mandi," ucap Hana. Pak Adi mengangguk, membolehkan. Mata Chesa memandang Hana dan Keisha dengan penuh kecurigaan, biasanya Hana tidak pernah izin ke toilet satu kalipun entah kenapa, mungkin Hana jijik dengan toilet sekolah yang dipakai oleh beratusan murid. Chesa menampik kecurigaannya, berusaha untuk kembali fokus menyerap ilmu ke otaknya. Saat sudah jauh dari kelas, Keisha menghentikan langkah Hana. "Lo beneran mau buang air kecil di kamar mandi jorok itu?" raut muka Keisha tak percaya. "Ya enggak lah. Gue sebenarnya mau ngajak lo ke parkiran" ucap Hana. "Buat apa?" "Yuk ikut gue," ajak Hana. Mereka berdua melangkah menuju parkiran, keadaan di sekitar tempat itu sepi tak ada siapapun karena seluruh murid sedang disibukkan KBM. Hana mencari keberadaan sepeda Chesa, sampai akhirnya dia menemukannya. "Lo mau apa?" Keisha bingung. Hana dengan teganya mengempiskan ban sepeda Chesa hingga ban sepeda berwarna putih berdominasi hitam itu mengempis bahkan sudah tidak bisa dijalankan lagi. "Oh gitu. Kalau hal kaya gini, gue setuju banget. " Keisha akhirnya paham. Kedua kakinya dia pijakkan ke sepeda milik Chesa tak hanya itu, tangannya mencopot jok yang ada di sepeda itu membuat keadaan benda tersebut sudah tidak layak digunakan. "Balik ke kelas yuk. Nanti si parasit curiga," kata Hana. "Kuy," *** Hari sudah mulai petang. Chesa menuju parkiran untuk mengambil sepeda nya, namun raut muka Chesa terkejut melihat keadaan sepeda nya yang sudah rusak. "Astaga. Kenapa jadi kaya gini?" Chesa sedih, ingin sekali dia meneriaki semua orang. Sepeda itu adalah hasil jerih payah nya sendiri, demi membeli benda itu Chesa menjadi pembantu saat liburan semester. Raka yang hendak menjalankan motornya pun merasa kasihan melihat Chesa yang berada tak jauh darinya. Raka mencoba acuh, tapi dalam hati kecilnya berkata berlawanan. Chesa menuntun sepeda nya. Terpaksa dia harus berjalan hari ini padahal jarak antara rumah dan sekolahnya jauh. "Tunggu." suara berat itu membuat Chesa menoleh. "Kenapa?" "Sepeda lo kenapa?" Raka menanya balik. "Rusak." singkat Chesa yang pura-pura dingin. "Gimana kalau ikut gue?" tawar Raka. "Maksudnya?" "Pulang bareng gue mau?" "Enggak usah. Gue bisa pulang sendiri kok," Chesa menolak. Raka mengangguk mengerti. Baru 5 langkah Chesa berjalan menuju gerbang tiba-tiba suara notif pesan membuat gadis itu merogoh tasnya untuk mengambil ponsel. Cepat pulang! Jangan mampir ke rumah temen. Mamah ada kabar baik buat kamu. Begitu lah kata-kata yang tertera di layar ponselnya. Chesa bimbang, jika dia jalan kaki maka kemungkinan sampai saat hari mulai gelap. "Apa gue terima tawaran Raka aja ya?" batin Chesa. Gadis itu menggigit bagian bawah bibir nya, badan nya berbalik. Melihat Raka memakai helm fullface nya dan segera akan menjalankan motor, Chesa mencegat Raka. "Tunggu." ucap Chesa membuat perhatian Raka terpusat padanya. Chesa meletakkan sepedanya dan berlari kecil menghampiri Raka. "Gue terima tawaran lo." kata nya. "Naik," Raka mempersilahkan. Chesa dengan rasa tidak enak hati, dia akhirnya mendudukkan diri tepat di belakang. Hana dan Keisha sama-sama melongo. Niat mereka berdua untuk melihat Chesa sengsara malah semakin dekat dengan Raka. "Gara-gara lo sih! Seharusnya lo ngelarang gue buat ngerusakin sepedanya si parasit itu," gerutu Hana kepada Keisha. Keisha memutar bola malas. "Salahin gue terus."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD