CHAPTER 15: Sesuatu

1500 Words
Keisha menabok kencang lengan Hana. "Apaan sih?" Hana menoleh ke arah sahabatnya itu. "Jangan ke rooftop mulu. Lo enggak bosen-bosen apa?" Keisha memperotes. Hana berpikir, memang benar perkataan sahabatnya itu. "Trus ke mana?" Pandangan Keisha terarah ke jendela yang menunjukkan pemandangan lapangan luas yang biasa digunakan lapangan basket di bawahnya. "Ke sana," jawab Keisha. Hana ikut melihat ke arah jendela. "Lapangan?" tanyanya memastikan. "Iya, zeyeng!" dongkol Keisha sambil memutar malas matanya. "Buat apa? Enggak ah, gue enggak mau ikut. Takut kena sinar matahari nanti kulit gue jadi item lagi," tolak Hana sembari menggelengkan kedua telapak tangannya. "Reaksi lo berlebihan. Ikut gue dulu baru bicara." Keisha menyilangkan tangan didada. Kedua indra penglihatnya menatap jengah Hana. "Tapi lo janji ya, jangan bawa gue di tempat yang ada sinar mataharinya." "Iya bawel." ujar Keisha. Hana kembali melihat Chesa. Bola matanya menatap r****p Gadis yang ada di hadiratnya ini, "Ikutin gue sama Keisha." ucapnya. Tangga demi tangga mereka sudah turuni. Hana letih seharusnya dia menyuruh Ayahnya untuk membuatkan lift di sekolahnya ini agar dirinya tidak capek-capek naik turun tangga. Saat sudah tiba di lantai satu, barulah murid-murid serempak berbisik untuk menggosipi Hana dan Keisha. Merasa jengkel, Hana memelototi setiap murid yang sedang berkusu-kusu. "Ngapain lo ke lapangan sih?!" jengkel Hana seraya melangkah dengan cepat. "Gue tau lo itu capek, makanya sabar dan selalu ikutin gue nanti lo bakal seneng nantinya," ucap Keisha. Akhirnya mereka sampai di tempat yang mereka tuju. Lapangan. "Sepi kaya hidup gue tanpa Raka," kata Hana lebay. Dia mendudukkan dirinya dibangku penonton yang terdapat di pinggir lapangan. "Bucin mulu!" protes Keisha. "Berani lo sama gue? Hah?!" kedua bola mata Hana membulat. Telapak tangannya sengaja dikepal seolah-olah akan meninju. "Enggak ada waktu buat berantem, Han." Keisha berdiri. Dia menarik langkah ke tengah-tengah lapangan membuat Hana terheran-heran. "HEY! SEMUA MURID YANG ADA DI SMA KAUMAN. TOLONG KE SINI SEMUA!! GUE ADA PUNYA PERTUNJUKKAN BAGUS!" suara Keisha menggema. Feeling Chesa mulai merasa tidak enak. Sebagian murid yang mendengarnya pun memilih untuk ke lapangan, tapi ada juga murid lain yang enggan menghampiri dan memutuskan untuk menilik lewat jendela. Dirasa sudah banyak anak-anak yang hadir, sudut bibir Keisha terangkat sebelah. Dia mendekati Chesa dan menyuruh Gadis itu untuk memegang tangannya. "Lo mau apa sih?" Hana bertanya-tanya. "Lihat aja nanti," jawab Keisha santai. Pandangannya beralih ke Chesa, "Lo, ikut gue!" Chesa mau tidak mau menurut membuat Keisha geram. Dia dengan paksa menarik Gadis itu ke tengah lapangan dan menjatuhkannya dengan kasar. "Kalian lihat?" Keisha memandang murid-murid yang ada di sana secara bergantian untuk menunggu jawaban. "IYAA" serempak seluruh murid. Keisha menendang pinggul Chesa. "Ini anak suka buat masalah. Dia selalu jadi parasit di sekolah ini," Hati Chesa mendesir perih. Dia tidak boleh rapuh. Dia harus tetap kuat. Chesa merasa lega melihat Devian. Ia berharap Devian menolongnya, namun nyatanya tidak. Devian malah tersenyum lebar menyaksikan dirinya yang sedang dihina. "Sekarang gue minta Hana untuk maju ke sini." kata Keisha. Hana berjalan mendekati Keisha dengan raut mukanya yang tajam. Murid yang ada di sana awalnya hendak pergi dan tidak mau membuang waktu mereka, tapi setelah mengingat Hana akan memfitnah siapa saja yang berani melawannya, semua murid terpaksa menurut. "Lo mau ngelakuin apa buat ngasih pelajaran ke anak itu?" tanya Keisha. Hana sekilas melirik Chesa yang sedang tertunduk, lalu menyeringai seram. "Lemparin dia pake sampah sambil teriak 'PARASIT' sekencang-kencangnya." perintah Hana mutlak. Murid yang ada di tempat itupun berpencar untuk mengambil sampah. Hana mencegat Nia, anak kelas sepuluh. "A-ada apa, Kak?" Nia sangat ketakutan kala Hana memegang lengannya. "Beliin gue es jeruk di kantin," ucap Hana. "Belinya berapa, Kak?" tanya Nia. "Dua." kini bukan Hana yang menjawab, tapi Keisha. "Uangnya mana, Kak?" tagih Nia. Hana mendecak sebal, "Ya pake uangnya lo lah!" ketusnya. Nia mengangguk mengerti, lalu bergegas menuju kantin. Sebagian murid telah berkumpul dengan membawa sampah masing-masing. Ada yang melanting kertas, plastik yang di dalamnya terdapat air keruh bahkan ada yang membawa telur. Entah Para Murid dendam atau sekedar perintahan Hana, tapi semuanya bahkan tidak segan untuk melempari Chesa mengggunakan sampah. "Tunggu apa lagi? Silahkan lempar." ucap Keisha yang merasa dirinya sedang diperhatikan. Hari ini... "Untuk kesekian kalinya aku dipermalukan seperti ini. Ya, Tuhan... tolong buatlah mereka yang membullyku akan menyesali perbuatan yang mereka lakukan saat ini," batin Chesa berdoa. Lemparan benda-benda kini dia rasakan. Dia sebelumnya sudah menduga pasti Hana akan menyiksanya karena tidak suka melihat dirinya dekat dengan Raka. Nia datang membawa minuman dingin seperti yang diperintah Hana. Keisha dan Hana dengan cepat menerimanya. Mereka berdua menikmati pertunjukan langka yang tersaji di depannya sekarang. "Kok kalian diem sih? Teriakannya mana?" mangkel Keisha. "PARASIT!" Chesa mendongak. Orang pertama yang berteriak seperti itu adalah Devian! Devian melempari Chesa telur mentah sehingga saat terbentur tubuh Chesa, telur menjijikan tersebut pecah. Satu teriakan muncul disusul oleh sorakan demi sorakan yang melafalkan kata menyakitkan itu. Chesa tertunduk menangis. Dia memeluk lututnya sendiri, membenamkan wajah dan tidak berani melengak ke atas. Chesa berharap ada orang yang akan menolongnya, namun siapa? Di Sekolah ini tidak ada yang peduli pada Chesa apalagi Para Guru. *** Hari ini, Rumaisa getir kala melihat Pandu bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa tadi malam, tapi di sisi lain dia merasa bersyukur setidaknya, hal yang terjadi tadi malam tidak menimbulkan masalah yang berujung pemecatan kerja. "Mey, semalem saya pulang sama siapa?" Pandu tiba-tiba bertanya seperti itu setelah usai memakai kemeja. Dia menghampiri Rumaisa yang sedang berada di dapur. Rumaisa terbelalak. Dia tidak mungkin untuk berkata jujur. "A-anu Tu-tuan pulang sama... sama temen! Ya, temen kantor." katanya gelagapan sekaligus cengengesan. Pandu yang mendengar tingkah aneh itu mengerutkan dahi. "Kenapa kamu jadi gugup kaya gitu?" "Enggak," Rumaisa terkekeh kecil kemudian mencoel bahu Pandu sekilas. "Maaf, Tuan." sesalnya karena merasa sudah melewati batas. "Sarapan udah siap?" tanya Pandu dengan raut muka serius. "Udah, Tuan. Silahkan ke ruang makan," Rumaisa mempersilahkan. Dari jam 5 pagi, ia sudah menyiapkan makanan untuk Majikannya itu. Lova yang sedang kalem tiba-tiba menangis kencang. Rumaisa yang berada di ruang makan pun lantas menghampiri anaknya yang berada di ruang tamu. "Kenapa, Sayang?" tanya Rumaisa seraya menggendong tubuh kecil Lova. "Pulang," ucap Gadis kecil itu. Rumaisa menghela nafas. Dia memberanikan diri untuk bilang kepada Pandu bahwa dirinya akan pulang. "Silahkan pulang," Pandu yang sudah mengetahui maksud Rumaisa langsung mengizinkan pembantunya pergi. *** Akhirnya setelah beberapa jam perjalanan, Raka sampai di Bali. Rumah yang disinggahi dirinya sejak kecil tidak ada perubahan sama sekali. Cat tembok berwarna biru awan, pintu coklat yang lebar, dan keramik-keramik berwarna putih polos, namun sayang, di balik keindahan dan kemegahan rumah tersebut tidak ada seorang ibu yang menyambutnya. Raka masuk ke bangunan itu, kemudian meletakkan ranselnya di sofa. Kedua kakinya berayun menuju kamar masa kecilnya. Kamar itu bukanlah ruangan biasa karena terdapat kenangan berharga di dalamnya. Bingkai foto ibunya yang berukuran besar terpasang apik di sudut ruangan itu. "Sepuluh tahun ibu disana. Ibu bahagia? Ibu tahu enggak, kalau Raka sekarang udah ngerasain yang namanya jatuh cinta. Raka cinta sama dia, Bu." curhat Raka seakan-akan ibunya ada di dekatnya. "Hey. Enggak mau ke makam?" Dani menyandar dipintu seraya melipat tangannya didada. "Gue punya nama." Raka menatap sinis ayahnya. Dia keluar dari kamar itu. Semakin lama melihat wajah ibunya, kebencian Raka pada Dani bertambah karena Dani penyebab Dewi tiada. Raka yang masih polos menyaksikan semuanya. Suara tampran itu berkali-kali terngiang dipendengaran Raka, dia meringkuk memeluk lututnya dan air matanya mengalir deras. Sejak saat itu dia selalu takut saat mendengar suara pukulan. Dewi memegangi dadanya yang terasa sangat perih dan sesekali memegang tangan Suaminya agar mengambilkan obatnya. Bukannya menolong, Dani malah meninggalkan istrinya begitu saja. Raka menghampiri ibunya, memangku kepala Dewi dipaha kecilnya. "Mamah... ke-kenapa?" ucap Raka sesegukan, air mata tak berhenti mengalir dipipinya. Dewi menahan rasa sakit. Tangannya dengan lembut mengusap air mata Anak kecilnya. "Nak, Ka-kalau ka-kamu udah besar, kamu jangan jadi seperti ayahmu. Oke?" Dewi merasa sekarang nyawanya sedang berada diujung tanduk. Raka mengangguk. Lengan kecilnya memegang erat tangan Dewi dan beberapa detik kemudian... ibunya menghembuskan nafas terakhirnya, Raka menangis kencang. "Mamah jangan tinggalin Raka!" teriaknya, namun sudah terlambat. Dewi sekarang sudah tiada untuk selamanya. Tidak akan pernah kembali sampai kapanpun. Lagi-lagi memori itu muncul lagi dibenak Raka. Dia sungguh merasa tidak nyaman. Niatnya ingin melupakan kenangan bersama ibunya, tapi tiba-tiba buyar begitu saja saat menginjakkan kaki di rumah lamanya. Raka masuk ke mobil Dani untuk menuju ke makam ibunya. Setelah membaca doa-doa, Dani beranjak, tetapi Raka masih saja mematung. "Lima menit," pinta Raka tanpa mengalihkan pandangannya dari makam. Dani menunggu di dalam mobil. Akhirnya Raka selesai mengunjungi makam ibunya itu. Kesabaran Dani tidak banyak, ia tergolong orang yang tak suka bersabar termasuk dalam hal menunggu. "Hari ini kita ke restoran dulu." ucap Dani dingin serta raut muka yang datar. "Gue udah makan," ujar Raka. "Ayah enggak ngajak kamu ke restoran buat makan," "Buat apa?" Raka bertanya tentunya dengan nada yang tidak kalah dingin. "Ngasih tahu kamu sesuatu," balas Dani. "Kenapa enggak sekarang aja?" "Dia mau ketemu langsung sama kamu."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD