CHAPTER 16: Wanita Baru

1504 Words
Sepanjang perjalanan, Raka bertanya-tanya siapa kah orang yang dimaksud Ayahnya itu? Sesampainya di restoran, Dani turun dari mobil. Raka mengekorinya dari belakang. Restoran sedang ramai pengunjung mungkin karena ini jam istirahat. Langkah Dani terhenti ketika sampai di sebuah bangku yang diduduki oleh seorang wanita berambut coklat terurai, kaus lengan pendek berwarna putih dan celana jeans ketat. Dani mendekati Wanita itu dan menarik bangku untuk duduk. "Udah nunggu lama?" tanya Dani senyumnya dia munculkan. "Enggak," balas Wanita itu seraya tersenyum. "Kamu duduk." Dani memandang Raka yang masih mematung dengan tatapan serius. Raka menurut. Di dalam benak Raka, dia bertanya-tanya siapa Wanita yang ada di depannya kini? "Ini anak kamu, Mas?" tanya Perempuan berusia 25 tahun itu. "Iya," Dani memandang Raka. "Perkenalin diri," perintahnya. Sebenarnya Dani sudah memberitahu Caroline tentang anaknya, namun demi keakraban, Dani tetap menyuruh Raka untuk memperkenalkan diri pada Caroline. Raka mendecih. "Enggak," tolaknya mentah-mentah. Dani tampak menguap-nguap. Ingin rasanya meninju Raka sekarang, tapi calon istrinya ada di sini. Caroline harus mencairkan suasana. Dia memandang Raka dan sudut bibirnya terangkat. "Aku Efita Caroline, calon ibu baru kamu." ucapnya sembari mengulurkan tangan untuk menunggu calon anak tirinya itu menjabatnya. Beberapa detik berlalu, Raka tidak kunjung menjabat tangan Caroline malah Raka menatap sinis dan tidak suka. Caroline tersenyum kecut dan mengepal pelan tangannya. "Ayo dimakan makanannya. Raka suka seafood kan?" Caroline mengalihkan topik pembicaraan. Raka diam. "Ayah enggak pernah ngajarin kaya gitu. Kamu bisa enggak sih, lebih sopan dikit?" protes Dani. Dia kasihan pada Caroline. Raka mendecih. "Sopan? Ngapain harus sopan ke w***********g," ucapnya. Kedua netra coklat Raka menatap benci Caroline. Dani berdiri. Tangannya menggebrak meja membuat mata seisi restoran terpusat ke arahnya. Raka mendongak tepatnya melihat Dani. "Kenapa? Lo mau marah? Silahkan." "Sikap kamu persis kaya Dewi. Enggak ada sopannya," gumam Dani. Raka berdiri. "Jangan nyebut-nyebut nama ibu. Gara-gara lo, ibu meninggal." gumam Raka dengan penuh kekesalan. Pandangan Raka beralih ke arah Caroline yang tak bergeming. "Dan lo, lo jangan berlagak baik. Gue tau lo itu cuma wanita jal*ng yang diambil dari hiburan malam. Lo cuma w************n, enggak lebih." setelah mengatakan hal itu, Raka melangkah menuju pintu restoran, namun tiba-tiba terhenti. Raka menegok ke arah Caroline. "Dan ibu gue cuma Dewi. Enggak akan ada yang bisa gantiin posisi dia," ucapnya. Dia benar-benar melangkah pergi. "RAKA!" teriak Dani menggelegar. Dia sangat marah besar. Telapak tangannya terkepal erat. *** Dengan letih dan lesu, Chesa pulang ke rumah. Keadaannya sekarang sudah berantakan. Bagaimana tidak? Bau amis muncul dari bajunya akibat lemparan telur mentah. Seragam yang tadinya putih berwarna coklat karena tersiram air keruh. Sebenarnya Chesa sudah berusaha membersihkan, namun nodanya sangat membandel dan juga bau dari telur mentah sangat sulit untuk dihilangkan. Kreett Suara decitan pintu terdengar kala Chesa membukanya. Kedua netra coklatnya menilik ke sana kemari untuk memastikan kalau ibunya tidak ada di rumah. Dia tak mau Rumaisa melihat keadaannya saat ini. Seketika perasaannya lega setelah melihat tidak ada ibunya di dalam rumah. "Udah pulang, Nak?" ternyata Chesa salah! Suara Rumaisa tiba-tiba muncul dari arah belakang. "Loh, Mamah enggak nginep di tempat kerja?" "Enggak," Rumaisa mendekati anaknya, tapi tiba-tiba dia mencium bau tidak sedap dari seragam anaknya. Rumaisa dengan refleks memencet hidungnya. Chesa terkekeh. "Bau ya? Chesa tadi habis diprank sama temen," "Gara-gara apa?" "Karena hari ini aku ulangtahun. Mamah enggak inget atau pura-pura lupa?" Chesa cengengesan sembari menggaruk lehernya yang tidak datang. "Mamah bener-bener enggak inget. Kamu mau dimasakin sesuatu atau beli kue coklat?" tawar Rumaisa. Chesa menggeleng pelan. "Enggak usah repot-repot, Mah. Chesa cuma mau Mamah selalu doain yang terbaik buat aku," setelah mendengar perkataan itu, Rumaisa senang. Dia sangat menyukai sifat sederhana anaknya itu. Telapak tangannya mengusap lembut rambut Chesa seraya berkata, "Anak Mamah udah besar ya?" "Iya dong. Masa mau kecil terus," setelah itu, Chesa terkekeh kecil. Dia pintar menyembunyikan penderitaannya yang ia alami saat di sekolah. Setibanya di rumah, Chesa berubah menjadi anak yang seolah-olah paling bahagia di dunia ini karena prinsipnya adalah ia tidak mau menambah beban pikiran ibunya. Cukup dituangkan dalam buku diary saja sudah membuat Chesa lumayan lega. *** Setelah keluar dari restoran itu, Raka memutuskan untuk pergi ke rumah saudaranya, tapi sebelum itu dia harus mengambil ransel yang berada di rumah Dani. Saat akan menghadang bus di terminal, Raka risih karena remaja-remaja putri yang berisik. Dia memilih untuk memasang earphone dikedua lubang telinganya. "Cogan tuh," bisik Gadis berambut kepang dua. "Walaupun lagi merem-merem kaya gitu, dia tetep ganteng cuy." tambah teman Gadis kepang itu. "Cit, deketin sana. Katanya lo mau punya pacar," ucap Perempuan bersuara sopran. Citra berdeham agar ia bisa nyaman berbicara, "Okey," kedua kakinya ia langkahkan untuk mendekati Laki-laki itu. "Permisi," ucap Citra setelah sampai di samping Laki-laki yang sedang memakai earphone itu. Cowok itu tetap tidak bergeming. Citra menengok ke arah teman-temannya. "Earphonenya dilepas," lafal salah satu teman Citra. Citra mengangguk paham. Nekat, ia melepaskan earphone yang masih menempel ditelinga Raka. Sontak Raka yang terkejut langsung menoleh. Bukannya marah, Raka malah tersenyum lebar ke arah Citra. "Bubu!" heboh Citra. Badan kecilnya melonjat kepelukan Raka. Raka kini memeluk Citra dengan erat. Dia rindu pada Gadis berawakan kecil yang kini sedang memeluknya. Semua teman Citra yang menyaksikannya langsung terheran-heran. Reaksi Citra dan Cogan itu seperti saudara yang sudah lama tidak bertemu. Mereka terlihat sangat akrab sampai-sampai memeluk erat satu sama lain. Bahkan yang lebih mengejutkan, Citra mencium pipi Cogan itu! *** Sudah tiga hari Chesa diperlakukan tidak baik oleh Hana. Keisha dan Hana merasa besar kepala ketika tidak ada Raka. Mereka sangat puas menyiksa orang yang paling dibencinya itu. Chesa membalik halaman demi halaman. Dia berusaha untuk fokus belajar agar nilai ulangannya baik sehingga bisa mempertahankan beasiswanya. "Serius amat." Chesa terkejut setelah mendengar suara berat itu. Perlahan kepalanya mendongak. Ya ampun! "Lo?" Chesa refleks bertanya setelah melihat Raka berada di depannya. "Lo pasti kaget kan? Maaf, gue tiga hari enggak ada kabar apapun." sesal Raka. "Raka!" Hana tiba-tiba datang. Dia menatap tak percaya. Chesa berdiri dari duduknya. Tanpa berkata apapun, ia meninggalkan Raka sambil membawa buku yang tadi dia baca. "Lo lagi lo lagi! Gue udah bilang, jangan muncul kalau gue lagi berdua sama Chesa." ketus Raka menghempaskan lengan kirinya yang sedang dirangkul oleh Hana. Dia melangkah cepat menyusul Chesa. "Lo enggak tau apa akibatnya kasar sama gue. Semakin lo kasar, semakin Chesa menderita." gumam Hana. "Sa, tunggu!" Raka dengan sergap memegang lengan Chesa. "Lepasin gue!" Laki-laki berawakan tinggi itu beralih ke hadapan Chesa. "Sa, lo kenapa setiap ada gue, lo selalu marah? Gue punya salah? Kalau iya, gue minta maaf banget." "Jangan deketin gue," singkat Chesa. "Kenapa?" Kedua telapak tangan Raka kini menggenggam erat tangan Gadis itu. "Kalau ada masalah, gue bisa jadi temen curhat lo." Raka menatap kedua netra Chesa dengan lekat. "Gue mau lo jangan pernah deketin gue lagi. Bila perlu, lo pura-pura enggak kenal gue." Chesa berusaha melepaskan genggaman tangan Raka. "Alasannya apa? Kenapa lo tiba-tiba berubah kaya gini?" "Karena gue enggak mau temenan sama cowok yang ibunya penyakitan. Gue takut ketular," ujar Chesa. Setelah mengatakan itu, ia melangkah meninggalkan Raka. Raka mematung usai mendengar kata-kata menyakitkan yang keluar dari mulut Chesa. Dia tidak menyangka Chesa merupakan orang yang seperti itu. Ternyata semuanya sudah berubah. "Oke, kalau itu mau lo." gumam Raka melihat punggung Chesa yang berlalu. *** Kini semua murid perempuan bersorak meneriaki masing-masing nama idola cowok yang ada di SMA Kauman ini. Keringat membasahi tubuh murid laki-laki yang sedang bermain bola basket membuat murid perempuan merasa gila sendiri. Sampai bel pertanda ganti jam pelajaran berbunyi, kegiatan olahraga basket pun berhenti. Raka beristirahat di salah satu bangku penonton. Dia mengatur nafasnya yang memburu. "Capek kan?" Hana melungguh tepat di sebelah Raka. Tangan kirinya mengusap pelan keringat Raka yang mengalir. Kali ini Raka tidak menolak maupun mengusir Hana. Dia diam dan menerima kehadiran Gadis itu. Chesa yang memerhatikan mereka dari kejauhan dengan mata yang berkaca-kaca. Dia sudah membohongi perasaannya sendiri. Seharusnya tadi dia tidak berbicara buruk tentang ibunya Raka karena Chesa tahu Raka akan tidak suka. Chesa mengemu, "Suatu saat nanti, lo bakal tau kenapa gue sekarang berubah." "Minum?" tawar Hana seraya menyodorkan 1 botol air dingin. Raka menerima minuman itu. Dia menengguknya dengan cepat. "Akhirnya lo bisa nerima gue," batin Hana merasa senang. "Ntar istirahat, lo mau ke kantin bareng gue enggak?" "Ayo," Raka menyetujui. "Woy, Berduaan aja. Han, kok cuma Raka doang yang dikasih minuman?" Devian mendadak muncul di antara mereka berdua. Hana risih ketika Devian duduk di dekatnya. "Ditanya pada enggak jawab. Kalian budeg?" lanjut Devian. "Kirain gue lo udah bawa minum sendiri," jawab Hana. "Ya enggak lah. Masa cowok bawa minum sendiri," ujar Devian. Hana menggeser duduknya agar jauh dari Devian. "Gue mau ganti baju dulu. Thanks minumannya," Raka meletakkan botol yang dia pegang. Berdiri untuk melangkah ke tempat loker miliknya. "Raka, tunggu." Hana panik seakan-akan Raka akan pergi jauh. Devian segera mencegatnya Hana pergi. Dia memegang lengan Gadis itu. "Han, gue mau ngomong sesuatu." "Ngomong apa?" Devian diam. "Buruan, Dev." ucap Hana tidak sabar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD