CHAPTER 17: Citra

1500 Words
Hana menunggu apa yang Devian akan katakan. Raganya masih berada di tempat itu, namun pikiran Hana memikirkan Raka. Hana takut Raka menemui Chesa. Devian gugup. Jantungnya tiba-tiba berdetak cepat. Hana melihat Devian dengan raut muka malas. "Lo mau ngomong apa?" "Gue... gue cuma mau ngomong kalau,," Devian berusaha mengatakan sesuatu yang sudah lama dia pendam, tapi rasanya sangat sulit sekali. Suaranya kini terasa tercekat dan tidak bisa mengucapkan apapun. "Udah ah, gue mau ke kelas dulu ya," Hana berdiri. Dia meninggalkan Devian. Sebenarnya dia akan menghampiri Raka. "Ah! Kenapa gue susah banget ngomong kalau gue suka dia!" Devian meninju tempat duduknya dengan kencang. Hana lega ternyata Raka benar sedang mengambil baju di loker. Dia bahkan rela menanti Raka sampai Raka keluar dari ruangan itu. "Lo ngapain di sini? Gue dari tadi nyariin lo enggak nemu-nemu," tegur Keisha yang tak sengaja melihat Hana sedang duduk seperti menunggu sesuatu. "Berisik. Gue lagi nunggu Raka," Hana meletakkan jari telunjuk dibibir merah mudanya. "Nunggu dia? Yang ada lo diusir," Keisha menahan tawa, tapi tetap saja tidak bisa. Beberapa detik kemudian tawamya pecah. Hana risih. Dia memicingkan mata. "Raka udah nerima gue," "Masa?" raut muka Keisha tak percaya. "Mending lo sembunyi trus ngintipin gue sama Raka pasti lo bakal percaya," "Ya udah, iya. Tapi kalau lo bohong, nanti istirahat lo bayarin makanan gue ya?" "Iyaa. Sana," Hana mengibaskan tangan. Tidak ingin berbicara lebih lama lagi dengan Keisha. Beberapa menit kemudian, Raka keluar dari ruangan itu. Dia terkejut melihat Hana. "Lo ngapain di sini?" "Kita ke kelas bareng yuk," Hana berdiri dari duduknya. Dia tak segan merangkul Raka. Entah kenapa, Raka tidak menolak sama sekali. Malah dia memegang tangan Hana ketika melihat Chesa melintas di dekatnya. Chesa menggerutu seharusnya dia tidak melewati ruangan loker. Pemandangan seperti itu membuat dia merasa risih. Devian yang baru saja akan menuju ruangan loker melihat kejadian yang membuatnya cemburu. Dia tidak rela Raka memegang tangan Gadis yang ia sukai. "Kalian mau ke mana?" Devian berjalan ke arah mereka. Hana menengok ke belakang. "Ke kelas," jawabnya. Devian hanya bergumam 'oh' setelah itu, ia ke ruangan loker untuk mengambil seragamnya. Dia akan bertindak agar Hana bersamanya. *** Raka menuju ke parkiran untuk mengambil motor Devian. Saat Raka hendak memakai helm full face, Devian mencegah sahabatnya itu. "Lo naik angkot sana. Gue enggak mau pulang bareng sama lo," "Alasannya?" Raka terheran-heran perasaan dirinya hari ini tidak membuat kesalahan apapun. "Pokoknya gue mau jalanin motor gue sendiri dan enggak mau lo bonceng di belakangnya," ucap Devian. Dia merebut kunci motor yang tadinya dipegang oleh Raka. "Oh, ya udah kalau gitu. Gue enggak tau salah gue apa, tapi lo main marah-marah kaya gitu." Raka mengalah. Tidak ingin berdebat. Dia menarik langkah menuju depan gerbang sekolah untung menghadang angkot. Devian mengendarai motor dengan kecepatan tinggi membuat Raka geleng-geleng kepala. Raka terkesiap melihat Chesa di sebelahnya yang juga sedang menunggu angkot. Mereka diam dan sungkan melemparkan pertanyaan ataupun menyapa. Sampai akhirnya angkot yang mereka tunggu datang. Raka dan Chesa kompak menaiki kendaraan tersebut. Kondisi angkot yang sudah penuh membuat mereka berdua terpaksa duduk berdekatan. Chesa pura-pura tidak melihat Raka. Dia menganggap Raka tak ada. Di tempat lain, Citra kini sedang mengeluarkan tas besar dari mobil kedua orangtuanya. "Beneran mau nginep di rumah saudara kamu?" tanya Jeni, ibu Citra. "Iya, Mamah. Mumpung citra lagi libur dua minggu nanti kalau udah bosen aku bakal pulang kok," balas Citra menenangkan ibunya yang terlihat khawatir. "Jangan lupa setiap hari telfon Mamah," ucap Jeni. "Iya, Mah." Citra menatap jengah ibunya. Jeni menutup kaca mobil. Dia kemudian melesat jauh kembali ke Bali. Citra mencari kos-kosan saudaranya. Seharusnya kerabatnya itu menjemput dirinya, tapi dari tadi tidak memunculkan tanda-tanda kalau saudaranya akan datang. *** Hari bergulir dengan cepat. Seperti biasa, murid-murid SMA Kauman berangkat ke sekolahnya untuk menimba ilmu. Di hari kamis ini, Chesa berharap semoga Hana tetap dekat dengan Raka sehingga dirinya tidak disiksa. Menyakitkan itulah rasanya jika seseorang membohongi perasaannya sendiri. Bruukkhh "Maaf, Kak." Tiba-tiba seseorang menabrak Chesa yang sedang melamun. Dia memandang ke arah orang yang menabraknya. Nampak Gadis berambut panjang yang diikat kuncir kuda seperti dirinya, namun aura Gadis itu terasa kuat. Dia juga tidak pernah melihat Perempuan itu sebelumnya. Apakah dia murid baru? "Kakak maafin aku kan?" tanya Gadis yang baru saja menabrak Chesa. "Iya. Enggakpapa kok," ujar Chesa. Dia tersenyum singkat kemudian berjalan kembali "Tunggu, Kak." Gadis itu membalikkan diri menghadap Chesa. "Kenapa?" "Anterin aku ke kelas sepuluh mau?" "Ayo. Ikutin Kakak," Chesa berjalan disusul oleh Gadis itu yang mengekorinya dari belakang. "By the way, Kakak namanya siapa?" "Chesa Auliza," balas Chesa tanpa mengalihkan pandangannya dari depan. "Oh, cantik namanya kaya orangnya." puji Gadis itu. Chesa terkekeh kecil. "Masa sih?" "Iya. Kakak lihat Raka enggak?" tiba-tiba Gadis itu bertanya tentang Raka, membuat Chesa heran. "Kamu kenal sama dia?" kali ini badan Chesa berbalik menghadap murid baru itu. "Kenal, Kak. Kakak enggak tau? Aku itu pacarnya," ucap Gadis itu. Chesa terkejut bukan main. Apa yang barusan Gadis itu ucapkan? Jika Raka sudah mempunyai pacar, kenap Raka selalu mendekatinya waktu itu? Batin Chesa bertanya-tanya. Dia sangat penasaran saat ini, tapi tidak berani melontarkan pertanyaan. "Kakak kok malah bengong?" Gadis itu menilik wajah Chesa. Lamunan Chesa mendadak buyar. "Eh, kenapa? Kamu mau ketemu Raka? Dia ada di kelas mungkin," ucap Chesa. "Iya, tapi entar, Kak. Aku mau ke kelas sepuluh dulu karena aku murid baru di sana," "Iya, Kakak tau." Chesa kemudian melanjutkan langkahnya. *** Bel yang berbunyi pertanda istirahat bergema di SMA Kauman. Sebagian murid kelas 11 berhamburan keluar untuk menuju kantin sehingga hanya tersisa Chesa, Raka, Hana dan Keisha di kelas. Devian? Dia tidak masuk hari ini. "Raka!" mendadak murid baru yang tadi pagi diantar oleh Chesa muncul di ambang pintu. Gadis itu tersenyum sumringah. "Citra!" seru Raka. Dia menghampiri Perempuan berwajah cantik itu. Mereka berdua berpelukan tanpa rasa malu sedikitpun. Hana yang melihatnya seketika marah sekaligus cemburu. Dia ingin sekali memisahkan mereka berdua, tapi Keisha mencegatnya. "Sabar dulu," gumam Keisha sambil memegang lengan Hana. "Tapi cewek itu..." "Iya, gue paham. Lo jangan gegabah. Ada Raka di sana," ucap Keisha dengan suara lirih, tetapi masih bisa didengar oleh Hana. Chesa menghela nafas. Dia menutup resleting tasnya dan berjalan keluar. "Kakak itu yang nganterin aku tadi," ucap Citra. "Oh, jadi dia." Raka memicingkan mata. Citra memegang lengan Chesa "Kak, makasih ya." "Sama-sama," balas Chesa. Dia pergi setelah Citra melepaskan genggamannya. "Sekarang kita mau ke kantin atau ke mana?" tanya Raka. "Ke kantin yuk, tapi nanti suapin aku. Janji?" "Janji, sayang." Kedua mata Hana membulat sempurna mendengar kata 'sayang' keluar dari mulut Raka. Ternyata perempuan itu adalah pacarnya Raka?! "Heh!" Hana sudah tidak tahan. Dia menggebrak keras meja membuat Citra tersentak. "Gue udah bilang, liatin aja dulu. Jangan bertindak," gumam Keisha. Keisha terkekeh kecil. "Jangan hirauin dia ya," ucapnya pada Raka dan Citra. *** Rumaisa harus mengantarkan makanan ke kantor Pandu sekarang. Dia menitipkan Lova pada Gea agar nanti di jalan tidak repot. "Hati-hati, Mbak." ujar Gea. "Iya. Kamu jagain anak Mbak baik-baik ya?" "Pasti dong," sans Gea. Setelah sampai di kantor, Rumaisa dengan penampilan apa adanya memasuki bangunan itu. Terlihat semua mata melihat ke arahnya karena pakaian Rumaisa berbeda dari yang lain. "Mey, sini." panggil Pandu yang tak sengaja melihat Rumaisa saat akan balik ke ruang kerjanya. "Eh?" Rumaisa menengok. Dia akhirnya masuk ke ruang kerja Pandu. "Bawain makanan apa hari ini?" tanya Pandu. Rumaisa merasa tercengang. Kenapa sikap Pandu begitu halus padanya? Biasanya Pandu selalu kasar. "Rendang. Tuan suka kan?" Rumaisa memastikan. Melihat ekspresi Pandu yang tiba-tiba masam membuat Rumaisa menduga pasti Tuannya itu tidak suka. Ekspresi Pandu beberapa detik kemudian tersenyum lebar. "Tenang aja, Mey. Saya doyan kok," Rumaisa lega. "Kirain Tuan enggak suka," "Kalau begitu, saya balik lagi ke rumah lagi, Tuan. Kasihan Lova udah ditinggal dari tadi," lanjut Rumaisa. Dia berdiri dari duduknya. "Ada Gea di rumah kan? Kamu jangan pergi dulu. Tunggu saya selesai makan," cegat Pandu. "Tapi saya,," "Udah. Enggak ada tapi-tapian," Pandu menarik lengan Rumaisa agar duduk kembali. Rumaisa terpaksa menurutinya. *** Hana sangat cemburu sekaligus marah melihat Raka sedang disuapi oleh Citra. Dia sebelumnya tidak menyangka kalau Raka ternyata sudah mempunyai pacar. Kalau seperti ini, Hana dari awal tidak akan mendekati Raka. Tapi tunggu, terbesit dipikiran Hana untuk merebut Cowok itu dari pacarnya. "Udah ah, gue enggak tahan lagi. Gue mau balik ke kelas," Hana beranjak. Keisha pun mengekori dari belakang. Sesampainya di kelas, Hana menumpahkan emosinya. Dia menggebrak meja dengan sangat keras. "Kenapa lo ngelarang gue buat ngelabrak dia?!" dongkol Hana pada Keisha. "Ada Raka di sana. Lo mau Raka nilai lo cewek yang enggak baik?" tanya Keisha dengan santainya. "Trus gimana caranya biar bisa ngasih pelajaran ke cewek itu!? Gue enggak tahan dia nempel-nempel sama Raka," "Kenapa enggak kita jebak aja tuh anak." "Jebak?" Hana menautkan alis. "Iya, pulang sekolah kita jebak si Citra itu trus kita bully dia sepuasnya sama persis kaya kita bully si Chesa." saran Keisha. "Emang kita bisa jebak dia semudah itu? Kan ada Raka yang selalu berada deket dia." Hana merasa putus asa sekarang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD