CHAPTER 18: Jebakan

1500 Words
Keisha mendecak. "Kalau udah jadi urusan gue, enggak ada yang enggak mungkin." ucap Keisha sembari melipat tangan didada. "Iya, gue percaya sama lo deh," Hana akhirnya bisa tenang. Dia tidak sabar untuk memberi Citra pelajaran. "Kasihan. Ini enggak bisa dibiarin," batin Chesa. Dia bertolak diri, tak jadi masuk ke dalam kelas. Chesa ragu-ragu. Apakah dia harus memberitahu Citra langsung? Ah, tidak. Citra tidak akan percaya. Chesa mondar-mandir tak jelas. Matanya kemudian terpusat pada Raka yang baru saja keluar dari kelas sepuluh. Mungkin Raka habis mengantarkan Citra. "Raka," panggil Chesa. Langkah Raka terhenti, ia kemudian menengok ke belakang tanpa mengucapkan apapun. Chesa mendekati Raka, "Gue mau ngomong sesuatu ke lo," katanya. "Tentang?" tanya Raka singkat. "Kalau udah pulang, anter Citra sampai ke rumahnya." balas Chesa. Raka mengernyit heran. "Kenapa lo tiba-tiba ngomong kaya gitu?" "Ya, enggakpapa. Gue cuma ngingetin lo aja," "Gue curiga. Jangan-jangan lo ada maksudnya bersikap kaya gini," kata Raka. Dia menatap rambang Chesa. "Enggak," "Gue enggak se bodoh kaya dulu. Gue sekarang tau sifat lo yang sebenernya. Lo pasti iri kan kalau gue pacaran sama Citra?" setelah mengatakan itu, Raka mendecih. Dia kemudian melangkah mendekati Chesa. "Asal lo tau ya, Citra itu lebih baik daripada lo. Dia lebih cantik dan juga lebih ngejaga kata-katanya kalau mau ngomong. Enggak kaya lo yang sembarangan bicara." Raka menunjuk-nunjuk Chesa. Chesa tertunduk, matanya memerah dan berkaca-kaca, hatinya bagai tersayat pisau tajam berpuluh kali. Raka berlalu begitu saja. Tak peduli pada Chesa. **** Petang sudah tiba. Chesa bimbang, haruskah dirinya yang menyelamatkan Citra nanti? KKRRIIINGG KRRIIING KRRIIING Bunyi bel tiga kali pertanda sudah waktunya semua murid kembali ke rumahnya masing-masing. Chesa terpatung sesaat, tapi kemudian dia bangkit dan tahu apa yang harus dilakukannya sekarang. Chesa memilih untuk bersembunyi terlebih dahulu di kamar mandi agar Keisha dan Hana mengira dirinya sudah pulang. "Sekarang?" Hana bertanya pada Keisha. "Iya," Keisha berjalan mencari Citra. "Tapi kalau ada Raka gimana?" Hana masih saja ragu. "Enggak bakal. Raka kalau udah bel pulang, pasti langsung balik." "Heh, itu anaknya." Hana menunjuk ke arah Gadis yang sedang duduk seperti sudah menunggu sesuatu. Ya, gadis itu adalah Citra. "Eh, lo lagi nungguin siapa?" Hana mendudukan diri di sebelah Citra. "Kak Hana," Citra tersenyum singkat. "Aku lagi nungguin Raka, Kak." jawabnya. "Lo enggak tau?" sekarang Keisha yang bertanya. Citra menilik ke wajah Keisha. "Enggak tau apa, Kak?" "Guru manggil lo. Katanya lo disuruh ke kelas kita untuk bicarain sesuatu," bohong Keisha. "Iya kah? Ya udah, sekarang aku ke sana." tanpa rasa curiga apapun, Citra berdiri untuk melangkah ke kelas 11. "Cit, gue boleh minjem hp lo enggak?" tanya Hana. "Buat apa, Kak?" Citra menatap Hana dengan tatapan bingung. "Buat sms ke nomor ayah gue. Boleh ya? Gue soalnya enggak bawa hp," mohon Hana. "Itu kan ada Kak Keisha," "Gue kalau ke sekolah enggak pernah bawa hp." kini Keisha yang berbicara. Citra terpaksa mengeluarkan ponselnya. "Ini, Kak." Citra menyodorkan ponselnya ke Hana. "Bagus," Hana menerimanya. Keisha mengajak Citra untuk berbincang agar perhatian Gadis itu teralihkan. Bukannya memencet nomor telfon ayahnya, Hana malah membuka kontak dan mencari nama Raka di sana. Hingga akhirnya nama Raka ketemu, Hana senang. Dia mengetikkan pesan yang isinya: 'Aku udah pulang duluan, jadi Raka enggak usah nunggu citra lagi ya?' Setelah mengetik itu, Hana mengirim pesannya dan tak berapa lama kemudian Raka membalasnya. Hana dengan cepat menghapus pesan tersebut dan dengan cepat mengembalikan ponsel Citra karena takut Gadis itu menaruh rasa rambang. Tak lupa Hana menghapus kontak Raka yang ada diponsel Citra. "Makasih ya, Cit." ucap Hana yang langsung dibalas anggukan oleh Citra. Setelah menaiki beberapa tangga, mereka berdua akhirnya sampai di kelas 11. Citra masuk ke ruangan itu dengan sumringah, namun ekspresinya seketika berubah melihat tidak ada siapapun di sana kecuali, dirinya, Keisha dan Hana. Kepala Citra perlahan menoleh ke belakang. Terlihat Hana menyeringai seram, sedangkan Keisha menutup pintu kelas. "Ka-kakak mau apa?" Citra melangkah mundur ketika Hana mendekat. "Jangan pura-pura polos lo!" kini Hana menumpahkan emosi yang dia pendam dari tadi pagi. "Ma-maksud Kakak?" "LO UDAH NGAMBIL COWOK GUE!" bentak Hana. Keisha duduk manis menyaksikan pertunjukan Hana dan Citra sambil mengeluarkan camilan kacang yang tadi dia beli di kantin. "Citra enggak bermaksud ngambil Raka dari Kak Hana," ucap Citra dengan penuh ketakutan. "Jangan nge les lo!" Hana semakin maju mendekati Citra. Kini Citra tidak bisa lagi melangkah mundur karena sudah menyentuh tembok. Citra menunduk, tak ingin menatap wajah Hana yang ada di depannya. "Sha, kita apain dia?" Hana melongok ke Keisha. "Bentar gue pikir dulu," Keisha meletakkan jari telunjuknya dipipi kiri. Hana merotasikan bola matanya. "Buruan!" damprat Hana. "Potong rambutnya," ucap Keisha dengan ekspresi datar. Kedua netra coklat Citra membulat sempurna. Rambutnya adalah bagian yang paling dia sayangi. "Gunting mana?" Keisha merogoh tasnya untuk mengambil benda tajam itu. Setelah mengambilnya, Keisha melempar ke arah Hana. Dengan sigap, Hana menangkapnya. Citra menggeleng-gelengkan kepala. Dia sekarang begitu ketakutan. Citra menendang tulang kering Hana membuat Perempuan yang dijuluki Ratu Bully itu meringis kesakitan. Citra berlari cepat menuju pintu, namun sayang, Keisha ada di sana untuk mencegahnya. "Lo pikir bisa lolos semudah itu?" kata Keisha yang sudah berdiri di pintu. "Lepasin gue!" kesal Citra. "Oh, sifat aslinya udah keluar. Kenapa lo waktu ada Raka sok-sokan 'aku-kamu'?" Keisha mendecih, "Lo cuma pura-pura polos doang kan?" "Bukan urusan lo! Setelah lo dan Hana s****n itu potong rambut gue, gue enggak bakal biarin hidup kalian tenang. Gue akan ngadu ke Raka tentang sifat iblis kalian!" Citra menatap tajam Keisha. "Bodoamat. Han, cepet lo potong rambut dia sampe botak biar Raka enggak mau lagi sama dia," perintah Keisha. Dia sama sekali tidak takut pada ancaman Citra. Hana menarik dan menjambak rambut kuncir kuda Citra membuat Gadis itu refleks ke belakang. "Lo bakal nginget kejadian ini sampai kapanpun!" hardik Hana. Dia memegang gunting yang sudah siap memotong rambut hitam Citra. Sementara itu, Chesa keluar dari kamar mandi. Dia berlari ke arah Kelas. Semoga saja Hana dan Keisha tidak melakukan hal yang sangat tidak baik pada Citra. Chesa tidak mau Citra merasakan penderitaan seperti dirinya. Chesa melupakan semua kemarahannya. Tidak apa-apa jika Citra berpacaran dengan Raka, asalkan Raka bisa melupakan dirinya dan bahagia bersama Citra. Chesa mendengus kesal karena pintu kelas sudah terkunci. Dia melangkah pergi ke gudang, tapi langkahnya seketika terhenti mendengar suara Hana yang seperti sedang membentak. Chesa berjalan lagi ke arah pintu. Dia mengintip dari celah-celah pintu. Mendadak matanya membulat sempurna melihat Citra ada di dalam sedang bersama Hana. Dia tidak bisa diam saja! Dia harus melakukan sesuatu. Kaki kecilnya melangkah ke dalam kamar mandi. Setelah melihat benda yang dia cari, ia segera mengambilnya. Chesa mengambil sapu yang bertengger di pintu kamar mandi. Gadis itu memegang erat sapunya. Saat sudah sampai di depan pintu kelasnya, Chesa menendang portal berwarna coklat itu dengan sekuat tenaga. Cinta berhasil mengelak. Dia bahkan memukul Hana dan Keisha yang menghalanginya untuk keluar. Matanya terus melihat ke belakang, tapi tangannya berusaha membuka pintu. Hingga Citra merasakan ada seseorang di luar sana. "Cit, lo ada di sana?" Chesa menunggu jawaban dari adik kelasnya itu. "ADA, KAK. TOLONG BANTUIN CITRA KELUAR!" ujar Citra dengan suara sangat keras. Hana tidak bisa berdiri lantaran kakinya terkilir gara-gara ulah Citra, sedangkan Keisha berusaha mengatur nafasnya karena letih mengejar Citra. "Kamu cari kuncinya di sana!" perintah Chesa. Kedua netra Citra mencari-cari benda itu. Keisha tersenyum miring. Dia mengangkat tangan menunjukkan kunci sedang berada digenggamannya. "Kuncinya ada di Keisha, Kak." "Cepet ambil!" Chesa berlari mencari seseorang yang bisa membantunya karena ia tidak yakin Citra bisa mengambil kunci yang ada pada Keisha. Dengan tubuh yang sedikit gemetar, Citra perlahan menghampiri Keisha. "Lo pikir gue mau nyerahin kunci ke lo gitu?" Keisha mendecih. "Satu langkah lo deketin gue, gue enggak akan segan potong rambut lo." ancam Keisha. "Gue enggak takut," Citra melangkah maju. Dia bahkan menginjak kaki Keisha supaya Gadis itu tidak bisa bergerak menyerangnya. "s****n!" Keisha mengambil botol yang berisi air dai tasnya. Dia menyiram wajah Citra. Citra seketika memejamkan mata. Keisha memanfaatkan kesempatan itu. Dia menarik rambut Citra dan mencukurnya tanpa ampun. "KALIAN!!" teriakan itu muncul bebarengan dengan datangnya seorang murid cowok berawakan tinggi. *** Angin semilir berhembus di pantai yang sekarang sedang ramai dikunjungi oleh orang-orang. Rumaisa duduk dipasir untuk menemani Lova yang sedang bermain di sana. Seorang laki-laki menyentuh pundak Rumaisa seketika menengok ke belakang. Sudut bibirnya terangkat melihat laki-laki yang dicintainya. "Minum," tawar Laki-laki itu. Dia menyodorkan sebuah botol, Rumaisa langsung menerimanya. Laki-laki itu mendudukkan diri di sebelah Rumaisa. Tangannya terulur memegang pundak Wanita yang ada di sampingnya ini. Rumaisa menyandar ditubuh Laki-laki itu. "Tuan pake parfum vanila lagi?" tanya Rumaisa setelah mencium bau vanila dari baju Laki-laki itu. "Jangan panggil Tuan. Aku kan udah bilang kaya gitu," protes Pandu. Ya, Laki-laki yang sedang merangkul Rumaisa adalah Pandu. "Kamu mau kita nikah secepatnya?" Pandu bertanya sambil melongok wajah Rumaisa. Wanita yang sudah mempunyai anak dua itu tampak merenung. "Gimana?" tanya Pandu. "Aku mau, Mas." Hari ini Rumaisa bahagia sekali. Tinggal beberapa hari lagi ia menikah dengan Pandu. "Mbak, bangun!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD