CHAPTER 19: Dendam

1500 Words
Gea menguncang Rumaisa yang sedang tertidur di sofa. Rumaisa mengerjapkan mata beberapa kali hingga akhirnya, dia sadar bahwa apa yang ia alami adalah mimpi! "Ternyata cuma mimpi," gumam Rumaisa. "Hah?" tanya Gea. Dia tidak mendengar apapun yang Rumaisa katakan tadi. "Eh, enggak." Rumaisa kini sepenuhnya sadar. "Mbak capek banget? Sampai-sampai ketiduran kaya gitu," Rumaisa terkekeh kecil. "Iya," ujarnya membenarkan. "Anak Mba udah tidur tuh," ucap Gea. "Iya kah? Syukur kalau gitu." "Ngomong-ngomong, Mba tadi mimpiin apa? Aku lihat Mba tadi senyum-senyum. Jangan-jangan Mba mimpiin ten-" Rumaisa mendorong pelan Gea. "Mimpi kejatuhan duit," bohongnya kemudian disusul dengam tawa renyah. "Ada-ada aja si Mbak," *** Raka mendobrak pintu. Amarahnya memuncak ketika melihat rambut Citra yang sudah pendek ditambah lagi saat dia menampak Keisha yang memegang guntingnya. "Sayang!" Citra yang berurai air mata langsung berlari kepelukan Raka. "Gue bakal balas mereka. Lo tenang dulu," Raka melepaskan pelukan Raka. Dia dengan emosi mendekati Keisha. Hana ketakutan kala Raka menatap dirinya dan Keisha dengan sorot mata yang jengkel. "Gue enggak salah, Raka. Malahan gue bantu Citra yang tadinya diserang Keisha," Hana berdalih, namun Citra langsung menangkalnya. "Dia bohong. Hana dan Keisha yang jebak aku trus nyerang aku sampe-sampe rambut panjang aku kepotong," ujar Citra. "Kenapa kalian ngusilin dia?" Raka meletakkan kedua tangan dipinggangnya. Sekarang seragamnya dia keluarkan menambah kesan garang. "GUE TANYA!" baru kali ini Raka membentak sekeras itu pada wanita. "Gu-gue enggak suka kalau dia deket-deket sama lo," Hana jujur. Dia mengatakan seperti itu dengan suara pelan, tapi masih terdengar oleh Raka. Chesa sedari tadi menyaksikan cekcok mereka bertiga. Citra mendadak mendekatinya. "Makasih, Kak. Udah nolongin aku," ucap Citra. Dia tersenyum walaupun berurai air mata. "Iya, sama-sama." Chesa melempar senyum manis. Raka malah terkekeh membuat Hana dan Keisha saling menatap kebingungan. "Kalian pasti bingung gue ketawa kan? Gue ketawa karena lihat kebodohan kalian. Kalian itu bodoh," ucap Raka nyelekit. "Kalian enggak bakal bisa ngerubah perasaan orang hanya dengan berbuat sesuatu yang enggak baik ke orang itu." lanjut Raka. Telapak tangan Hana mengepal dengan sangat kuat setelah mendengar kata-kata yang dilontarkan oleh Raka. Dia terkejut ketika melihat Chesa berada di sana. Mungkin kah Chesa yang memberitahu ke Raka kalau dirinya dan Keisha sedang membully Citra? "Sekeras apapun usaha kalian buat misahin gue sama Citra, kalian enggak bakal bisa. Gue udah sayang sama Citra selamanya," setelah mengucapkan itu, Raka menghampiri Citra. Dia memegang pipi Gadis itu, menatapnya dengan lekat sembari berkata, "Jangan nangis lagi. Gue bakal selalu jagain lo mulai detik ini," Citra mengangguk. Hana yang menyaksikannya jengkel sendiri. Tangan Raka beralih menggandeng telapak tangan Citra dengan erat kemudian membawa Gadis itu pergi. Raka tidak menganggap Chesa berada di sana. Saat ini kedua netra Chesa berkaca-kaca. Tak Hana dan Keisha mengganggunya, Chesa pergi dengan langkah cepat. Dia tidak peduli dengan resiko buruk yang menimpanya besok nanti. **** Raka membawa Citra ke kosannya. Devian mengernyitkan dahi karena tidak mengenal wanita yang dibawa oleh Raka. "Dia siapa?" Devian penasaran, tapi Raka masuk begitu saja tanpa menghiraukan Devian. "Parah lo! Gue tanya kok malah dikacangin," Devian berpaling ke arah Citra, "Lo siapa? Main nyelonong masuk." protesnya. "Gue Citra," jawab Citra singkat. "Citra siapa? Perasaan gue enggak pernah denger nama lo." Devian memutar otak mengingat pernah kah seseorang dengan nama Citra muncul di kehidupannya? Perasaan tidak karena baru kali ini Devian mendengar nama itu. "Hidung pesek, Curut, namanya mirip merek produk kecantikan. Lo masih enggak inget?" Citra merotasikan bola matanya. Raka memutuskan untuk tidak terjun dalam pembicaraan mereka karena baginya hal itu membuang waktu. Dia berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Mendengar perkataan Citra barusan, Devian baru ingat. Citra adalah sepupu Raka yang memiliki tubuh gemuk, namun Devian bertemu Citra saat tahun di mana dirinya baru menginjak usia 10 tahun. Bisa dibilang sudah sekitar 7 tahun dia tidak bertemu dengan sepupu sahabatnya itu. "Lo Curut?" Devian memastikan. Citra menggeplak kepala Devian membuat Laki-laki itu meringis kesakitan. "Dari dulu sampe sekarang tetep aja masih manggil gue curut." dongkol Citra. Devian memandang Citra dari bawah sampai atas. Bagaimana sepupunya Raka sekarang bisa secantik ini? "Kenapa lihat-lihat!? Naksir lo," bentak Citra yang menyadarkan Devian. "iih.. amit-amit," Citra mendecak. Dia melangkah ke sofa untuk duduk. Hari ini baginya hari yang sangat s**l karena rambut panjang indahnya kini sudah dipotong secara paksa! "Pfftt," Devian menahan tawa melihat potongan rambut Citra yang tidak seimbang. "Napa lo?!" Devian menggeleng pelan. Dia mendudukkan diri tak jauh dari Citra. "Lo makan apa sampe wajah lo cantik kaya gitu?" secara tidak langsung, Devian memuji Citra. "Makan usus lo! Udah ah, jangan ganggu gue dulu. Gue lagi badmood nih," "Lo kenapa pakai seragam mirip sekolah gue?" tanya Devian. "Panjang ceritanya. Mending lo tanya aja ke Raka," Citra berdiri. Dia pergi untuk mandi, tapi seketika dia mendecak kesal mengetahui Raka sedang menggunakan WC. "Ada si Raka kan?" Devian tertawa kemenangan. Citra sekarang tidak akan bisa menghindari pertanyaan darinya. "Cerita buruan. Kenapa lo bisa sampai ke sini?" cecar Devian. "Gue secara suka rela lagi bantu Raka," akhirnya Citra menjawab pertanyaan Devian dengan benar. "Bantu apa?" "Gu-" "Bantu anterin Citra ke salon buat ngerapihin rambutnya," Raka tiba-tiba muncul memotong perkataan Citra. "Ogah," Devian menolak mentah-mentah. "Gue hari ini mau tenang tanpa teriakan histeris para cewek," ucapnya dengan percaya diri yang tinggi. *** Karena semua pekerjaannya telah selesai, Rumaisa beristirahat di depan TV. Jika Pandu tidak ada di rumah, kesibukan Rumaisa tak terlalu padat. Gea bergabung duduk di sebelah Rumaisa. "Udah selesai kerjaannya, Ge?" tanya Rumaisa yang mengalihkan pandangan dari TV yang sedamg menyala. "Udah beres semua, Mbak." sahut Gea. Mereka selama beberapa menit hening. Indra penglihat Rumaisa tak sengaja melihat bingkai yang berisikan foto Pandu bersama anak perempuan kecil di dekat TV. "Kamu pernah liat anaknya tuan enggak sih?" Rumaisa tiba-tiba bertanya seperti itu. "Pernah Mbak. Dia cantik, tapi judes." ujar Gea terus terang. "Judes?" Gea mengangguk cepat. "Kalau Mbak ketemu dia, sebaiknya siap-siap sakit hati." Rumaisa menatap Gea dengan penuh kebingungan. "Loh, emangnya kenapa?" "Karena anak perempuannya Tuan itu enggak tau sopan santun. Dia sering kasar dan enggak memandang lebih tua atau lebih muda. Pokoknya aku benci banget sama tuh anak," jelas Gea panjang lebar. Rumaisa mengangguk paham. Jika dia menikahi Pandu, maka harus berusaha keras untuk merebut hati anaknya. "Eh, kenapa pikirannya kaya gitu." batin Rumaisa. "Mbak kok diem aja?" tegur Gea. "Enggak ngomong sesuatu gitu?" lanjutnya. Rumaisa tertawa kecil. "Ngapain bicara tentang anaknya Pandu? Toh, percuma karena sifat seseorang hanya Tuhan yang bisa ngerubah." ujar Rumaisa. "Mbak ini religius benget," puji Gea. ***** Entah untuk berapa kalinya, Hana menginap di rumah Keisha. Persahabatan mereka sangat dekat bahkan rumah Keisha sudah Hana anggap sebagai rumahnya sendiri. Jangan tanya reaksi orangtua Keisha karena Keisha sendiri tidak mempunyai Ayah dan Ibu akibat insiden kecelakaan 3 tahun lalu. Itulah yang membuat sikap Keisha berubah drastis. Keisha merasa Tuhan tidak sayang padanya. Hidupnya sekarang sudah tersesat jauh sejak kehadiran Hana dalam hidupnya karena Hana cenderung mengajak Keisha untuk berbuat tidak baik. "Gue sebel banget sama si Citra!" Hana masih mengingat jelas kejadian sore tadi. "Gue curiga kalau Chesa yang bilang ke Raka," Keisha tampak berpikir. "Pasti lah! Cuma Chesa yang ada di tempat itu," ujar Hana. "Lihat aja nanti. Gue bakal bully dia sampai nangis air mata darah. Gue enggak bakal terima gitu aja karena si parasit itu udah bikin Raka benci sama gue." lanjut Hana dengan menggebu-gebu. "Untuk urusan balas dendam lo, serahin aja ke gue." Keisha menyentuh pundak Hana. Berusaha menenangkan Sahabatnya itu. **** "Pokoknya lo jangan bilang ke Devian alasan lo sebenarnya ke sini?" Raka berbisik saat Citra sedang menunggu giliran di Salon. Devian? Laki-laki itu pulang duluan karena sungkan menanti Citra. "Alasannya?" "Devian itu suka sama si Hana. Dia pasti enggak terima Hana diusik," jawab Raka. "Oke, tenang aja. Tapi gue bantu lo cuma dua minggu doang ya, jangan lebih." ucap Citra yang langsung dibalas angggukan oleh Raka. "Gue capek bersikap polos. Waktu gue dijebak sama si Hana dan Keisha s****n, sebenarnya gue enggak tahan buat ngeluarin tinju ke dua anak itu. Gue bener-bener sebel tau enggak!" emosi Citra kini meluap-luap. Raka mengusap punggung sepupunya itu. Berusaha menguatkan agar Citra lebih sabar. "Ntar kalau gue udah jadian sama Chesa, gue bakal ngasih lo duit," "Berapa?" Citra memandang remeh Raka. "Sepuluh juta!" seru Raka. "Prett. Palingan sepuluh ribu," Citra kemudian tertawa renyah. Raka menatap jengah sepupunya itu. "Lima ratus ribu nanti gue kasih kalau udah bener-bener jadian," ucap Raka. "Oke. Lo bilang kaya gitu udah gue anggep utang ya," ujar Citra. Citra Lavira sebenarnya adalah sepupu Raka yang mau membantu Raka setelah saudaranya itu cerita tentang Chesa panjang lebar. Tugas Citra adalah pura-pura menjadi pacar Raka, berlagak polos dan membuat Chesa cemburu begitupun Hana. Alasannya melakukan itu agar Chesa lebih menyadari perasaannya dan bisa menerima hati Raka. Tapi waktu Citra untuk membantu Raka hanya dua minggu mengingat dirinya juga seorang pelajar SMA. "Citra Lavira," seorang Wanita tiba-tiba memanggil. Citra seketika terkesiap.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD