CHAPTER 20: Tangga

1501 Words
Citra mendongak ke sumber suara. Nampak seorang Wanita berseragam khas salon tersebut. Dia kira ibunya yang memanggil karena suara mereka benar-benar mirip. "Silahkan masuk," ucap Wanita itu. Chesa berdiri dan membuntuti dari belakang. Raka? Dia sekarang merasa risih karena sedang ditatap para wanita yang ada di sekitarnya. **** Chesa hari ini ragu apakah akan sekolah atau tidak karena ia takut Hana akan mengganggunya. Chesa tahu betul Hana adalah orang yang suka menaruh dendam. Terlebih lagi, Raka membentak Hana seperti itu pasti Hana tidak akan tinggal diam. Seharusnya Chesa langsung pergi dari tempat itu. Kenapa dia tetap mematung di sana kemarin? "Kamu enggak berangkat sekolah, Nak?" Rumaisa bertanya setelah melihat anaknya tak kunjung berangkat sekolah padahal sudah 6:45 pagi. "Kayaknya enggak deh, Bu. Aku lagi enggak enak badan," balas Chesa sembari memegang kepalanya. "Oh, ya udah kalau gitu. Kamu istirahat, Mamah pergi ke tempat kerja dulu ya." ucap Rumaisa. Ia berdiri. "Tunggu, Mah." Rumaisa menoleh, "Kenapa?" "Lova enggak ditinggal aja di rumah?" tanya Chesa. "Kamu emang bisa jagain dia?" Rumaisa menanya balik. "Bisa kok. Mamah berangkat sendirian aja sana," ucap Chesa. Rumaisa tampak berpikir sebentar kemudian dia menurunkan Lova dari gendongannya. "Sini sama kakak ya," Chesa memasang raut muka manis agar adiknya mau bersamanya. Setelah itu, Rumaisa pergi untuk berangkat kerja. **** Citra sekarang muncul dengan rambut pendek sebahu, tapi tetap saja auranya sangat kuat. Citra terlahir dari keluarga yang memiliki visual luar biasa. Itulah yang membuatnya mempunyai wajah cantik seperti sekarang. Saat berpapasan dengan Hana dan Keisha, Citra pura-pura tidak melihat mereka berdua. Dia malah berjalan dengan lagak yang membuat orang yang melihatnya akan menyebut 'sok cantik', tapi Citra memang cantik sih. "Hiih. Rasanya gue pengin nyiram muka dia pake air got biar sadar," kata Hana gemas. Bukan gemas karena keimutan Citra, tetapi ia gemas ingin merusak wajah Gadis itu. "Bodoh," umpat Raka yang mendengar perkataan Hana barusan. "Ra-raka," demi planet Neptunus! Hana sangat malu sekarang. "Apa? Lo mau pura-pura lagi ke gue? Gue sekarang enggak akan ketipu lagi." ucap Raka nyelekit. Dia mengayunkan kaki mendekati Citra yang sedang terkekeh menyaksikan Hana ditangkap basah sedang mengatakan hal yang tidak baik tentang dirinya. "Kan udah gue bilang, jangan gegabah." Keisha muncul dari arah belakang. "Tau ah, gue capek. Mungkin ini udah waktunya nyerah," ujar Hana putus asa. "Lo nyerah? Lo Hana Mahesawari kan?" Keisha meletakkan telapak tangannya dikening Hana. Mengecek apakah Gadis itu sehat atau tidak karena Keisha sudah mengenal Hana. Hana tidak akan menyerah begitu saja, namun sekarang malah kebalikannya. "Lo jangan nyerah. Gue bakal mikir rencana biar Raka suka lagi sama lo," ucap Keisha menenangkan. "Lo emang bisa?" "Lo enggak takut sama si Citra itu?" Hana kini mencecar. Keisha terkekeh. "Sejak kapan lo takut sama seseorang? Lo masih waras kan?" Keisha memandang remeh Hana. "Lo nyebelin persis kaya Citra!" dongkol Hana. Dia berlalu cepat meninggalkan Keisha yang sedang mematung. "Liat aja nanti. Gue bakal balas dendam buat lo," ucap Keisha. **** Citra kini menghampiri Raka yang ada di kelas 11. Seperti biasa, saat Hana ada di dekat mereka, Citra sangat dekat dengan Raka. Dia selalu merangkul lengan Raka. Seisi murid Kauman sudah tahu bahwa mereka berdua pacaran. Ada yang setuju pada hubungan mereka, tapi ada juga yang merasa marah khususnya murid laki-laki lantaran mereka tidak bisa lagi mendekati Citra. "Kita mau makan apa, sayang?" tanya Citra manja. "Terserah kamu," Hana merasa panas sendiri, sedangkan Keisha menatap Raka dan Citra dengan tatapan datar. Mereka berdua keluar sembari bergandengan tangan. Tak peduli omongan demi omongan murid yang melihat mereka. Tanpa mereka sadari, Keisha mengikuti dari belakang. Entah apa maksud Gadis itu. Dia terus mengikuti Raka dan Citra. Sampai akhirnya mereka berdua sedang menuruni tangga. Keisha menyeringai. Dengan sengaja, dia mendorong Citra hingga Gadis itu terjatuh. Niat Raka ingin menolong Citra, dia malah ikut terjatuh. Keisha merasa senang sekaligus khawatir. Di sisi lain dia bisa membuat Citra jatuh, tapi kenapa Raka harus ikut terjatuh? Raka dan Citra berguling ke tangga demi tangga hingga akhirnya, sampai di lantai bawah. Mereka berdua tidak sadarkan diri. Raka mengalirkan darah dari kepalanya, sedangkan Citra terluka di bagian kening. Murid yang melintas seketika kedua netra mereka membulat sempurna melihat keadaan Raka dan Citra yang membuat siapapun melihatnya bergidik ngeri. Semua murid berkerumun melihat Raka dan Citra. Selaku ketua osis memanggil ambulance. Ada juga yang sedang berusaha menghentikan pendarahan yang terjadi pada Raka. "Gue curiga kalau Hana dalang kejadian ini," bisik murid perempuan kepada temannya. "Tapi enggak tau juga. Siapa tau ada orang yang enggak sengaja dorong mereka," balas murid lain. "Kasihan. Semoga Raka baik-baik aja karena dia pendarahan banyak banget kaya gitu," Beberapa menit kemudian, ambulance datang. Raka dan Citra langsung dibawa ke rumah sakit. Hana terkesiap mendengar suara ambulan. Dia mengintip melalui jendela. Hana yang sangat penasaran, berlari menanyakan hal tersebut ke Keisha, tapi tiba-tiba Keisha muncul dengan tangan gemetar dan juga keringat yang membasahi keningnya. "Lo kenapa?" Hana bertanya-tanya. "Kok kaya ketakutan gitu sih," lanjut Hana. Keisha diam. "Sha!" Hana memegang pundak Keisha lalu mengguncangnya. "Eh, apa?" "Lo kenapa kok raut lo beda dari biasanya sih?" "Enggak. Gue enggak kenapa-kenapa," balas Keisha. "Yang sakit siapa, Sha? Kok sampe ada ambulance sih?" "Eng-enggak tau," Keisha kini gugup. Dia tidak mungkin memberitahu yang sebenarnya pada Hana sebab sahabatnya akan membenci dirinya karena sudah menyelakai Raka. "Kok lo jadi gugup gitu sih?" Hana kini merasa curiga. Keisha berusaha mengatur sikapnya. "Gue enggak gugup. Lo salah denger ya," kini gaya bicara Keisha seperti biasanya telah kembali. Hana melangkah keluar. Dia mencari seseorang untuk bertanya kenapa ada ambulance di sana. Murid-murid yang melintas di dekat Hana terlihat berbisik. Mereka memandang sinis anak pemilik sekolah itu seolah-olah Hana telah melakukan sesuatu yang melewati batas. Sekarang semua murid seakan-akan tidak takut lagi pada Hana malah mereka menatap Hana dengan tatapan jijik. "Heh, Nia!" panggil Hana setelah melihat adik kelasnya itu akan menuruni tangga. Langkah Nia terhenti. Dia menengok ke belakang tepat di mana Hana berada. "Tadi yang sakit siapa?" tanya Hana. "Kak Citra sama Raka jatuh dari tangga jadinya mereka dibawa ke rumah sakit," ujar Nia tak berani menatap Hana. "Itu darahnya," Nia menunjuk lantai yang terdapat darah Raka di sana. Beberapa murid sedang membersihkan cairan merah yang berceceran itu. Hana seketika tersentak. Darah Raka banyak sekali, ia sekarang cemas laki-laki yang disukainya itu kenapa-kenapa. Setelah mengatakan itu, Nia melanjutkan langkahnya. Dia bergidik takut mendengar gosip-gosip teman sekelasnya maupun kakak kelasnya kalau Hana lah yang mencoba membunuh Citra dan Raka dengan cara mendorong mereka berdua dari tangga. **** "Aww," Chesa meringis kesakitan setelah jarinya dengan tidak sengaja teriris oleh pisau. Entah kenapa, wajah Raka tiba-tiba muncul dikepalanya. "Dia baik-baik aja kan di sekolah?" tanya Chesa pada dirinya sendiri. Mendadak pikirannya cemas ketika Raka muncul dipikirannya. ***** Saat ditanya tentang keluarga pasien, murid yang mengantarkan Raka dan Citra ke rumah sakit menggedikkan bahu karena sama sekali tidak tahu nama orangtua Raka maupun Citra. "Kalian kenapa ada di sini? Bukannya sekarang jam pelajaran ya?" tanya Devian yang tiba-tiba muncul. Salah satu murid yang mengantarkan Citra dan Rakapunsenang atas kehadiran Devian. "Raka sama Citra jatuh dari tangga," ucap Gadis itu. "Ha?! Jatuh gimana?" Devian tidak percaya. "Raka jatuh dan ngalamin pendarahan hebat kalau Citra masih ringan lukanya," jawab murid itu. "Dok, dia termasuk keluarga pasien." ucap Murid berponi di atas alis. Mereka berdua izin pergi karena jam sekolah mereka masih panjang. Devian mengizinkannya. Devian sudah 4 hari ini tidak masuk sekolah karena dia terkena penyakit diare. Kebetulan Devian ke rumah sakit untuk membayar tagihan obat yang 2 hari lalu belum dia bayar. Dia syok bukan main mendengar kabar mengejutkan yang tidak pernah dia duga sebelumnya. "Bisa ikut saya?" ucap Dokter perempuan itu. "I-iya, Dok." Devian mengikuti dari belakang. Sampai akhirnya dia sampai pada sebuah ruangan yang sangat rapih dan di dalamnya lengkap dengan ranjang pasien yang digunakan untuk memeriksa. "Mbak Citra sama Mas Raka itu kedua temen kamu?" tanya Dokter itu memastikan. Devian mengangguk cepat. "Keadaan Mbak Citra enggakpapa karena luka yang dialami dia ringan," "Kalau Raka?" Devian tidak sabar mendengar keterangan Dokter itu. Dokter yang bernama Hilda itu tampak menghembuskan nafas perlahan seakan-akan berat untuk mengatakan bagaimana keadaan Raka. Melihat reaksi Dokter itu yang terkesan kecewa, Devian semakin panik. "Jawab, Dok." "Temen kamu yang cowok itu kemungkinan akan hilang ingatan karena luka dikepalanya sangat parah," ujar Dokter Hilda. "A-apa?" Devian memandang Dokter Hilda dengan raut muka tidak percaya. **** Suara ketukan pintu yang keras membuat Rumaisa melangkah cepat untuk membuka. Dia menarik pintu dan nampak seorang Gadis sembari menyilangkan d**a. Raut mukanya memandang sinis Rumaisa. "Bukain pintu kok lama banget sih!" kesal Hana. Dia mendorong Rumaisa dengan kasar. "Maaf, anda siapa ya?" Rumaisa tidak mengenal anak majikannya itu karena sejak hari pertama dirinya bekerja, Rumaisa tidak pernah melihat wajah anak perempuannya Pandu. Hana melempar tasnya dengan asal. Dia duduk dan melepas sepatu. Dengan santainya, Hana menidurkan diri disofa. Rumaisa tentunya kesal. Dia mengampiri Hana. "Anda siapa? Kok main tidur-tiduran kaya gitu?" tanya Rumaisa sekali lagi. "Berisik lo! Gue mau tidur!" Hana membentak orang yang lebih tua darinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD