CHAPTER 14: 3 hari

1506 Words
Ya, Hana tiba-tiba menghampiri mereka. Merusak quality time Raka dan Chesa. "Lo kenapa bisa ada di sini?" Raka terheran-heran. "Gue dihukum juga." ujar Hana padahal dirinya pergi begitu saja meninggalkan jam pelajaran. Dia tidak mau Raka dekat dengan si Parasit itu. Tidak akan! Walaupun hanya 1 detik. Raka akan menjadi miliknya selamanya. "Kalian udah selesai bersihin kamar mandi?" Hana bertanya. Raka berdeham, sedangkan Chesa berdiri sambil mengusap-usap bagian belakang roknya untuk membersihkan debu yang menempel. "Mau ke mana, Sa?" Raka mendongak. Kedua netra coklatnya menyipit kala sinar matahari menyorotinya. "Balik ke kelas," Chesa menjauh dari mereka berdua. "Tunggu! Kata Pak Dodi, kita enggak boleh ke kelas sebelum jam istirahat." Raka berusaha mencegah, namun Chesa tidak menghiraukannya. "Lepas. Ini semua gara-gara lo," Raka melotot ke arah Hana membuat Gadis itu seketika melepaskan rangkulannya. Chesa melangkah cepat menuju kelasnya. Dia bahkan berlari kecil. Kejadian tadi memang menyenangkan, tapi semua berubah ketika Hana datang. Saat sudah sampai, seisi kelas seketika memandang ke arah Gadis yang berambut kuncir kuda itu. Bu Nana yang menyadari kehadiran Chesa spontan berpaling ke arah Chesa yang masih di ambang pintu. "Bukannya Pak Dodi nyuruh kamu dan Raka bersihin kamar mandi sampai istirahat ya?" tanyanya. "Saya udah selesai bersihin kamar mandi Bu," respons Chesa. "Raka mana?" Bu Nana menilik ke sisi samping Chesa, namun Raka tidak ada. "Dia lagi di rooftop sama Hana, Bu." ujar Chesa. Bu Nana sedikit terkejut mendengar jawaban murid perempuannya itu jadi, ini alasan Hana tiba-tiba meninggalkan jam pelajarannya. "Oh, ya udah. Kamu boleh duduk," Bu Nana mempersilahkan. Chesa lega. Baru 5 detik Chesa bersimpuh, Raka mendadak muncul di belan pintu. "Bu, saya boleh ikut pelajaran kan?" tanya Raka yang langsung dibalas anggukan Bu Nana. Hana? Hana mengintil Raka dari belakang. **** Sepanjang jam pelajaran tadi, Chesa dibuat risih karena Hana selalu melempar pandangan tajam ke arahnya. Dia cemas Hana akan mengganggunya. Kedua netra coklat Chesa memandangi orang yang berlalu lalang sedang mengambil makanan di kantin dengan tatapan yang kosong. "Heh, kok bengong?" Raka menyentuh bahu Chesa dengan tangan kirinya, sedangkan ditangan kanannya ia membawa semangkok bakso. "Ngapain lo ke sini?" Chesa menunjukkan raut muka tidak suka. Raka menarik bangku yang berada di depan Chesa kemudian mendudukan diri di sana. "Ya, buat makan bareng sama lo lah," ujar Raka santai. "Enggak bisa lah," "Bisa." "Enggak," "Bisa," Kesabaran Chesa sekarang sudah habis! Dia sangat tidak suka kalau Raka selalu mengikutinya ke manapun. Chesa beranjak dari tempat itu untuk menuju ke perpustakaan, tapi beberapa langkah ia terhenti kemudian menoleh ke belakang. "Jangan ngikutin gue terus. Gue enggak suka." kata Chesa. Raka tidak mendengar, tapi ia memerhatikan pergerakan bibir Chesa membuatnya mengerti apa yang diucapkan Gadis tersebut. BRRUUUKKH Seketika Chesa melengak ke atas. Gawat! Dia barusan menabrak Hana, Gadis yang baginya adalah iblis. Tadinya Hana akan menghampiri Keisha yang berada di kantin, tapi terhenti karena Gadis yang menurutnya Parasit. "Kalau jalan lihat-lihat dong," Hana menilik wajah Chesa. Dia melipatkan tangan didada. "Ma-maaf." Chesa sekarang panik karena takut dibully. "Niatnya sih, gue hari ini mau libur nge bully lo, tapi lo bikin kesel gue." Hana memasang tampang remeh. "Hmm, apa gue kasih pelajaran buat lo, ya?" "Ja-jangan. Gue janji bakal lihat-lihat kalau jalan," "Ji-jingin. Gi jinji bikil lihit-lihit kili jilin," Hana menirukan ujaran Chesa. Hana seketika merubah ekspresinya ketika melihat Raka yang muncul di belakang mereka. Jarak Raka antara Hana dan Chesa jauh, namun Hana tidak bisa menunjukkan sifat aslinya. Dia tahu pasti Raka akan sangat membencinya. Sudut bibir Hana terangkat. "Eh, Sa. Lo mau ke perpus? Gue ikut dong," Hana merangkul bahu kurus Chesa. "Lo pura-pura akrab sama gue." bisik Hana seraya menuntun Chesa ke perpustakaan. *** Malam sudah tiba, Devian memasak makanan untuk dirinya saja dan melalaikan Raka. Kemarin ia baru saja pulang dari Bali, kampung halamannya untuk menumpahkan rindu pada orang tuanya. Mendengar nada dering over the horizon berbunyi dari ponsel Raka, Devian mengambil handphone sahabatnya yang berada di atas meja ruang tamu. Nampak huruf membentuk kata 'Ayah' tertera diponsel itu. "Woy! Ada telfon." ucap Devian. Raka keluar sambil mengusak rambutnya yang basah menggunakan handuk. Dia suka sekali mandi malam baginya, malam-malam membersihkan diri itu menyegarkan. "Siapa?" "Bapak lo," Devian menyerahkan benda pipih dan lebar tersebut. Raka meraihnya. Dia menjauh karena tidak ingin Devian mendengar pembicaraannya. "Ada apa?" "Tumben Ayah telfon langsung diangkat." "Ngomong langsung ke intinya. Raka enggak suka bertele-tele," "Besok ke sini untuk peringatan kematian ibumu dan Ayah mau bilang sesuatu ke kamu," Raka tentunya ingat. Besok adalah peringatan kematian ibunya yang ke-10 tahun. Dia tidak merasa sudah 10 tahun ditinggal mati oleh Wanita yang paling disayanginya itu dan pada saat 10 tahun lalu, Raka berubah menjadi anak laki-laki yang tidak pendiam. Tanpa berkata apapun, Raka menutup sambungannya. Dia harus tidur awal untuk bangun pagi dan melakukan perjalanan yang panjang. **** Untuk kedua kalinya Rumaisa menginap di rumah Pandu. Dia ditugaskan untuk menjaga rumah majikannya itu, sedangkan Gea sudah pulang jam 5 sore tadi. Melelahkan memang, tapi ada untungnya karena Rumaisa bisa merasakan kasur empuk. Di rumah sesungguhnya, Rumaisa hanya tidur di kasur yang terbuat dari kapas. Ukurannya kecil membuat Rumsisa tidak nyaman. Suara gerbang yang dibuka membuat Rumaisa terperanjat dari duduknya. Dia melihat lewat jendela, terlihat mobil berwarna hitam gelap yang tak lain adalah mobil milik majikannya. Tapi tunggu, "Perempuan itu siapa?" Rumaisa bertanya-tanya ketika melihat seorang wanita asing yang mengendarai kendaraan roda empat itu. Tidak ingin tenggelam dalam rasa penasaran, Rumaisa mengayunkan kaki menuju pintu. Tok tok tok tok Ketukan pintu yang memburu membuat Rumaisa merasa risih. Dia menarik daun pintu. Mendadak alis Rumaisa bertaut menyaksikan Pandu dalam keadaan mabuk dan sedang dituntun oleh Wanita berpakaian minim. "Ini. Dia majikan lo kan? Apa lo istrinya?" ucap Wanita asing tersebut. Rumaisa diam. "Lo urus dia. Gue udah capek nganterin dia sampe ke rumahnya. Udah ya... bye," lanjut Wanita itu seraya menyerahkan Pandu ke Rumaisa. Rumaisa menerima. Wanita itu berjalan dengan lenggak-lenggoknya dan berlalu begitu saja. "Fani, anak kita udah besar," kini Pandu mulai meracau. Rumaisa memencet hidung dengan tangan kirinya karena mencium bau alkohol yang kuat. Rumaisa menutup pintu berwarna coklat itu. Tak lupa, ia menguncinya. "Tadi bilang mau lembur kerja, tapi ternyata malah kaya gini." gumam Rumaisa sedikit kesal. Dia berusaha keras membawa tubuh Pandu yang menurutnya berat menuju kamar. "Ampun. Hah, hah, hah," Rumaisa ngos-ngosan. Dia kelelahan. Jarak kamar Majikannya antara pintu sangat jauh dan harus melewati ruang keluarga dan ruang makan. "Gue bakal minta dia naikin gaji." oceh Rumaisa memandangi Pandu yang sudah tidak sadarkan diri. Rumaisa memilih untuk menyeret majikannya itu. Dia tidak peduli jika dipecat karena ketahuan menyeret majikannya karena Rumaisa yakin Pandu tidak akan ingat. "Maaf yang sebesar-besarnya," Rumaisa mengusap kedua tangan kemudian memegang kaki Pandu dan mulai menyeret. Beberapa menit kemudian, Rumaisa sampai di ambang pintu kamar Pandu. Dia dengan sekuat tenaga mengangkat Tuannya itu untuk membaringkannya di kasur. Sungguh! Ini hari yang melelahkan bagi Rumaisa. Rumaisa membuang nafas lega setelah berhasil merebahkan Pandu. Dia menyapu sedikit keringat yang mengucur di keningnya. "Fani," Pandu terus saja mengigau nama itu. Rumaisa dibuat heran. Dia menggelengkan kepala, lalu meninggalkan ruangan itu. Tapi ada telapak tangan yang memegangnya. Mencegah agar Rumaisa tidak pergi. "Fani, Mas kangen kamu," Pandu menarik kencang Rumaisa. Sontak Rumaisa terjatuh ke ranjang Pandu. Rumaisa melihat iris mata Pandu yang begitu coklat. Dia baru pertama kali sedekat ini dengan laki-laki setelah suaminya meninggal beberapa tahun lalu karena kanker paru-paru. Mereka berdua saling menatap satu sama lain cukup lama. Sampai akhirnya, mereka melakukan sesuatu yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh pasangan belum terikat pernikahan. **** Sekarang sudah jam 7:30 pagi, tetapi tubuh Raka sama sekali tidak muncul di seantero SMA Kauman. Chesa sebenarnya menunggu kehadiran Laki-laki itu dari tadi. Entah kenapa, Chesa merasa kurang jika tidak ada Raka di dekatnya. Di tempat lain, Hana mendapat kabar dari Keisha bahwa Raka izin tidak masuk 3 hari. "Loh, emangnya kenapa?" tanya Hana penasaran. "Peringatan kematian ibunya yang ke-10 tahun." "Tapi kok sampe tiga hari sih? Lama banget." protes Hana. "Katanya sih, sekalian mampir ke runah neneknya." kata Keisha. "Ini kabar bagus dong, kenapa lo cemberut? Seharusnya bahagia." lanjut Keisha mengamati wajah Hana. "Kabar bagus gimana? Gue sedih karena satu hari enggak ngelihat dia itu rasanya enggak enak apalagi tiga hari," Hana memasang raut muka kusut. "Emang lo pernah ngalamin enggak ketemu dia satu hari?" "Pernah lah! Waktu hari minggu." Hana menggeplak kepala Keisha. Keisha meringis. "Aw... lo kasar ya," "Jadi maksud lo itu apa? Kenapa bilang kalau ini kabar bagus?" Hana kembali ke topik pembicaraan. "Kita bisa bully Chesa!" seru Keisha dengan girang. Hana baru sadar kalau tidak kehadiran Raka ada untungnya. Sekarang dia bisa memberi pelajaran pada Chesa sepuasnya. *** Kedua mata Rumaisa mengerjap beberapa kali dan tak lama kemudian matanya terbuka lebar. Dia tahu yang dilakukan tadi malam itu salah. Rumaisa benar-benar khilaf. Ia berharap Pandu tidak mengingat kejadian tadi malam karena Rumaisa tidak ingin hal tersebut berbuntut panjang. Rumaisa dengan cepat menghampiri Lova yang berada di kamar sebelah. Semoga saja anaknya tidak menangis. *** "Ke rooftop," bisik Hana tepat ditelinga Chesa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD