Chapter 72: Terjebak

1510 Words
Sinar matahari menyeruak di kisi-kisi jendela. Kedua mata Raka menyipit. Dia melihat ke sekitar untuk mengetahui di mana dia berada sekarang. Tak lama, dia baru sadar karena dirinya berada di suatu ruangan yang asing. Raka terduduk. Dia merasakan lengannya dipegang oleh Seseorang. Kontan Raka menoleh. Dia tersentak sekaligus tak menduga. Orang yang kini bersamanya adalah Hana! s**t! Bagaimana dia bisa bersama dengan wanita yang ia benci?! Raka memegang kepala saat rasa pening itu kembali. Ia mencoba mengingat kejadian tadi malam. Dirinya ke restoran. Hana disenggol oleh Pramusaji hingga minumannya tumpah dan dia menghampiri pelayan itu kembali. Saat dia meminum minuman miliknya, kepalanya berdenyut sakit. Dia tak bisa memaksakan diri untuk mengingat. "Sayang, aku udah jadi milik kamu sepenuhnya. Tadi malam kamu mainnya kasar." bisik Hana dengan nada menggoda. Raka jijik mendengarnya. "Dasar cewek licik! Harusnya Chesa yang rebut keperjakaan gue! Gue gak akan pernah maafin lo." Dia beranjak pergi meninggalkan Hana sendirian. Hana tersenyum tipis. Keinginannya sebentar lagi akan terwujud meski semalam dirinya harus mengorbankan sesuatu kepada Orang yang tidak dia sukai sama sekali. Hana meremas kuat selimut yang masih dia kenakan. Dia membenci Devian! Melebihi rasa bencinya kepada Chesa. **** Grup chat SMA Kauman dihebohkan dengan video pengakuan Devian kalau dia sudah membunuh Gio di rooftop. Semua sangat tidak menyangka. Devian terlihat biasa saja di hadapan Gio. Mereka tak pernah kelihatan bertengkar. Tapi Devian tiba-tiba mengaku kalau dia yang melenyapkan Gio. Chesa pun tak kalah terkejut ketika melihat video itu. Di sisi lain, dia senang karena pastinya Raka yang ada di balik semua ini. Rencana Raka semalam berhasil. Gadis itu segera beranjak dari duduknya. Dia bersiap pergi ke apartemen Raka. Saking terburu-buru, dia sampai tidak menghiraukan sang ibu yang terus memanggilnya. "CHESA PERGI DULU, YA!" "KAMU MAU KE MANA?!" sahut Rumaisa, juga berteriak dari dapur. "MAU KE RUMAH TEMEN SEBENTAR!" Chesa lari keluar rumah. Saat itu juga Suami Rumaisa muncul dengan pakaian olahraga dan Lova di gandengannya. "Ya ampun. Kamu terlihat semangat sekali,. Akan ke mana?" tanya Suami Rumaisa. Chesa berhenti, "Aku mau ke rumah teman dulu, Om." "Ini," Pandu mengeluarkan uang dari sakunya. Chesa mengibaskan tangan, "Enggak perlu, Om. Aku udah bawa uang sisa uang saku kemarin kok." "Uang itu ditabung saja. Pakai uang ini untuk berbelanja bersama temanmu." "Tapi enggak usah, Om A--" Pandu meraih tangan Chesa, dia meletakkan uang itu tepat di telapak Chesa. "Sudah. Jangan membuang waktu dengan terus menolak. Kamu berhak mendapatkan uang ini. Kamu, kan, juga Putri saya." Chesa terharu mendengarnya. Setelah beberapa tahun sang ayah meninggal, hari ini dia melihat sosok ayah yang tulus berdiri di depannya. "Makasih, Om. Aku permisi dulu," "Baiklah. Hati-hati." *** Raka mengepalkan tangan. Ia berkali-kali memukul tembok, tidak peduli dengan jarinya yang telah mengeluarkan darah. Dia benci wanita itu! "Argghh!" Raka menggeram kesal. Dia memukul dinding kembali. Tidak ada cara lain yang bisa dia lakukan selain menyakiti dririnya sendiri. Takdir seakan mempermainkan dirinya. Raka yang menjebak Hana, sekarang malah dia lah yang terkena akibat dari jebakan yang ia buat sendiri. Raka tidak tahu bagaimana reaksi Chesa nanti. Tetapi sebisa mungkin dia akan menyembunyikan hal itu. "Raka berhenti!" pekik seorang Gadis yang baru saja datang. Dia memegang tangan Raka kala Cowok itu akan memukul dinding lagi. "Kenapa sih kamu nyakitin diri sendiri?! Ada masalah apa? kamu bisa cerita sama aku. Jangan kayak gini." Chesa mengusap darah yang keluar dari tangan Raka menggunakan ujung bajunya. Raka menatap Chesa dengan tatapan kosong. Gadis itu sangat baik. Dia merasa sangat bersalah. Andai tadi malam dia tidak ke restoran itu, mungkin hal menjijikan itu tak terjadi. "Chesa," panggil Raka dengan suara serak. "Ayo duduk. Ceritain semua masalahnya ke aku." Chesa menuntun Raka untuk duduk di sofa tak jauh dari sana. Namun, Raka bergeming. Matanya justru semakin menatap dalam wajah Chesa. "Raka?" Chesa heran. Apa penampilannya ada yang salah sehingga Raka terus meninjaunya? Tanpa berkata apapun, Raka tiba-tiba membawa Chesa ke dalam dekapannya. Chesa tak membalas pelukan itu. Dia masih bingung. "Raka, kamu kenapa?" "Maafin aku, Ches," Suara Raka terdengar gemetar. Chesa tersentuh mendengarnya. Dua tangannya itu bergerak membalas dekapan. "Maaf karena apa? Kamu enggak ada salah kok. Justru aku mau berterima kasih karena kamu udah bikin pembunuh itu mengaku. Sekali lagi makasih, Raka. Kamu emang sahabat baik aku. Kamu juga gak pernah bikin aku kecewa." "Kalau aku bikin kamu kecewa, apa kamu masih mau sama aku?" 'Enggak. Aku bakal musuhin kamu selamanya." jawaban Chesa membuat Raka tergemap. Tapi detik selanjutnya, tawa dari Chesa membuat Raka mengernyit dalam. "Bercanda, Raka. Kalau kamu ngecewain aku, aku bakal maafin kok. Karena aku yakin kamu gak akan bikin aku kecewa tanpa alasan yang pasti." Chesa tersenyum manis. Senyum yang membuat Raka candu untuk melihatnya. "EKHEM!" Seseorang berdeham. Keduanya menoleh. Tampak Hana yang sedang menyambar di ambang pintu sambil melipat kedua tangan. "Raka, aku pengin ke warung baru di seberang jalan sana. Anterin yuk!" ajaknya tidak memedulikan keberadaan Chesa. Raka mendecih. "Gak!" tolaknya mentah-mentah. Hana mendecak sebal. "Oh, jadi kamu pengin aku bilang ke parasit itu soal se--" "Dia bukan parasit!" sergah Raka. Terdengar dengusan kasar setelahnya. Ia lantas berjalan ke arah Hana. Hana memandang Chesa dengan tatapan penuh kemenangan. Tangannya menangkup lengan Raka ketika Cowok itu sudah ada di sampingnya. "Bye. Gue sama dia mau pergi dulu. Eh, bila perlu lo jangan langsung pulang. Beresin apartemen Raka sampai bersih." Mengapa Raka sekarang menurut? Biasanya Raka selalu mengelak ajakan Hana. Hatinya bingung penuh tanda tanya. Chesa tidak berhak menghentikan Mereka. Toh, dirinya hanyalah sahabat Raka. Sementara Raka mulai menggertak usai dari apartemen beberapa langkah. "Lepas!" dalam satu hempasan saja, genggaman Hana terlepas. "Ih! Kamu kasar banget sih!" "Lo enggak berhak pegang tangan gue!" bentak Raka. "jangan kira lo bisa ngendaliin gue karena kejadian tadi malam. Ingat posisi lo, Han. Lo bukan siapa-siapa gue. Gue nggak suka lo. Harusnya dari lama, lo sadar siapa orang yang gue suka." "Bodoamat kamu suka atau enggak! Kalau kamu memang suka sama si parasit itu, kenapa tadi malam kamu malah jebak aku?!" balas Hana tak kalah ngototnya. "Gue jebak lo demi menangkap pelaku pembunuhnya Gio. Bukan bermaksud lain. Tapi semalam pasti ada yang jebak gue." "Enggak ada yang jebak kamu. Kamu emang cinta dan--" "Lo bukan tipe Cewek yang gue cari." potong Raka. Ia pergi kembali ke apartemennya. "RAKA! AWAS AJA KAMU!" laung Hana, tak dipedulikan oleh Cowok berawakan tinggi itu. "Raka? Kamu enggak jadi pergi sama Hana?" Chesa meletakkan sapu yang selama beberapa detik lalu ia gunakan. "Gak." "Kenapa?" "Aku maunya pergi sama kamu." "Kamu nggak lihat aku lagi apa?" Chesa justru melanjutkan aktivitas menyapunya. Bukan tanpa alasan, dia ingin Raka pergi. Chesa jelas tahu bagaimana reaksi Hana ketika dia pulang nanti. "Lantai apartemen ini udah bersih, Ches." Raka mengambil alih sapu itu. Ia meletakkan di pinggir. Jemari Raka memegang tangan Chesa, "kamu mau jalan sama aku hari ini, kan?" "Tapi, kan--" "Hana gak bakal marahin kamu. Aku jamin itu." "Tetap aja enggak, Raka." ia menjauh tiga langkah agar Raka melepaskan genggamannya. "Kamu enggak bisa naik sepeda, kan? Kamu mau piknik sama kayak kita waktu kecil dulu enggak?" Raka tersenyum, menunggu jawaban dari mulut Chesa. Tetapi, Gadis itu masih saja bergeming. Getaran dari handphone nya membuat Chesa tersentak. Ternyata notif dari followers-nya di IG. Awalnya akan menghiraukan, tapi terpencet. Hingga tampaklah foto seorang Gadis sedang berpose di depan jembatan. Mata Chesa menyipit, ada yang tidak beres. Di foto itu, ada cowok sedang berdiri di tepi jembatan dengan tatapan kosong... sepertinya dia kenal dengan Cowok itu. Devian! Ya! Dia mengenali Cowok tersebut dari postur tubuh belakangnya. "Ches, gimana? Mau enggak?" "Aku mau ketemu dia." Kata Chesa tiba-tiba. Perasaannya jadi tidak enak. "Dia? Dia siapa?" Chesa tak menyahut. Dia keluar dari apartemen itu begitu saja. Raka menghela nafas. Dia ikut pergi menyusul Gadis itu. "Chesa, jawab aku. Kamu mau ke mana?" tanya Raka, berusaha mengimbangi langkah Chesa. "Kamu marah gara-gara tadi aku pergi sama Hana?" lanjut Raka. "Sa, jawab dong." dia akhirnya bisa menghadang langkah Chesa. Barulah Chesa terhenti, namun rautnya terlihat tak tenang. "Perasaan aku enggak enak," "Gak enak?" tercipta kerutan dalam di dahi Raka. "Kita harus nemuin Devian sekarang." Raka tergemap, "Devian? Buat apa?" "Kalau kamu gak ikut juga enggak pa-pa." Chesa melewati badan tegap Raka. "Aku ikut." "Enggak boleh!" gertak seseorang. Langkahnya berhenti tepat di hadapan Chesa. "Raka! Kamu, kan, mau ikut aku jalan. Kenapa malah pergi sama dia?!" Hana menghentakkan kaki. Mengesalkan sekali. Dia ingin Raka pergi bersamanya, tapi Cowok itu tidak menuruti keinginannya. Awas saja! Suara teriakan Hana mengganggu di telinga Chesa. Dia tak mau meladeni Cewek itu lagi. Perasaannya mendorong dirinya untuk pergi sekarang juga. Dia berlalu begitu saja tanpa memedulikan tatapan Raka yang tersirat menyuruh dia untuk tetap di sini. "Tuh, kan, dia pergi gara-gara lo." nada bicara Raka terdengar ketus. Hana kaget mendengarnya. "Kamu kok jadi galak gini, sih?! Orang dia mau pergi sendiri ya biarin. Jangan dipaksa buat pergi sama kamu." "Lo yang paksa gue. Dia sama sekali gak keberatan buat pergi bareng gue." rahang Raka mengeras. Dia mencengkram kasar bahu Hana. "Raka! Sakit. Lo kenapa, sih," Hana meringis. Kedua matanya berkaca-kaca. Raka yang tidak tega, langsung melepaskan. Entah mengapa dirinya tidak bisa melihat seorang perempuan menangis sebab... dia selalu teringat dengan mendiang Ibunya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD