Chapter 69: Kedatangan Tiba-tiba

1007 Words
Chesa menengguk saliva berkali-kali. Dirasa sudah tenang, ia membuka pintu dan keluar. Raut wajahnya ia setting biasa-biasa saja. Chesa duduk lagi di sebelah Raka. "Cake buatan kamu enak. Lebih enak dari kue yang dijual di toko." puji Raka. Chesa tersenyum malu-malu. Biasanya makanan yang pertama dimasak, akan gagal, namun Chesa tidak menyangka ternyata Raka menyukainya. "Masa, sih? Padahal itu kue pertama yang aku buat." "Beneran. Lain kali bawa lagi kayak gini, ya." "Iya. Eh, tapi jangan kebanyakan makan makanan manis. Bahaya." "Bahaya kenapa? Selama kamu yang masak, gak ada efek bahayanya kok. Malah akan bahaya kalau aku terus lihatin kamu." Raka tersenyum penuh arti. Dahi Chesa mengerut dalam. "Kok gitu? Emang muka aku ada kandungan bahayanya?" dia tahu pertanyaannya tadi barusan tidak masuk akal. Chesa makin memperhatikan Raka, ia penasaran dengan kata yang akan diucapkan Cowok itu. "Ada. Muka kamu terlalu manis. Bisa-bisa aku diabetes kalau kelamaan lihatnya." Chesa tersipu malu. Dia menunduk. Raka ikut menunduk seraya memiringkan kepala, ia ingin melihat ekspresi Gadis tersebut. "Kamu enggak ngerasa juga?" Terdengar hembusan nafas. Barulah Chesa mendongak, "Ngerasa apa?" "Berbu--" "Pokoknya gue mau nempatin apartemen sini! Kalian itu cuma pelayan di sini! Kalian enggak berhak menghentikkan saya!" Chesa dan Raka kompak saling menatap. Keduanya bingung dengan apa yang terjadi di luar sana. "Sebentar. Biar aku aja yang keluar." Chesa berdiri, Raka tak mencegah. Bagaimana pun juga dia harus tetap waspada siapa tahu ini adalah jebakan yang dibuat Hana. "Maaf, ada apa, ya?" tanya Chesa sopan. Gadis yang sedari tadi berteriak-teriak lansung menoleh usai mendengar suara yang tidak asing itu. Dia membulatkan mata mendapati Chesa. Ini dia tidak salah lihat, kan?! Jadi Chesa adalah pemilik apartemen besar ini?! setahunya, Chesa itu adalah anak miskin yang sekolah dengan beasiswa di SMA Kauman. "Lo?!" "Tania?" ***** "Sumpah! Jadi lo pemilik apartemen sebesar ini?" Entah sudah berapa kali Tania menanyakan hal itu. Chesa mengangguk sambil tersenyum kecil. Dalam hatinya, ia merasa sangat bersalah sekali karena telah membohongi Tania. "Minum, Tan." Chesa mempersilahkan. Dia duduk depat di depan Tania dan bersikap seakan dirinya lah yang menempati tempat ini. Sedangkan Raka? cowok itu sedang bersembunyi di kamar mandi. "Makasih." Tania menyeruput minuman yang diberikan Chesa. "Oh, iya, gue bingung loh. Kenapa bisa Hana ngebully Cewek kayak lo? Padahal, kan, lo juga anak kaya, Ches." Tania mulai berpikir. Sikapnya mendadak berubah drastis. Tapi memang itulah watak Tania. Dia akan berteman dengan seseorang yang kastanya sama. "Gue enggak tau, Tan." "Kok gitu?" "Udah biarin. Lagian dari dulu Hana emang wataknya kayak gitu, kan?" Chesa menanya balik. Tania mengangguk samar. "Eh, btw lo tinggal sendirian di sini?" "Iya." "Aduh," Tania tiba-tiba memegang perutnya. Chesa terperanjat. "Kenapa? Perut lo sakit? Perlu gue panggil Dokter?" "Enggak. Gak perlu. Kamar mandi lo mana?" Chesa berdiri, akan menunjukkan. Namun dia baru teringat kalau Raka bersembunyi di dalam kamaar mandi sana. Oh, Tuhan dia harus mengatakan apa? "Sa, jawab. Perut gue udah mulas nih." cecar Tania membuat Chesa semakin gelagapan. "Di sana, Tan." Chesa menunjuk ke arah kamar mandi. Semoga saja Raka bisa menghindar. Tania berlari ke kamar mandi. Dia membuka pintu tersebut, sedangkan Raka mulai panik. Siapa yang masuk?! Tidak mungkin Chesa sebab Gadis itu selalu mengucapkan salam sebelum masuk. Raka menidurkan diri di bathtub. Untung saja tirai yang ada di sana sudah ditutup. Beberapa menit kemudian Tania telah selesai. Dia merasa lega. Matanya memperhatikan setiap sudut kamar mandi ini. Sangat luas dan nyaman. Tiba-tiba mata Tania terpusat pada tirai yang menutupi bathtub. Dia berjalan mendekat, penasaran untuk melihat. "Tania!" bentak Chesa yang tiba-tiba sudah di ambang pintu. Tania tersentak. Refleks dia menengok ke belakang, "Kenapa?" Chesa keringat dingin. Dia menggeleng cepat. "Eng--enggak. Em... lo udah, kan? Yuk keluar." "Emang kenapa?" tanya Tania curiga. "Kenapa apanya? Lo mau nginep di kamar mandi ini?" Chesa balik bertanya. Sudut bibirnya tertarik supaya suasana tidak tegang. **** Chesa baru saja pulang dari rumah Raka. Melihat kolam renang tak jauh di dekatnya, dia jadi tertarik untuk duduk di tepi kolam. Kaki jenjang Chesa berendam di air yang begitu jernih. Entah kenapa, rasanya beban pikiran berkurang. Ia merasa lebih lega. Tiba-tiba suara langkah kaki terdengar mendekat, Chesa memandang lurus. Tampak Hana berjalan ke arahnya sambil melipat tangan di d**a. Chesa sudah menduga sejak awal. Pasti Hana akan melabraknya gara-gara tadi bersama Raka. Ia menunduk, kakinya mengayun di dinginnya air kolam. "Eh! Lo tadi ketemu Raka. Iya, kan?! Jawab gue! Di mana dia sekarang?!" tanya Hana. Chesa mendongak, "Tadi gue enggak ketemu dia." ia harus berbohong. Sebab sebelum dirinya pulang, Raka bilang tidak boleh memberitahu di mana tempat tinggalnya sekarang. "Bohong! Terus tadi lo habis dari mana?! Terus kenapa lo bawa kue segala?!" Chesa tidak mengerti. Bagaimana Hana bisa tahu kalau dirinya membawa kue? "Gue main ke rumah seseorang. Kebetulan dia ulang tahun." "Lo emang punya teman?!" Hana mendecih. "Pembohong. Lo kayaknya lupa kalau gue satu sekolah sama lo." "Punya. Lo nya aja yang enggak sadar." Chesa memandang ke lurus, enggan melihat Hana. "Oh, lo jadi berani sama gue, ya. Gue ingatin lo sekali lagi. Gue bisa aja usir Ibu dan adik lo dari sini. Gue bisa bikin hidup kalian sengsara lagi kayak dulu. Bagi gue, hal itu kecil. Mudah dilakukan. Tinggal hasut Ayah, terus lo, Adik sama Ibu lo minggat dari rumah ini deh." ujar Hana. "dan jadi gembel lagi. Hahahaha." tawa jahat menggema di gendang telinga Chesa. Dia sangat benci mendengarnya. Hana mencondongkan badan, dengan sengaja dia menendang punggung Chesa begitu saja. Spontan Chesa terjatuh ke dalam kolam. Hana tersenyum puas melihat Gadis itu berusaha untuk keluar. "Lebih baik lo mati!" bentak Hana sebelum ia membalikkan badan. Chesa berusaha berenang ke tepian air, namun ia tak bisa. Kepalanya mendongak ke permukaan air. Hana justru pergi sambil menertawakannya. Chesa kecewa. Memang dia berbuat apa sampai-sampai Hana begitu ingin dirinya tiada? "HANA TUNGGU!" teriak Chesa, tangannya melambai-lambai ke atas. "HANA!" Chesa semakin tidak bisa menyeimbangkan tubuhnya. Air kolam yang dingin ini seolah akan memakannya. Air matanya menetes. Ia tak sanggup mendongak ke permukaan lagi. Perlahan, kedua matanya tertutup. Tubuhnya tenggelam. "HANA! LO GILA!" Seseorang tahu-tahu sudah ada di sana. Tanpa aba-aba dia melayangkan tamparan keras ke pipi Hana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD