Chapter 62: Tembakan

979 Words
"Yang lain belum pada berangkat?" Gio memutuskan untuk duduk di sebelah Chesa. Ya, mumpung masih belum ada Hana dan juga murid lain yang kerjaannya terus menggosip. "Belum. Mungkin beberapa menit lagi. Eh, padahal ini udah jam tujuh. Apa hari ini libur?" tanya Chesa bingung. "Ini hari rabu. Mana ada sekolah yang libur." "Betul juga sih." "Raka tadi berangkat bareng sama lo, kan? Sekarang dia ke mana? Bolos?" tuding Gio. Chesa jelas tidak Terima. "dia tuh balik ke apartemen karena ada yang ketinggalan. Sebentar lagi datang kok. Raka nggak mungkin bolos." "Ya, siapa tau aja, kan. Lo jangan marah dong." "Habisnya ucapan lo enggak berdasar." "Iya deh. Gue minta maaf." "Hm." "Kayaknya enggak ikhlas nih, minta maafnya." Chesa menghela nafas dalam-dalam. Dia menutup buku yang sedang ia baca, kemudian memandang Gio. Niatnya untuk meminta maaf, namun mulutnya dibuat bungkam karena... Jaraknya dengan Gio begitu dekat. Bahkan hidung mancung Mereka hampir bersentuhan. Chesa berdeham beberapa kali. Dia buru-buru memalingkan muka. "Why?" Gio bertanya. Dia semakin penasaran dengan raut Chesa yang seperti barusan. "Eng--enggak." duh, kenapa Chesa cosplay jadi azis gagap. "Hayo, jujur. Gue ganteng, kan? Udah, ngaku aja. Lo pasti jatuh cinta sama gue." goda Cowok itu. Chesa acuh. Dia menutup buku dan berdiri. "Permisi. Gue ke kamar mandi dulu." Gio memberi jalan. Chesa pun keluar dari kelas. Gio penasaran, mengapa sikap Chesa berubah jadi aneh. Apa dirinya yang salah? Suara dering di ponsel membuat Gio spontan menatap tas milik Chesa. Tadinya dia tidak berniat untuk membuka tas itu sebab kalau ketahuan pasti Chesa marah padanya. Namun, daripada berdering terus dan memekakkan telinga, lebih baik Gio mengambilnya, lalu dia serahkan ponsel itu ke Chesa. Raka. Nama tersebut tertera. "Ngapain dia telefon?" monolog Gio. Dia segera keluar kelas untuk menyusul Chesa. Saat di ambang pintu, Tania menabraknya. Eh, apa Gio yang tidak sengaja menabrak Tania? "Ih! Kalau lari, lihat jalan dong!" protes Tania sambil berusaha untuk bangkit. Gio mengulurkan tangan. Tania mendongak. "Enggak usah!" Tania berdiri. Dia menepuk-nepuk roknya. Padahal tidak kotor... Gio tidak ambil pusing. Ia kembali melanjutkan larinya. Tania penasaran. Cowok itu akan ke mana dengan membawa ponsel berdering seperti itu? Tania masuk ke dalam kelas terlebih dahulu untuk meletakkan tas mininya. *** "Kak Chesa," panggil Sera. Chesa yang baru saja keluar dari kamar mandi langsung terhenti. Agak terkejut sebab baru kali ini Sera berbicara dengannya. "Ya? " "Kakak dipanggil Kak Raka," Tercipta kerutan di dahi Chesa. Raka memanggilnya? Ini dia tidak salah dengar, kan? Sejak kapan Raka tiba di sekolah ini? "Di mana?" "Rooftop, Kak." "Buat apa?" tanya Chesa lagi. "Enggak tau. Lebih baik, kakak langsung ke sana aja." Sera menjawab. "Oke," Chesa berjalan keluar melewati Sera. Mungkin Raka akan memberikannya kejutan. Oleh sebab itu, dia dipanggil ke rooftop. Dia melewati koridor yang sekarang belum begitu ramai. Chesa berusaha untuk acuh dan memberanikan diri untuk terus melangkah. Sampainya di rooftop, keadaan sepi. Chesa menoleh ke segala arah. Apa jangan-jangan Sera membohonginya? Tapi untuk apa? Perasaan, dia tidak pernah mempunyai salah pada Gadis itu. "Raka! Kamu di mana?!" teriak Chesa memanggil. Panik? Jelaslah. Langit-langit perlahan menggelap. Kilatan petir mulai muncul. Jangan lupakan gemuruh dari petir itu yang berbunyi, bersatu dengan teriakan Chesa. Chesa mulai merasa tidak beres. Dia memilih untuk pergi saja daripada keselamatannya terancam. "Orang yang lo cari ada di sini." Suara berat dan serak itu membuat Chesa tersentak. Dia perlahan menoleh, dan... Mendadak dirinya ditodong s*****a api! *** "Chesa! Tunggu!" "HP lo bunyi!" Sudah beberapa kali Gio memanggil nama Cewek itu. Namun, yang dipanggil malah terus berjalan. "Eh, Kak Gio mau kejar Kak Chesa?" Gio berhenti untuk menjawab pertanyaan Sera. "Iya. Lo tau dia mau ke mana?" "Dia dipanggil Kak Raka. Disuruh ke rooftop." "Apa? Emang Raka nyuruh lo?" "Bukan Kak Raka yang suruh aku, tapi Kak Devian. Mungkin Kak Raka mau kasih surprise besar makanya nyuruh Kak Devian terus Kak Devian suruh aku buat bilang deh." jelas Sera. Gio curiga. Sedangkan ponsel yang di genggamnya terus berbunyi. Sebaiknya dia mengangkat telefon itu untuk memastikan. "Oke. Thanks," Gio berjalan menjauh dari Sera. Selanjutnya, Gio memencet ikon hijau untuk menjawab telefon. "Halo, Chesa, gue nggak bisa berangkat hari ini. Maaf, ya. Ayah gue tiba-tiba datang. Mungkin sekitar dua hari gue enggak balik. Jaga diri lo baik-baik. Jangan lupa makan." Gio tercengang. Ada yang tidak beres. Tanpa berniat menjawab ucapan Raka di telefon sana, dia memutuskan sambungan. Cowok berawalan tinggi itu lari cepat ke rooftop. Ini mencurigakan. Pasti Hana yang ada di balik semua ini. "GIO TOLONG!" teriak Chesa. Gio yang baru saja sampai, pandangannya mengeliling, dia mencari sumber suara. Dan.. Benar saja. Chesa berjongkok. Di belakangnya, ada seseorang yang menodongkan pistol. Gio tidak bisa mengenali orang itu sebab wajahnya menggunakan masker hitam. Gio perlahan mendekat. "Tenang. Siapa pun lo, gue mohon jauhin s*****a itu dari dia," Orang itu malah menempatkan s*****a tersebut ke kepala Chesa. Chesa tertunduk. Ia menangis. Degup jantungnya berubah tempo menjadi berkali-kali lipat. "Kita bisa berdamai. Apa mau lo? Gue bakal turutin semuanya. Uang? Gue bisa kasih sebanyak-banyaknya, tapi jangan celakain dia. Lepasin dia. Asal lo tau? Dia anak dari orang yang gak mampu. Apa yang lo dapat dari dia?" Gio perlahan melangkah maju. "Lo mendekat, gue akan tembak kepala dia." Gio berlari. Dengan gesit nya, dia menendang d**a Orang itu, kemudian mengambil pistol yang digenggam Orang tersebut. s*****a api itu dibuang. Gio menindih orang itu, lantas memukul rahangnya bertubi-tubi. Namun, Cowok misterius itu malah membalikkan posisi, membalas pukulan Gio sama kejamnya. Chesa mundur ketakutan. Ia harus segera meminta bantuan sekarang juga. Akibat tidak melihat jalan, dia tersandung batu besar yang ada di sana. Chesa terduduk. Punggung kakinya mengeluarkan cairan merah pekat. Chesa meringis. Gio menoleh, mengecek keadaan Gadis itu. "Chesa, lo--" DORR! "GIO!" teriak Chesa melengking. Matanya membulat sempurna. Tangan Chesa membekap mulutnya sendiri. Peluru itu mengenai d**a kiri Gio. Chesa berusaha berdiri. Ia berjalan pincang menghampiri Gio yang sudah tergeletak lemah. Jika bisa, Chesa akan membuka masker orang itu. Namun, Pria itu malah kabur. Tangan Chesa tremor. Wajahnya menjadi pucat pasi mendapati cairan merah pekat berbau besi mengalir deras dari bagian tubuh Gio yang terkena tembakan. Chesa memangku kepala Gio di pahanya. "Lo harus bertahan... Gue mohon," Chesa menekan d**a Gio, menghambat darah yang akan keluar. Gio tersenyum. Telapak tangan yang penuh darah itu mengusap lembut pipi Chesa. "Sa--kit." "Sebentar. Lo tunggu di sini. Gue cari bantuan." Tangan Gio memegang lengan Chesa sambil menggeleng pelan. "Gue... gue... Ma--mau... bilang... Sesuatu..." Gio menahan rasa sakit untuk berbicara. Ini kesempatan terakhirnya. "Apa, Gi?" bibir Chesa bergetar. Kedua matanya memanas. Detik kemudian, air matanya berhasil lolos. "Da...dari...awal...gu...gue...suka... Lo, Sa. Gu...gue...cinta...sama lo...," mata Gio terpejam usai menyatakan perasaannya. Rasa terkejut Chesa berubah jadi panik melihat Gio tidak sadarkan diri. "Gio, lo enggak boleh pergi! Bangun, Gi! Lo orang baik! Lo enggak boleh pergi secepat ini!" ia menepuk-nepuk pipi Gio. "TOLONG! SIAPAPUN TOLONG GUE!" Chesa lanjut berteriak. Pak Yadi--orang yang biasa membersihkan seluruh sekolah, kebetulan hari ini jadwal dia membersihkan rooftop. Baru saja dia meletakkan sapu, dirinya dikejutkan dengan pemandangan mengerikan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD