Chapter 60: Tidak Terjadi

1050 Words
Rumaisa tersenyum menanggapi saran Hana. Dia mengambil alih gaun tersebut. “Tante itu harus tampil yang paling cantik hari ini. Biar Papa enggak berpaling,” ucap Hana sambil menaikturunkan alisnya. Pipi Rumaisa bersemu merah. Dia segera masuk ke ruang ganti. Hana menunggunya dengan bermain ponsel—menscroll media sosial nya. Muncul suatu ide di benak Hana. Dia mengetik sesuatu di instastory nya. Ini akan menjadi hari yang menyenangkan! Karena... bagi Hana, mempermalukan seseorang di depan orang banyak adalah hobby—nya! *** “Raka! Akhirnya aku nemuin kamu!” “Dari tadi aku nyariin kamu, lho!” “Ya ampun! Kamu ganteng banget sih!” “Raka! Kok diem? Jawab dong!” Ya, bisa kalian tebak barusan suara siapa. Nyali Tania besar juga. Dia berani berteriak di tengah banyaknya tamu. “Malu-maluin.” Ucap Raka. Tania yang mendengarnya langsung mengerucutkan bibir. “Gak usah sok imut. Jijik gue liatnya.” kata Raka, singkat, namun begitu tajam menyayat hati Tania. Chesa menoleh pada Raka yang ada di sebelahnya. Kedua matanya melotot, memberi isyarat agar Cowok itu menjaga perkataannya. “Emang kenyataan, Ches.” jawab tanpa menoleh dan terdengar tetap santai. Netra Tania memanas. Ah, tidak. Dia tidak boleh menangis. Semangat! Tania harus berjuang untuk mendapatkan cintanya! “Raka! Geser dikit dong! Aku mau duduk.” “Tempat semula lo mana?” tanya Raka. Jelas, dia tidak mengizinkan Tania duduk di sampingnya. Tania menoleh ke arah lain. Dia pura-pura bersedih. “tempat duduk aku direbut orang lain.” “Lo bisa duduk di samping gue, Tan.” Saran Chesa. Dia menepuk tempat duduk di sebelahnya. Tidak ada pilihan lain, sih. Mengingat, kursi di samping Raka sudah ditempati seseorang. Tania tidak merespons. Dia ke sini untuk mendengar suara Raka, bukan Chesa! “Gue di sini ada deh!” Tania hendak menyempil di antara Chesa dan Raka. Sontak Raka merasa jengkel. Gadis itu lancang sekali. “Lo enggak denger perkataan Chesa? Pendengaran lo masih berfungsi dengan baik? Apa lo udah tuli?” tanya Raka beruntun. Untuk kedua kalinya, Chesa menegur Raka. Dia melotot lagi seraya berbisik, “jangan terlalu kejam, Raka.” Pergerakan Tania terhenti. Dia terkekeh malu. “maaf,” “Eh, lo mau duduk di dekat Raka, kan? Biar gue yang bangun. Lo duduk di sini,” Chesa akan bangun, namun Raka menarik Chesa hingga Gadis tersebut terduduk lagi. “Raka kamu—“ ucapan Chesa terpotong begitu Raka meletakkan jari telunjuk di bibirnya. Tania bete. Harusnya Raka tidak menghentikan. Raka kembali memandang Tania. “tunggu apa lagi? Duduk sana.” Ia menunjuk kursi di sebelah Chesa menggunakan dagu. Tania menghela nafas. Oke, hari ini dia menuruti permintaan Raka, tapi untuk ke depannya, Raka pasti akan menuruti semua permintaannya! “Raka, penampilan aku bagus, enggak?” “Gaun yang aku pake ini, aku belinya di luar negeri lho! Gaun ini keluaran terbaru dari penjahit favorit aku yang ada di sana!” “By the way, Raka hari ini kok ganteng banget, ya.” Tania terus berbicara sambil memandang Raka. Chesa yang ada di antara Mereka pun merasa risi. “Gue ke kamar mandi dulu, ya,” Chesa berdiri. Raka terperangah. Chesa pergi pasti gara-gara keberadaan Tania yang sangat mengganggu. “Aku ikut.” Ujar Raka tegas. “Cuma sebentar aja, Raka. Kamu enggak perlu ikut.” Tania cemburu. Raka memakai sebutan aku-kamu pada Chesa, sedangkan pada dirinya? Chesa akhirnya pergi ke tempat yang dia sebut tadi. Raka terpaksa tetap di kursinya. Dia sangat membenci ini. Apalagi ketika Tania berada di dekatnya. Siap-siap saja telinganya akan merasa pengang. Tania menggeser duduk, mendekati Raka. Raka memalingkan wajah. Ia tidak bisa bergeser lagi. Tania semakin merapat padanya. **** Chesa baru saja keluar dari kamar mandi. Dia lega. Baru beberapa langkah keluar, dia melihat Ibunya sedang digandeng oleh Hana. Chesa baru sadar. Acara resepsinya akan mulai sebentar lagi. “Enggak apa-apa, Tante. Ini, kan, dari sana. Ya, mungkin sedikit terbuka. Tapi di tubuh Tante, cocok kok. Tante kelihatan elegan banget.” “Enggak, Nak. Perasaan model gaunnya bukan terbuka seperti ini. Tante yakin,” “Tante lupa kali. Jelas-jelas kaya gini modelnya kok. Tante mau ganti gaun? Acaranya udah mau mulai sebentar lagi, loh, Tan.” Chesa mendengar perdebatan Mereka. Dia menghampiri, semakin lama, dia melihat gaun yang dipakai ibunya tidak wajar. Bagaimana tidak? Ada sobekan yang melintang sampai paha bagian atas sehingga sangat terlihat pendek sekali. Bisa dibilang, gaun itu tidak layak digunakan. Terlalu seksi. Tapi apa yang dia dengar tadi? Hana malah memaksa ibunya untuk tetap pergi. “Ibu!” Chesa memanggil. Ia berlari sambil mengangkat gaunnya. Rumaisa dan Hana kompak menoleh. “Ibu, ayo kita ganti gaunnya. Masih ada waktu lima menit lagi buat ganti. Om Pandu pasti mau kok nunggu kehadiran Ibu.” Kata Chesa begitu sampai di dekat Mereka. “Enggak, Nak.” “Harus ikut Chesa, Bu. Masih ada banyak gaun yang lebih bagus kok!” ucapnya, kemudian menarik lengan sang ibu yang sekarang terasa berisi. Rumaisa tidak menolak. Dia akhirnya kembali ke kamar untuk berganti gaun. Nafas Hana mulai memburu. Wajahnya merah padam. Baru pertama kali ini dirinya kalah! **** "Ayah dan Ibu akan ke luar negeri selama beberapa hari. Kalian berdua tidak keberatan, kan?" Rumaisa bertanya pada Chesa dan Hana yang ada di hadapannya. "Gak pa-pa, kok." Hana ogah-ogahan menjawabnya. "Kamu?" Rumaisa menatap Chesa. "Chesa enggak keberatan sama sekali." "Sudah Mas duga, putri kita setuju. Mereka penurut." Pandu meletakkan cangkir yang berisi kopi di meja. Dia menyambar tempat duduk di samping istrinya. "Lova diajak enggak, Om--maksud aku, Ayah?" walau Pandu sudah resmi menjadi ayahnya sejak tiga hari lalu, Chesa masih belum bisa memanggilnya dengan sebutan 'ayah'. Lidahnya terlalu kelu untuk menyebut demikian. "Lova ikut," "Kirain Lova enggak ikut, Pa.” ucap Hana pura-pura kecewa. “Ibumu tidak bisa dipisahkan dengan Lova. Bukankah itu baik? Kalian berdua jadi lebih fokus untuk sekolah,” Pandu mengambil sisi positifnya. “Iya, Pa...” Hana terkekeh. “Bagus,” Pandu mengusak rambut Hana. “Jadi berantakan, Pa.” Hana memberengut. Chesa tertegun melihatnya. Dia ingin ada di posisi Hana. “Iya sudah. Ayah, Ibu dan Lova akan berangkat sekarang. Tiga jam lagi pesawatnya berangkat.” ucap Pandu. Rumaisa berusaha berdiri. Melihat istrinya kesusahan, Pandu langsung membantu. Hana curiga melihatnya. “Tante kenapa?” “Ti—“ Rumaisa memegang lengan Pandu. Dia memberi tatapan isyarat. “Jadi begini, Tante sedang hamil.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD