Chapter 58: Penampilan Berbeda

1015 Words
"Kak, aku mau ngomong sesuatu." setelah lama ia berpikir, akhirnya Chesa memutuskan untuk jujur. "Ya? Kenapa?" sahut Ilona, pandangannya masih tertuju ke depan, mengingat dia sedang menyetir. "Ibu aku hari ini mau nikah." "Wow. Bagus dong. Selamat, ya," Ilona turut gembira. Berbeda dengan Alen, cewek itu mengernyit kebingungan. "Nama Ibu kakak siapa?" tanya Alen. "Rumaisa." "Apa?!" bukan hanya Alen yang terkejut, Ilona juga. Bahkan mobil itu sampai nge rem mendadak. *** "Kenapa dari tadi kakak enggak bilang tentang ibu kakak?" Alen terus mengoceh dan terus melontarkan berbagai macam pertanyaan. Berbeda dengan Ilona, gadis itu memaklumi Chesa. "Kalo ada masalah lagi, rumah Kakak selalu terbuka buat kamu." Ilona memaklumi. Mungkin kemarin Chesa sedang bertengkar dengan ibunya. Oleh karena itu, gadis tersebut menginap di rumahnya. Tapi ia sama sekali tidak membenci Chesa. Dia mengerti sebab waktu usia Ilona masih belasan, ia sering kali kabur dari rumah ketika ia bertengkar dengan kedua orangtuanya. "Masalah aku bukan sama Ibu, Kak. Tapi sama Ha--" "Hey! Akhirnya kalian sampai juga. Gue nungguin sampe kepala pegel karena nengok ke arah pintu mulu." Gio mulai mengeluh. "Lagian ngapain nengokin pintu? Kita udah gede, bang. Kita nggak bakal tersesat." respons Alen. "Sorry. Namanya juga cewek. Pasti lama lah kalau siap-siap." timpal Ilona. Ketiga cewek itu masuk ke dalam tempat di mana resepsi pernikahan dilangsungkan. Sebelum masuk ke dalamnya, Gio menghentikan Chesa. "Apa, Gi?" Chesa terkejut. Gio mengangkat satu tangannya, mempersilahkan supaya Chesa menggandengnya. "Tapi..." ragu. Itulah yang dirasakan Chesa. Ia takut jika Raka melihatnya. Sudah jelas akan terjadi pertengkaran hebat. "Oh, oke kalo lo enggak mau. Gue nggak maksa kok." Gio tersenyum singkat. Melihat raut Gio, membuat Chesa berpikir dua kali. Gio terlihat kecewa. Dia tahu dari sorot mata lelaki itu. "Gue mau," ujar Chesa akhirnya. "Mau apa?" Gio masih tidak menangkap makna yang dikatakan oleh Chesa. Mau tidak mau, Chesa bergerak sendiri untuk merangkul lengan Gio yang lumayan kekar. Mereka berdua kini seperti pasangan romantis. Cocok. Tapi ada sebagian yang berdecak tidak cocok. Biarlah. Semua orang mempunyai pendapat masing-masing. "Kenapa semua orang ngeliatin aku, ya? Penampilan aku enggak ada yang salah, kan, Gi?" bisik Chesa, tetap berjalan menyeimbangkan langkahnya dengan Gio. "Kamu cantik. Sekarang kamu berhasil nyita perhatian mereka, Sa." Gio balas berbisik. Alen bersiul beberapa kali. Seperti cowok saja. Ilona menyenggol lengan adiknya supaya menjaga sikap. Mengingat, di sini banyak pejabat yang datang. "Apaan, sih, Kak. Aku bukan cewek murahan, yang disenggol langsung tergila-gila." misuh Alen tidak Terima. Ilona berbisik, "Yang sopan, Dek. Lihat situasi sekarang." "Ish! Nggak bebas." Dua mata menatap tajam ke arah Gio dan juga Chesa. Seluruh kemari cowok itu mengepal erat. Dirinya sudah mengsms nomor Chesa bahkan ia menyepam, tapi tidak kunjung dibalas. Dan juga Raka berusaha menelefon Chesa berkali-kali. Tetap saja tak diangkat. Apa Chesa sudah tidak ingin dekat-dekat dengannya lagi? Cowok itu Raka. Mulutnya membulat, ia baru sadar kalau rambut Chesa pendek. Ternyata Chesa perlahan sudah mulai menunjukkan rasa tidak kesukaan pada dirinya. Ia menyukai rambut Chesa yang panjang, tetapi Chesa malah memotongnya. "Ches, kita bicara sebentar." Raka datang dengan wajah datar. Chesa melengak. Sungguh. Ia lega melihat Raka muncul di hadapannya. Rasanya ia ingin memeluk cowok itu, namun tidak mungkin. Lengan Chesa ditarik secara kasar oleh Raka. Gio yang melihatnya tentu tidak Terima. Ia bangkit, mengikuti ke mana arah Chesa dan Raka akan pergi. "Gue mau bicara berdua doang sama dia. Lo enggak perlu ikut campur." ucap Raka terdengar menusuk dan penuh benci. Gio terhenti. Alhasil ia cuma bisa menatap kedua punggung sosok itu kian menjauh. "Lo benci gue, Ches?" Raka bertanya, ia melepaskan genggamannya. Chesa yang mendadak mendapat pertanyaan barusan, seketika bingung. "Ha?" "Lo benci sama gue?" tanya Raka sekali lagi. Ia memperjelas suaranya. "Kata siapa, Raka? Aku enggak benci kamu kok. Tapi kayaknya kamu yang lagi marah sama aku. Aku minta maaf banget udah bikin kamu marah. Kemarin, aku ada masalah. Jadi maaf kalau lost kontak sama kamu." "Kemarin kamu ke mana?" "Rumahnya Gio." "Apa?" "Kakak sama adiknya Gio baik banget sama gue. Kemarin gue nginep di rumah mereka." Chesa mulai menjelaskan meski rasa takut menyelimuti. Ia... Takut Raka akan marah usai mendengar ucapannya nanti. "Nginep?" Demi Tuhan, Raka sama sekali tidak percaya. "Aku ada masalah, Raka. Jadinya aku nginep di rumah mereka." Chesa menunduk dalam. "Masalah apa? Hana gangguin lo lagi, kan? Pasti rambut lo kaya gitu gara-gara ulah dia. Jawab sejujurnya aja, Ches. Kamu enggak perlu nutupin sesuatu dari aku." ucap Raka. "Iya." "Jadi... perkataan gue benar?" ternyata Hana sejahat itu. Ia yakin, Hana tidak akan membiarkan gadis yang ia sukai hidup bahagia di dalam rumah itu. Chesa melenggut pelan. Raka justru memeluk Chesa erat. Ia mencium puncak kepala gadis tersebut cukup lama. Harusnya dia tidak betburuk sangka seperti ini dari awal. Gio mematung melihat Raka juga Chesa sedang berpelukan. Ia menghela nafas berat. Mengapa ia harus cemburu sementara dia tahu kalau hubungannya dengan Chesa hanya sebatas teman dan tidak akan pernah menjadi istimewa sampai kapanpun. Ada satu tembok besar yang menghalangi mereka berdua. Kalian pasti tahu apa 'tembok' itu. "Maaf aku sudah narik paksa tangan kamu." ucap Raka menyesal. "Rasa sakitnya udah mendingan, Raka." Chesa tersenyum sendu. "Bibir kamu pucat. Daritadi pagi kamu tidak memakan apapun?" "Bahkan aku belum minum." "Tunggu di sini. Kamu bakal ambilin." Raka berjalan pergi. Chesa diam saja. Badannya sekarang harusnya beristirahat total. "Lo beruntung, Ches." Gio duduk di sebelah Chesa. Ada jeda hening di antara mereka hingga akhirnya, Chesa bertanya, "beruntung kenapa?" "Ada orang yang tulus jagain kamu selain aku." Gio mengulas senyum tampan. "Kamu juga. Suatu saat nanti, ada yang kasih kau cinta tulus." "Siapa?" "Ches, ini." Raka memberikan satu botol mineral. Ia duduk, kemudian di antara Chesa dan juga Gio. Sengaja, supaya mereka tidak terlalu dekat. Gio menatap Raka datar. Sedangkan Chesa mulai meminum air mineral yang diberikan oleh Chesa. "Kalo lo benar-benar sayang sama dia, lo harusnya ngelabrak orang yang udah bikin rambut panjang dia tercukur sampai pendek. Berani enggak lo? Apa lo bisanya cuma ngelindungin dia secara sembunyi-sembunyi?" Gio menyindir membuat emosi Raka meluap seketika. Jemari Raka mencengkram kuat leher baju Gio. "Raka, udah. Jangan buat ricuh. Tahan emosi kamu. Ini hari pernikahan ibu aku, please, jangan berantem." Chesa mengatupkan tangan--memohon.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD