Chapter 57: Gaun Pernikahan

1020 Words
Pagi hari. Chesa bangun. Ia menguap. Ternyata sudah pukul delapan pagi. Sudah sangat siang sekali... Chesa menyingkap selimut yang menutupi sebagian tubuhnya. Alen belum bangun. Sedangkan Kak Ilona, entah ke mana. Chesa tidak mengetahuinya. Dia bergerak ke luar rumah. Tiba-tiba Gio masuk. Bintik-bintik keringat muncul dari kening cowok itu. Dan juga Gio memakai pakaian olahraga. Chesa menyesal. Andaikan ia bangun lebih awal dan ikut berolahraga sehingga tubuhnya lebih sehat. "Udah bangun? Gimana? Badan lo udah lebih baik dari sebelumnya kan?" Gio mencecar. "Posesif banget. Padahal belum jadi orang spesial." Dahi Gio mengerut. "Orang spesial?" Lengan kurus Ilona menyenggol Gio. Tatapanya menggoda. "Jangan pura-pura tidak tahu." ia menaik turunkan alisnya. Gio terheran-heran. Sejak kapan Kakaknya jadi mak comblang seperti ini? Ia geleng-geleng tak percaya. Chesa tahu kalau Kak Ilona sedang mendorong Gio untuk menyatakan perasaan sebenarnya. Namun... apa Kak Ilona akan terus menjodohkannya setelah Ilona tahu kalau dia berbeda keyakinan? Tapi tidak mungkin juga kalau Ilona tidak tahu apa keyakinan Chesa. "Apaan?" Gio berlagak tak mendengar. Ilona tetap sabar. Adiknya ini sedang gengsi. "Semangat. Dapetin hati wanita itu enggak mudah." bisik Ilona seolah dirinya juga laki-laki. Gio tak merespons. Ia mendatangi Chesa. Tapi sebelum itu... "Chesa! Kamu mandi dulu. Kita ke salon sebentar lagi." teriak Ilona membuat langkah Gio terhenti. Gio heran, ini kakaknya merestui atau tidak? Kesempatannya untuk berbicara dengan Chesa diambil. **** Rumaisa mengigit ibu jari. Ia terus melihat ke gerbang melalui arah jendela lantai atas. Dari semalam, dia tidak bisa tidur dengan tenang. Chesa, anaknya pergi dan tak kembali sampai sekarang. Pikiran negative nya sudah menjalar ke mana-mana. Pandu memegang pundak Rumaisa dari belakang. Ia mendekatkan mulut, lantas membisikkan sesuatu. "Tiga puluh menit lagi perias pengantin datang. Kamu tidak mau mandi terlebih dahulu? Jangan sampai pengantin aku bau karena belum mandi," "Hm." Rumaisa menyahut dengan berdeham sekali. Pikirannya hanya terfokus pada Chesa. Boro-boro memikirkan tentang pernikahannya. "Kamu baik-baik saja? Mengapa hari ini kamu terlihat berbeda dari biasanya?" Pandu baru sadar akan hal ini. Dari sejak tadi malam, calon istrinya ini sering terdiam dan terlihat murung. "Cerita kalau ada masalah, sayang. Bagaimana pun juga aku akan jadi suami kamu." Rumaisa menelan ludah dengan susah payah. "Jadi sebenarnya semenjak tadi malam, Chesa tidak kelihatan sama sekali, Mas. Terakhir kali dia pergi tanpa bilang mau ke mana. Chesa pergi gara-gara aku, Mas. Sampai pagi ini, dia tidak pulang." dia mulai bercerita. Kedua matanya berkaca-kaca. "Sejak tadi malam? Mengapa kamu baru memberitahu sekarang?" tanya Pandu kecewa. Rumaisa menangis. Ia merasa sedikit lega karena sudah bercerita pada Pandu. Pandu membawa Rumaisa ke dalam dekapannya. Ia juga berkali-kali mengecup kening Rumaisa dengan penuh kasih sayang. "Aku akan suruh anak buah aku untuk mencari Chesa. Kamu tidak usah panik. Anak buah aku pasti akan menemukan Chesa secepatnya. Mereka gesit." "Aku salah, Mas. Salah. Seharusnya aku tidak membiarkan dia pergi. Sekarang aku bahkan tidak tahu di mana anak itu. Mana dia sendirian lagi. Aku enggak bisa nutupin rasa khawatir aku, Mas." isak Rumaisa. "Chesa bukan anak-anak lagi. Dia sudah remaja dan sebentar lagi masuk ke fase dewasa. Dia pasti bisa menjaga dirinya sendiri dari bahaya. Ingat perkataan aku, Sayang." Rumaisa mengangguk pelan. "Sekarang, kamu bersiap-siap untuk pernikahan kita hari ini. Akan ada banyak tamu yang datang. Kamu siap?" Pandu menatap lekat Rumaisa. Hana bersorak bahagia dalam hati mendengar percakapan barusan. Chesa tadi malam tidak pulang dan itu membuat hidupnya tenang. Semoga saja anak buah ayahnya tidak menemukan Chesa sampai kapanpun! *** Ilona takjub dengan penampilan Chesa sekarang. Rambut pendek gadis itu kini telah rapih. Gaun pink dengan warna tidak begitu mencolok, tapi terkesan elegan itu melekat indah di tubuh ramping. Wajah Gadis itu juga tampak berbeda lantaran di oleskan make up tipis. "Aku... Enggk cocok, ya, Kak?" tanya Chesa, masih terasa ragu. Ia baru pertama kali memakai gaun se elegan ini. Chesa merasa... Ia tidak pantas memakai gaun seperti ini. "Kamu cocok. Banget malah! Kamu kelihatan tambah cantik." puji Ilona. "Oh my good! Beautiful!" Ilona menoleh ke arah Alen. Mereka berdua tersenyum. "Semua orang di pesta pernikahan nanti, pasti matanya cuma terfokus ke Kakak doang! Daebak!" lanjut Alen terus memuji. "Gio nggak salah milih cewek kaya kamu, Ches." Ilona tersenyum. "Kayaknya kita sudah siap semua. Kamu udah kan, Len?" Ilona memastikan. Ia memperhatikan penampilan sang adik dari bawah sampai atas. "Tentu! Ayo, Kak!" Ketiganya pergi meninggalkan salon yang terdapat banyak pelanggan. Mereka berencana untuk langsung ke tempat resepsi pengantin. Alen dan Ilona tidak tahu kalau... pernikahan itu merupakan pernikahan ibu Chesa. Chesa bingung. Ia harus mengatakannya dengan cara bagaimana. Situasi ini membuat Chesa merasa campur aduk. Raka. Chesa sangat membutuhkan Cowok itu. Raka adalah orang diurutan ke dua yang bisa membuatnya tenang setelah Tuhan. Sayangnya, ponselnya tertinggal di rumah. Ekspresi Chesa perlahan terbelalak mengingat kata 'rumah'. Oh, no! semoga Hana tidak mengambilnya! **** Hana memakai make up. Sesekali mulutnya bersenandung lagu kesukaannya. Ia begitu senang hari ini. Tidak ada parasit itu. Namun... Hana merasa kurang puas. Ia harus melakukan sesuatu supaya ia bisa puas. Sepertinya akan jadi menyenangkan jika ia mengganggu pembantu itu. Hana mengaca sekali lagi. Semuanya sudah siap. Ia akan menjalankan rencananya sekarang. "Assalamu'alaikum, Tante..." Hana mengetuk sebelum masuk. Tampak Rumaisa yang tengah di rias oleh seseorang. Entahlah. Hana tidak tahu namanya. "Wah, Tante cantik banget." Hana menyanjung. Tapi lain di hati. Cewek itu memaki habis-habisan. Rumaisa hanya bisa membalas senyum. "Gaun Tante mana? Aku mau lihat dong. Dari kemarin aku penasaran dan nggak sempet lihat. Ketunda mulu." tutur Hana. Rumaisa memberi isyarat tangan kepada perias untuk memberitahu. "Itu." Sang perias menunjuk dekat ranjang. Hana menepuk jidat. "sorry, tadi aku nggak lihat." tanpa berlama-lama, ia mendekati gaun pernikahan berwarna putih polos. Di samping kanan dan kirinya juga terdapat gaun. Sisi kanan, gaun berwarna biru, sedangkan sisi kiri, gaun warna emas, elegan sekali. Pasti gaun itu akan digunakan ketika resepsi nanti. Hana mengeluarkan gunting yang ia sembunyikan sedari tadi. Kedua matanya sesekali melirik ke arah perias sekaligus Rumaisa untuk memastikan mereka tidak melihat apa yang akan dia lakukan. Dengan gerakan cepat, Hana menggunting gaun berwarna emas itu hingga bagian bawah yang harusnya tertutup panjang, kini terbuka lebar. Tak hanya itu, sleting gaun itu, ia rusak. Hana tersenyum puas. Dia tinggal menyaksikan pertunjukan istimewa nanti malam.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD