Chapter 27: Interogasi

1055 Words
"Mau pesen apa?" Raka bertanya membuat Chesa tersadar. Ia buru-buru mencari harga yang ramah di saku. Ternyata... harga yang paling rendah, lima ratus ribu?! Chesa tercengang sendiri dalam hati. "Gimana?" Lagi-lagi Raka bertanya untuk memastikan. "Gu--gue nggak usah pesan deh. Lo aja ya. " Chesa cengengesan. Raka mengambil list menu tersebut. "Spagethi dua sama lemon tea nya dua." ujarnya pada sang pelayan. "Baik. Tunggu sebentar." Chesa membulatkan mata. Apa ini berarti Raka akan membelikan untuknya juga? "Raka, tadi gue udah makan. Lo gak perlu repot-reoot beliin gue makanan." "Siapa bilang gue mau beliin lo makanan?" Chesa menangkupkan bibir. Seharusnya dia tidak mengatakan itu. Tidak pernah! Aish! Untuk kedua kalinya ia merasa malu! Seseorang, tolong ajak Chesa pergi dari hadapan Raka! Chesa tidak kuat memunculkan wajahnya di depan Raka. ****** Rumaisa duduk, tubuhnya lemas lantaran dari tadi ia terus menerus muntah. Perlahan, ia berusaha untuk berdiri lagi. Sudah waktunya dia menyiapkan kemeja untuk Pandu. Usai sampai di kamar majikannya itu, Rumaisa berjinjit, berusaha memakaikan dasi. "Kamu sakit?" "Tidak, Tuan." Lagi-lagi rasa ingin muntah itu muncul. Rumaisa membekap mulutnya sendiri. Tanpa basa-basi, ia berlari ke kamar mandi Pandu. Pandu yang melihat itu seketika terdiam. Pikirannya sudah menjalar ke mana-mana. Tiga menit kemudian, Rumaisa kembali ke hadapan Pandu. "Maaf, Tuan. Saya sebenarnya masih tidak enak badan jadi seperti ini. Maaf juga karena saya udah lancang pakai kamar mandi Tuan tanpa izin." Rumaisa membungkuk sopan. "Sejak kapan kamu seperti ini? Maksudnya sejak kapan kamu mual?" "Dua hari yang lalu, Tuan." "Setiap pagi? Atau malam?" "Pagi," Rumaisa berharap majikannya itu tahu sebab ia tidak bisa memberitahu kabar itu sendiri. "Ikut saya ke rumah sakit." Pandu menarik lengan Rumaisa. Rumaisa merasa senang sendiri kalau lengannya dipegang. "Tapi ini tidak perlu, Tuan." "Diam." Sampainya di samping mobil, Pandu membuka pintu kendaraan yang sudah menjadi rumah keduanya itu. ****** "Makan." Raka menggeser piring spagheti tersebut ke dekat Chesa. Chesa mengernyit. "Bukannya tadi lo bilang, lo gak beliin gue makanan ya?" koreksinya. "Gue cabut omongan gue. Makan dulu. Setelah itu, gue mau tanya beberapa pertanyaan ke lo." Raka lebih bersikap dingin padanya. Entah mengapa. Dengan ragu-ragu, Chesa menyendok makanan tersebut. Mulutnya perlahan terbuka. Chesa mengunyah makanan tersebut. Enak! Mengapa rasanya bisa seenak ini?! "Harga gak akan mengkhianati rasa." ujar Raka seolah bisa membaca pikiran Chesa. Chesa berhenti makan. Ia meminum lemon tea di sebelahnya. "Jadi buat apa bawa gue ke sini?" tanya Chesa dengan nada sok sinis. "Makanan lo belum habis." "Udah kenyang." "Ya udah. Gak bakal gue kasih tau," balas Raka. Netranya kini menatap ponsel. "Lo aja gak makan!" "Kenyang." "Ya udah. Gak bakal gue mau diajak lo jalan lagi." Chesa menirukan nada bicara Raka. Netra Raka kini meninjau wajah Gadis tersebut. "Lo marah?" "Enggak. Gue gak marah." Chesa kembali melanjutkan aktivitas makannya. Tidak sampai setengah jam, piring yang tadinya berisi makanan kini kosong. Hanya menyisakan irisan tomat saja lantaran Chesa tidak menyukai tomat sejak kecil. "Oke. Gue bakal ngomong tujuan gue ngajak lo jalan apa." Raka mengelap mulutnya dengan tissue. Ia kemudian berbicara kembali, "gue mau ajuin beberapa pertanyaan ke lo." Chesa diam dengan tatapan penuh penasaran. "Jawab jujur dan fast." Oke, sekarang Raka sudah seperti polisi saja. "Iya." jawab Chesa usai dari tadi diam. "Sebelum gue hilang ingatan, kita sering deket?" Chesa diam sejenak. Tidak. Ia tak boleh jujur. Bisa-bisa Hana nanti makin kejam mengganggunya. "Nggak." Chesa menjawab, berusaha untuk tenang dan menyembunyikan ekspresi gugupnya. "Lo kenal gue waktu kapan?" "Masuk SMA. Sebelum itu, gue nggak kenal lo sama sekali." "Kita pernah temenan?" "Pernah lah. Orang sekelas." "Lo ada rasa ke gue? Selama ini, lo pernah berusaha kejar-kejar cinta gue?" "Nggak." "Kita pernah temenan sejak kecil?" "Gue kenal lo dari masuk SMA, Raka. Jadi, waktu gue kecil, gue gak temenan sama lo." "Lo punya mantan berapa?" "Gak punya." Aneh. Itulah pikiran Raka sekarang. Devian bilang, Chesa mempunyai pacar, tapi putus karena dirinya. Tapi yang dikatakan Chesa malah bertolak belakang. Pasti ada yang berantakan. batin Raka curiga. "Oke. Satu pertanyaan dan permintaan lagi." Raka menjeda. Chesa panas dingin. Apa yang akan diminta cowok itu darinya? "Apa orang tua kita pernah ketemu? Kalau iya, gue minta foto mereka." Chesa tergemap. Permintaan Raka mengapa seperti itu? Jelas, ia takut. Chesa takut kalau foto itu akan membuat ingatan Raka kembali. "Gue nggak punya." "Bohong. Lo pasti punya. Nggak ada anak di dunia ini yang gak punya foto orangtuanya. Lo bohongin orang yang salah, Ches." Raka melipat tangan di d**a. "Gue gak bohong. Lo liat rumah gue yang sederhana itu kan? Jangankan beli handphone buat foto, bisa beli makanan sehari-hari aja gue udah bersyukur." jawab Chesa. Curhat "Bawa gue nemuin orang tua lo." Chesa membulatkan mata. Mengapa Raka sangat bersikeras untuk menemui kedua orang tuanya. "Ayah udah meninggal. Kalau ibu gue lagi kerja. Kadang gak pulang. Jadi lo gak bisa nemuin ibu. Gue pamit pulang." Chesa berdiri. Raka mendongak, ia ikut-ikutan bangkit. "Gue belum selesai." "Tapi waktu gue udah selesai buat di sini." Chesa memalingkan muka. Ia berlalu begitu saja. "Raka! Kamu di sini? Aku cariin di rumah gak ada. Eh, ternyata kamu lagi date sama Chesa ya?" Hana melirik ke arah gadis yang sangat ia benci. Siapa lagi kalau bukan Chesa. Chesa menunduk. Gawat! Hana muncul di mana saja. Apa cewek itu mengikuti dirinya? Benar-benar mimpi buruk. "Raka? Kamu kok diem aja?" tanya Hana lagi. "Lo ngapain di sini?" Raka balik bertanya. "Kamu nggak inget? Hari ini, kan, aku mau main ke rumah kamu buat belajar bareng. Aku tadi pagi ke rumah kamu, kamunya malah gak ada. Eh, ternyata kamu lagi di sini sama Chesa." jelas Hana. "Gue lupa. Maaf." ucap Raka. Chesa melanjutkan langkahnya usai berhenti beberapa detik. Sudah pasti, besok dia akan kena getah akibat Raka mengajaknya jalan hari ini. Hana melihatnya pula. "Awas." Raka menyuruh Hana minggir. Ya, walaupun jalan di sana luas. Raka mencekal lengan Chesa. "Jangan pergi." Chesa menganjur nafas. "Gak bisa." lengan satunya Chesa tergerak untuk melepas genggaman Raka. Raka tak bergeming. Usai beberapa langkah Chesa menjauh darinya, Raka baru berkata, "Besok. Di sekolah kita ketemu di ruangan loker." Hana yang sedari tadi menyaksikan semua itu merasa geram. Jadi ini alasan Raka tidak menemuinya?! Ia janji, akan memberi pelajaran pada parasit itu! Raka berbalik, ia bergerak menghampiri Hana. Raja mengambil jaket yang tersandar di bangku. Matanya itu tak berniat melirik apalagi melihat Hana sekalipun. "Raka," Gue mau pulang." Tangan Hana mengepal di balik rok pendeknya. "Kenapa tiba-tiba?" "Gue capek."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD