Chapter 28: Teman Sebangku

1000 Words
"Selamat. Istri Anda sedang hamil dua bulan. Saya sarankan, jangan biarkan istri anda terlalu banyak gerak karena janin masih rentan." Pandu tercengang. Lain dengan Rumaisa, dia senang akhirnya kehamilannya itu terbongkar. Sebentar lagi, ia yakin akan menjadi nyonya besar di rumah yang menjadi tempat kerjanya itu! "Dia bukan istri saya." Ucapan sederhana, namun sukses membuat hati Rumaisa sakit bak tertusuk pedang tajam. Dokter perempuan yang mendengarnya pun langsung menaikkan satu alis. "Ah, enggak, Dok. Dia suami saya. Kami lagi bertengkar. Jadi wajar dia berkata seperti itu." timpal Rumaisa membuat Pandu refleks menatap wanita di sampingnya ini. Ekspresi bingung dokter itu berubah menjadi kekehan kecil. "Baiklah. Untuk ibu Rumaisa, bulan depan jangan lupa untuk check kandungan ke sini ya." "Baik, Dok." Mereka berdua pamit pergi. Pandu terus diam, tak berkata apapun. Pandu membukakan pintu mobil untuk Rumaisa di depan. Setelahnya, ia masuk juga. Ada jeda hening di antara mereka. "Apa sebelumnya kamu pernah mengetes kehamilan kamu?" tanya Pandu memecahkan keheningan. Rumaisa menelan ludah susah payah. Ia mengangguk kemudian. Tanpa menolehkan mukanya ke arah Pandu. "Kenapa kamu tidak bilang?!" bentak Pandu. "Saya takut Tuan marah. Untuk ucapan saya di depan dokter tadi, saya minta maaf. Saya mengaku sebagai istri anda agar dokter itu tidak berpikiran negative tentang Tuan." Rumaisa menerangkan. "Saya tidak peduli orang-orang berpikiran negative tentang saya. Minggu depan. Kita nikah." Rumaisa mengerjap usai mendengar keputusan Pandu yang terkesan tiba-tiba itu. Tapi mau bagaimana lagi? Bayi di perutnya ini harus tumbuh bersama ayahnya. ***** "Eh! Maksud lo apa-apaan?! Kenapa lo jalan sama Raka? Kenapa, hah?! Lo coba balikin ingatan dia ya?! Jawab gue, parasit!" bentak Hana setelah tangan cantiknya itu menggebrak meja. Chesa menunduk. Bibir gemetar nya itu mencoba mengatakan sesuatu. "Ma--maaf." "Maaf maaf! Lo tau gak? Gue rela ke salon dan itu waktunya gak sebentar! Lo harus ganti rugi waktu sama uang gue, parasit!" telapak Hana bergerak mencengkram kerah seragam Chesa. Nafas Hana tak teratur sejak tadi karena amarah. "Maafin gue, Han. Raka sendiri yang dateng ke rumah gue kemarin." tidak terasa, pipi Chesa sudah berderai air mata. "Gue gak akan maafin lo semudah itu! Lo udah bikin Raka gak mau makan sama gue. Lo udah bikin Raka jadi dingin ke gue! Ikut gue sekarang, Chesa!" Hana menggerakkan gigi. Wajahnya kini merah padam. "Gak, Han. Tolong lepasin gue kali ini. Udah cukup kemarin lo kasih gue pelajaran." Hana jadi teringat kejadian hari itu. Perlahan Hana tersenyum miring. Badan rampingnya mendekati Chesa yang masih diam ketakutan di tempat. "Oh, apa sekarang lo udah jadi cewek bekas?" Chesa menutup mata mendengar hal tersebut. Di dalam hatinya, ia tidak terima! Kemarin tidak terjadi apa-apa. Tapi yang Hana katakan, membuat orang menganggap kalau Chesa itu w************n. "Kok diam? Berarti perkataan gue bener kan?" Hana tertawa terbahak-bahak. Kedua tangannya itu menepuk cukup keras membuat sepenuh kelas refleks menoleh pada gadis itu. "Guys! Guys! Perhatian! Perhatian! Chesa sekarang udah jadi cewek BEKAS!" teriak Hana. Saking hebohnya, suaranya itu terdengar sampai keluar kelas. "Please, berhenti, Han. Berhenti." Chesa merunduk. Air bening yang berasal dari matanya itu kini turun hingga mengenai meja. "Berhenti apa? Lo harus bayar perbuatan lo kemarin. Diam atau nggak, gue bakal permaluin lo lebih dari ini!" ancam Hana lirih. Chesa menangis tanpa suara. Jika saja... dari awal ia tidak menginjakkan kaki di sekolah ini, sudah pasti hidupnya akan tenang-tenang saja. Namun, perkataan itu hanya mimpi yang tak akan menjadi kenyataan. Hana kembali menatap seisi kelas. "Ternyata dia itu murahan, guys! Kalian jangan biarin orang macam dia duduk di kelas kita ini! Bikin tercemar aja!" "Wah, ada apa lagi nih? Kayaknya gue ketinggalan banyak." ujar Keisha yang baru saja sampai di kelas. "Ini nih. Ternyata dia cewek murahan! Kemarin Gio ngunci dia di gudang. Harusnya kan dia berusaha kabur. Lah ini, dia malah pasrah! Tapi gue seneng. Kejadian itu terjadi sesuai keinginan gue." jelas Hana. "Oh, gue kira ada apa. Kenapa semua kelas pada diem aja nih? Apa kalian bela Gadis parasit ini?!" ujar Keisha mengompori. Seisi kelas menggeleng ragu. Namun, pada kesudahannya, mereka kompak membully Chesa dengan sumpah serapah, Kata-kata kotor dan ucapan kasar. Tidak hanya itu, mereka melempari Chesa dengan gumpalan kertas. Ada satu orang yang diam, tidak ikut-ikutan. Orang itu... Gio. Ia duduk di pojokan sambil mengunyah permen karet, tetapi iris matanya tak lepas mengamati Chesa. Derap langkah menuju kelas membuat Hana mengarahkan tangan agar teman sekelasnya diam. Ia bergerak menuju pintu. Tampak Raka sedang berjalan santai ke kelas. "Kalian harus diam!" instruksi Hana. "Eh, Raka. Kamu baru dateng? Tumben siangan. Untung aja bel masuk belum bunyi." sambut Hana saat Raka sudah sampai di ambang pintu. "Hm." sahut Raka dengan tatapan datar. Hana mencebik kesal. Ia melirik Chesa. Pasti gadis itu yang sudah membuat Raka dingin padanya! "Raka, tunggu." Hana berdiri di hadapan Raka. "PR hari Jum'at udah selesai?" "Iya." "Kirain belum. Kalau belum, bakal gue kerjain." gigi-gigi putih Hana muncul berderet rapih. "Udah." Raka berjalan melewati Hana. Ia duduk di belakang bangku Chesa. Rasanya aneh. Gadis itu, Chesa, terus menunduk. Ingin sekali ia bertanya apa yang terjadi dengan gadis itu. Hana mengambil tasnya. Dengan langkah cepat, ia mendudukkan diri di samping Raka, yang seharusnya ditempati oleh Devian. Sampai sekarang, Devian masih saja tidur. "Mulai sekarang, kamu temen sebangku aku!" teriak Hana riang. "Ada temen gue. Sebaiknya lo pergi." usir Raka mentah-mentah. "Gak. Aku mau duduk di sini aja. Temen kamu bisa pindah ke tempat bangku aku yang sebelumnya kok." jelas Hana santai. "Semudah itu lo pindahin tempat duduk gue?" Hana menoleh ke orang yang sudah berkata demikian. Sudah ia duga, orang itu. **** "Semudah itu lo pindahin tempat duduk gue?" Devian memasukkan satu tangannya ke dalam saku celana. Kaki tingginya itu mendatangi Hana. "Minggir." Hana memicing tajam. Beruntung, Raka sedang tidak memperhatikannya. "Minggir, Hana." ulang Devian dengan nada halus. "Nggak mau. Tempat aku duduk di sini." ucap Hana bersikukuh. "Gue bilang gak boleh, ya, gak boleh, Han." Devian menghela nafas. Ia berusaha untuk bersabar. "Raka, kamu nggak mau belain aku apa?" Hana merengut kesal. Ia mencoel pundak Raka. "Bener kata Devian. Cewek duduk sama cewek. Lo gak tau aturan ini?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD