Chapter 50: Murid Baru

1522 Words
"Nanti dia malah nyerang aku tambah parah lagi. Aku nggak berani, Raka. Waktu itu, aku pernah balas perbuatan dia, tapi Hana malah makin menjadi. Kamu nggak mau aku terluka lebih parah, kan?" Raka memalingkan muka. "Tapi tetap aja. Kamu harus bela diri kamu sendiri, Chesa." ucapnya. "Lupain. Luka aku gak terlalu parah kok. Hana pasti berubah baik setelah pernikahan ibu. Aku yakin, Raka. Udah. Sebentar lagi masuk. Kamu mau bolos, makanya berhenti di sini ya?" tuduh Chesa dengan nada bicara halus. "Kalo bolos nya sama kamu, aku mau." respons Raka diluar dugaan Chesa. "Kamu jangan gitu ih. Gak baik. Mau jadi apa nanti besar kalau bolos kaya gini." Chesa mendorong pelan daaada Raka. Raka tersenyum, namun senyumannya terkesan menggoda. "Aduh, jantung aku jadi jumpalitan." "Ih. Udah ayo, Raka." Keduanya melanjutkan perjalanan. Sampai di sekolah, Raka melepaskan helm di kepala Chesa. Nafas hangat menerpa di wajah Chesa. "Jangan dekat-dekat. Nanti Hana lihat," Chesa memperingatkan. Sebenarnya ia nyaman dengan posisi ini, tapi saat mengingat Hana, rasa nyaman ini hilang terganti dengan kegelisahan. "Sudah. Selamat sekolah, Tuan putriku. Belajar yang pintar, ya," Raka mengusak puncak kepala Chesa. "Rambut aku jadi berantakan." Chesa mendecak kesal, tetapi Raka malah tertawa. Chesa heran. Ia geleng-geleng kepala, kemudian bergerak ke kelas. Raka gemas sekali dengan wajah Gadis itu. Apalagi ketika marah. Tadinya Raka ingin mencubit pipi Chesa, namun gadis itu malah pergi duluan. **** "Gue dengar ada cewek pindahan dari SMA Taruna Bakti ke sini! Gue liat mukanya cantik dan juga sering ikut lomba. Ya sebelas duabelas sama Chesa deh." tutur murid bersuara sopran. "Serius lo? Kenapa dia pindah di sini? Padahal udah kelas dua belas. Nanggung amat." timpal gadis yang satunya. "Orang pintar sama kaya mah bebas mau apa aja. Termasuk kita. Andaikan gue jadi Chesa, udah pasti gue pindah dari sini. Miris gue, Fi. Liat dia ditindas mulu sama cewek manja plus bodoh pulak!" "Gue sependapat. Lo punya foto murid baru itu gak? Coba gue mau liat seberapa cantiknya dia." Teman Cewek itu membuka ponsel, menunjukkan sebuah foto. "Woah, indahnya ciptaan Tuhan." "LIHAT APA KALIAN?!" Hana menggebrak meja ketiga gadis itu dengan heboh. Ia merebut paksa ponsel yang barusan dilihat oleh gadis berambut sebahu. "Siapa dia?" tanya Hana, ia akui perempuan di dalam foto itu cantik. Namun perlu dicatat! Hana merasa lebih cantik darinya! Ketiganya diam saja. Mereka malah ketakutan. Hadeh.. "Jawab gue dong! Kalian bisu apa?!" bentak Hana penuh emosi. "Di--dia murid baru," jawab Gadis berambut lurus dengan suara gemetar. "Apa? Murid baru di kelas ini?!" "Iya, Han." Hana melempar ponsel itu ke arah meja di dekatnya. Untuk saja ada yang bisa menangkapnya. "Kenapa?" Keisha yang ada di ambang pintu sana melontarkan pertanyaan. Hana mendengus kasar. "Ada murid baru." "Terus apa masalahnya? Bukannya bagus? Siapa tau aja dia bakal gabung sama kita buat gangguin Chesa." "Kalau dia se-frekuensi. Kalo gak? Sama aja dia ada di pihak parasit itu." Hana berkata meremehkan. "Selama ini lo kan bisa buat semuanya tunduk. Masa anak yang baru aja dateng ke sini, gak bisa lo bikin tunduk? Jangan pesimis deh." Keisha mengibaskan tangan. "Gue bukannya pesimis! Gue cuma waspada." "By the way, lo udah pernah ketemu cewek itu?" "Enggak." "Lah, kenapa lo khawatir tanpa sebab? Lo sehat kan, Han?" Keisha meraba kening Hana dengan punggung tangannya. Hana menepis. "Sehat." "Permisi," Chesa menunduk sambil melewati Hana juga Keisha. Ia mohon! Semoga Hana tak mengganggunya karena ini masih pagi. "Eh, parasit. Kei, lo nyium bau sesuatu nggak?" Hana mendengus-dengus di sekitar Chesa. "Wah, lo nggak mandi berapa hari?" tanya Hana pada Chesa. Keisha tertawa. "Lo nggak punya sabun buat mandi, hah? Gue punya banyak kok di rumah, tapi... Udah ditaruh di tong sampah." Hana menatap remeh sekaligus benci. "Ekhem. Kalian nyingkir dikit boleh?" Raka tahu-tahu sudah ada di dekat mereka. Chesa lega. Ia menahan diri untuk tersenyum dan mengucapkan terimakasih pada Raka. Diam-diam Chesa duduk di tempatnya. "Boleh boleh." Hana dengan wajah sumringah mempersilahkan. Ekspresinya berubah menjadi biasa saja kala Devian lewat setelah Raka. Tanpa disangka, Devian berhenti. Dari sorot mata itu, ia tampak memohon. "Han, lo masih marah?" Hana memalingkan muka, enggan memandang Devian. "Han, jawab pertanyaan gue." kata Devian lagi. Tidak ada tanda-tanda Hana akan membuka suara. Terdengar helaan nafas Devian. "Hana udah maafin lo," Keisha angkat bicara. Ia menatap iba pada Devian. "Hana lagi gak pengin diganggu," lanjutnya berbisik pada Devian. Devian mengangguk samar. Ia berjalan ke bangku samping Keisha. Seorang guru laki-laki masuk ke dalam kelas usai beberapa detik bel masuk berbunyi. Yang menyita perhatian semua murid adalah seorang gadis tinggi yang berjalan di belakang sang guru. "Siapa tuh?" "Itu murid baru yang gue cariin." "Cantiknya kelewatan." Suara siulan memenuhi kelas. Guru langsung memberi isyarat untuk diam. "Silahkan perkenalkan diri kamu." titah Guru. "Halo, semua..." Tania melambaikan tangan. Chesa tidak asing dengan wajah gadis itu. Mereka pernah bertemu dua kali. Satunya di rumah sakit, untuk kedua, ia bertemu di kafe, tempat Gio mengajaknya untuk berpura-pura menjadi pacar. "Nama aku, Tania Andini. Aku pindahan dari Murid Taruna Bhakti. Salam kenal," Tania membungkukkan badan. "Salam kenal, sayang." "Udah ada yang punya atau enggak?" "Rumahnya di mana nih?" "Aduh! Lo buat bergairah." "Heh! Sembarangan lo. Ketahuan pacar baru tau rasa!" "Ajak abang ke orang tua kamu, Neng." "Tania, ke KUA yuk!" "Mungkin... Kamu adalah bidadari yang dikirimkan Tuhan ke sini untukku." celetuk murid laki-laki yang sudah terkenal jago membuat puisi. "Jalan-jalan di pasar malam, jangan lupa mikirin Aing setiap malam!" "Apaan sih, kalo buat pantun itu yang jelas!" "Suka-suka gue lah. Mulut-mulut gue." "DIAM ATAU SAYA TABOK MULUT KALIAN PAKE PENGGARIS SATU-SATU!" Pak Deno membentak. Suara garang menggelegar menggema ke seluruh kelas. Damage nya gak main-main! Para murid cowok mengatupkan bibir. "Saya duduk di mana, Pak?" Tania bertanya. "Sebelah Chesa." "Maksud Bapak?" Tania bingung. Pak Deno bukan Demo, ya! Beliau menunjuk sebuah bangku di sebelah Chesa. Ya, hanya bangku itulah yang kosong. Tania mengikuti kemana arah lengan itu menunjuk. Ia tersentak. Gadis itu... Tania tidak suka! Oke, namun kali ini dia harus bersikap tenang. "Baik, Pak." Tania mendatangi Chesa. Ia duduk. Tania tidak berniat menyapa Chesa apalagi mengobrol. *** Istirahat Tania melirik Chesa. Gadis itu tetap tidak bergeming dari duduknya. Apa dia tak mau makan? Entahlah. Tania enggan bertanya. Terlalu merepotkan. "Parasit! Ikut gue." Ya, kalian bisa tebak ajakan barusan itu suara dari siapa. Chesa langsung menutup buku yang dari tadi ia baca. Kening Tania mengernyit. Mengapa Cewek itu terlihat sangat menurut? "Minggir lo. Dia mau lewat!" ujar Tania membentak pada Hana. Tania tersentak. Ia memberi jalan untuk Chesa. Kepala Chesa merunduk. Tania jadi penasaran. Mereka berdua akhirnya pergi. Mulanya, dia akan mengikuti, tapi setelah melihat wajah Raka, rasa penasaran Tania menghilang. Ia memilih untuk bicara dengan cowok itu. "Raka!" Tania berdiri di hadapan Raka, menghadang cowok tersebut. "Gimana kabar kamu?" "Baik." Raka menjawab seadanya. Jelas, ia sangat kenal dengan wajah gadis itu. Mereka, kan, pernah bertemu di rumah sakit. "Malam ini kamu ada acara gak? Jalan yuk!" "Gue ada acara." ujar Raka tanpa berpikir panjang. Ia tak mau menghabiskan waktu dengan cewek yang bahkan baru ia kenal. "Kamu udah beda dari dulu, ya. Waktu kamu SD, badan kamu masih pendek. Sekarang, kamu bahkan lebih tinggi daripada Tania." ucap Tania takjub. Raka mengangkat satu alis. "Darimana lo tau?" "Kamu gak inget Tania? Tania itu temen kamu dari kecil. Kenapa kamu bisa lupa? Oh, aku tau. Pasti pikiran kamu isinya Chesa doang kan?" "Hm." Raka ogah-ogahan menjawab. "Aku penasaran. Gimana, ya, penampilan Chesa sekarang." Raka menatap Tania sekilas. Rupanya Gadis itu belum tahu. "Dia ada di sebelah lo." Tania tergemap. Ia menengok ke kanan kiri. "Mana? Di samping aku cuma ada kamu doang." "Kurang teliti." Tania berpikir keras. Puluhan detik berlalu, ia baru sadar. Oh, tidak! Jadi Chesa--cewek yang ia kenal dari kecil adalah teman sebangku nya sendiri? Pacar Gio waktu itu? Dan juga di rumah sakit, Raka mengakui Chesa sebagai pacar?! Dunia ini memang penuh kejutan. Tania benar-benar tak menyangka. "Permisi." Raka melewati Tania. Lengannya mendadak dipegang. "Aku mau ngomong sebentar." "Buat?" "Biar lebih akrab sama kamu. Kita udah lama nggak ketemu. Banyak hal yang aku mau ceritain." "Enggak." tolak Raka mentah-mentah. Hati Tania menjadi sakit. "Kenapa? Aku cuma mau ngobrol sama kamu sebentar aja. Gak sampai setengah jam deh." "Tetep gak bisa." "Raka," Dia tidak menghiraukan dan tetap pergi meninggalkan Tania sendiri. Bahu Tania lemas. Ah, ia tidak boleh menyerah di awal. Tujuannya ke sini adalah untuk Raka. Ia akan berusaha sekeras mungkin untuk mencapai tujuannya! **** Chesa membasuh rambutnya dengan air. Sudah menjadi hal biasa kalau Hana menuangkan telur ke kepala Chesa. Ia sekarang berusaha menghilangkan noda itu. Tanpa Chesa sadari, Raka muncul dari belakang. Ia bantu membersihkan. Chesa tersentak. Dengan waspada, ia menengok ke belakang. "Kamu?" "Hana lagi?" Pandangan Chesa melihat ke bawah. Ia membuat Raka kecewa lagi. "Ches?" "Ya?" "Aku nggak kecewa kok." ujar Raka. "Darimana kamu tau?" Raka bingung. "Tau apa?" "Aku mikir kalau kamu itu lagi kecewa. Jangan-jangan kamu bisa baca pikiran aku?" tuduh Chesa. "Gak. Tanpa kamu ngomong pun aku udah tau segalanya." "Yakin? Jadi kamu tau segalanya nih?" Chesa terdengar menantang. "Iya," "Jawab pertanyaan aku. Kalau jawaban kamu benar, aku bakal kasih hadiah." "Kalau salah?" Raka mendekat, menatap penasaran. "Kamu harus turutin permintaan aku." "Oke. Jadi pertanyaannya apa?" "Siapa orang yang aku suka sekarang?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD