Chapter 51: Kekacauan

1512 Words
Raka tersenyum miring. Ia mendekatkan wajahnya lagi membuat jantung Chesa berdentam-dentam hebat. Telinga Raka berbisik, "aku, orang di hadapan kamu." Chesa membulatkan mata. Ia lalu mendorong tubuh Raka supaya menjauh. "Gimana? Bener kan?" Raka membeo. "Em... Itu..., jawaban kamu..." Chesa menggantung. Raka makin penasaran. Byurr! Selang air yang tadi dipegang oleh Chesa kini tidak sengaja menyiram celana Raka. Ia terlalu fokus melamun! Ini lah hasilnya. Mulut Chesa menganga, ia segera mematikan kran yang ada di dekatnya. "Ya ampun, maafin aku," "Salah gue apa sih, Ches?" Raka memasang raut sedih. Sebutan lo-gue nya keluar lagi. Chesa merasa bersalah. "Enggak. Lo gak salah apa-apa. Gue yang salah. Gue udah lalai. Maaf," "Segitu bencinya ke aku?" "bukan. Gue nggak benci lo." Chesa berjongkok. Ia mengelap celana Raka yang basah. "Terus lo sayang sama gue?" Raka terus memancing. "Iya." "Apa lo bilang?" Raka memastikan. Hatinya begitu senang sekali. "Gue sayang lo." Chesa masih saja fokus pada celana Raka hingga dia tidak menyadari apa yang ia katakan. Raka berjongkok. Ia memegang kedua pundak Chesa, lantas mereka berdua berdiri bersama. Saling berhadap-hadapan. "Ulangi lagi," "Gue sa--" Chesa terbelalak. Mengapa ia berbicara seperti itu? Dasar konyol! Tapi kenyataannya, memang benar sih, dia menyayangi Raka. Chesa menarik nafas dalam-dalam. "Gue sayang lo sebagai sahabat karena lo selalu ada buat gue." "Sahabat?" apa ada yang selain itu, batin Raka. "Iya." Chesa tersenyum manis. "Kamu sahabat aku. Makasih, ya, Raka. Kamu selalu nemenin aku di masa apapun." "Sama-sama. Ches, jangan pernah kamu berhenti senyum." Raka menatap teduh. Chesa nyaman melihatnya. "Kalau aku senyum terus, nanti dianggap orang aneh dong." "Senyumnya di depan aku. Jangan biarin cowok lain lihat senyuman kamu." "Alasannya?" "Mereka nanti jatuh cinta dan deketin kamu. Aku nggak mau kamu dekat dengan orang yang salah." Tania memerhatikan kedua makhluk itu dengan tatapan serius. Ia memandang Chesa dan Raka secara bergantian. Wajah mereka mirip. Entah mengapa. Namun jujur, mereka terlihat serasi. Jadi ini penyebab Raka tidak mau berbicara dengannya walau hanya sebentar saja. "Gue akan rebut lo dari Raka, Chesa. Udah cukup waktu kecil, lo menang. Tapi sekarang, gue yang akan menang." gumam Tania penuh tekad. **** Chesa mengecek IG yang sudah lama ia tidak buka. Maklum, dia hanya membuka ponsel seperlunya saja. Ia terkejut begitu melihat postingan Raka dengan like beribu-ribu. Ada fotonya dan Raka sedang memasang ekspresi konyol. Di bawahnya tertulis caption. [Dari kecil sampai sekarang, gak pernah bosen.] Chesa buru-buru memencet ikon perahu kertas. Ia mengetik sesuatu. Chesaaa_ | Hapus postingan kamu. Nanti kalau Hana liat, dia bisa marah,| Raka413 | Biarin. Bukan urusan kamu, Sa. | Chesaaa_ | nanti Hana ganggu aku gimana? | Raka413 | Gak akan. | Raka menyebalkan! Ia harus bagaimana ini? Ketakutannya muncul kalau melihat wajah Hana yang baginya mempunyai aura menakutkan! Chesa membenamkan kepalanya di bantal. Lebih baik ia ke alam mimpi sebab ia tak mau terlalu pusing memikirkan itu! Kalian yang sedang baca ini, tolong doakan Chesa agar hidupnya besok di sekolah aman, ya! *** Bingung sekaligus takut. Itulah yang dirasakan Chesa sekarang ini. Dia dibawa Tania menjauh dari kelas kemudian berhenti di Koridor yang sepi. Chesa menelan saliva susah payah. "Jadi ada hubungan apa lo sama dia?" Pertanyaan Tania sukses membuat Chesa tambah bingung. "Dia siapa?" "Raka." "Sedalam apa lo suka sama dia? Apa dia pernah nyatain kalo dia suka lo?" begitu lah Tania. Ia langsung to-the-point lantaran tidak mah berbicara dengan Cewek macam Chesa. "Enggak, Tan. Kita temenan." "Oh, terus di rumah sakit itu, lo nyuruh Raka bohong?" todong Tania. "Raka sendiri yang bilang. Gue gak pernah suruh apalagi buat bohong." "Lo siapanya Raka sih? Dari kecil dia selalu dekat sama lo bahkan sampai sekarang." "Gue udah bilang, Raka itu temen gue." Chesa membenamkan kepalanya di bantal. Lebih baik ia ke alam mimpi sebab ia tak mau terlalu pusing memikirkan itu! Kalian yang sedang baca ini, tolong doakan Chesa agar hidupnya besok di sekolah aman, ya! *** Bingung sekaligus takut. Itulah yang dirasakan Chesa sekarang ini. Dia dibawa Tania menjauh dari kelas kemudian berhenti di Koridor yang sepi. Chesa menelan saliva susah payah. "Jadi ada hubungan apa lo sama dia?" Pertanyaan Tania sukses membuat Chesa tambah bingung. "Dia siapa?" "Raka." "Sedalam apa lo suka sama dia? Apa dia pernah nyatain kalo dia suka lo?" begitu lah Tania. Ia langsung to-the-point lantaran tidak mah berbicara dengan Cewek macam Chesa. "Enggak, Tan. Kita temenan." "Oh, terus di rumah sakit itu, lo nyuruh Raka bohong?" todong Tania. "Raka sendiri yang bilang. Gue gak pernah suruh apalagi buat bohong." "Lo siapanya Raka sih? Dari kecil dia selalu dekat sama lo bahkan sampai sekarang." "Gue udah bilang, Raka itu temen gue." "Gue minta, biarin gue berjuang buat Raka. Lo jangan jadi penghalang." Tania tampak begitu memohon. Chesa heran. Sejak kapan ia jadi penghalang? Apa gara-gara kejadian di rumah sakit itu? Ini benar-benar sebuah kesalahpahaman. **** Hari ini Hana tidak berangkat sekolah. Keisha ikut-ikutan. Ia bingung menampak Hana berkemas seperti hendak pergi ke suatu tempat. "Mau ke mana lo?" "Pindah. Gue pindah ke rumah ayah. Thanks usah nampung gue di sini, Kei. Gue gak bakal lupa kebaikan lo." "Sumpah Demi apa? Lo pergi? Gue gak salah denger nih?" "Enggak, Kei." Hana menutup sleting koper besar itu. Ia kemudian membawanya. "Eh, tapi kenapa mendadak gini? Kemarin lo gak cerita apapun ke gue. Jadi orang misterius banget sih lo." Keisha sedih, tapi ia menutupinya. Gengsi. "Sorry. Lupa. Gue pamit. Jangan sedih weh! Kita bisa ketemu di sekolah." tangan Hana melambai. "Gila sumpah. Ini mendadak banget." "Gue pergi. Dadah!" Hana masuk taxi begitu kendaraan tersebut sampai di depan rumah Keisha. Dengan berat hati Keisha balas melambaikan tangan. Hana telah sampai di depan rumah ayahnya. Ia memencet bel, seorang wanita membuka pintu. "Tante," sapa Hana pura-pura ramah. "Kamu? Silahkan masuk, Nak." Rasanya Hana ingin sekali memutar bola matanya. Ia sangat membenci jika pembantu itu memanggilnya 'nak'. "Ayah mana, Tan?" Hana mendudukkan diri di sofa. Sementara kopernya sudah dibawa pembantu ke dalam kamar. Rumaisa duduk juga. "Barusan dia berangkat ke kantor." "Chesa?" "Sekolah. Kamu tidak sekolah?" "Aku lagi gak enak badan, Tan." "Kamu sakit apa? Sini biar Tante yang obatin." Rumaisa mendekat. "Gak usah, Tan. Tadi udah minum obat kok." "Kamu sebaiknya istirahat, Han. Nanti Tante bangunin kamu kalau ayahmu sudah pulang." "Nggak ngerepotin Tante nih?" Hana memasang raut tak enak. "Sama sekali tidak. Ayo Tante antar kamu ke kamar." Hana mengikuti langkah Rumaisa. Dia berhenti di depan kamar. Hana senang, ia akhirnya bisa kembali ke kamar lamanya. Tapi kamarnya ini terlihat berbeda. Hana langsung menatap curiga. Ia menutup pintu rapat-rapat ketika Rumaisa sudah pergi. Kedua matanya menangkap sebuah foto di dekat lampu belajar. Ia meninjau foto tersebut lebih dekat. Seorang pria asing yang tidak ia kenal bersama gadis kecil berpakaian biru. Wajahnya tampak ceria. Hana mengenal siapa gadis cilik itu. Oh, no. Jangan-jangan parasit itu tinggal di kamar ini juga! Hana beralih ke lemari. Ia membuka. Isinya tidak sama seperti dulu. Baju miliknya kini berada di bawah, sedangkan beberapa baju yang sepertinya milik Chesa diletakkan di atas. Hana sangat tidak terima. Ia mengeluarkan baju tersebut hingga berhamburan jatuh ke bawah. "s**l! Kamar gue!" Hana bergerak mengacak-ngacak buku yang ada di meja belajar. Tak hanya itu, ia bahkan menginjak sekuat tenaga foto Chesa kecil sedang bersama ayah kandungnya. Kekacauan demi kekacauan diciptakan oleh Hana. Dia tidak akan membiarkan seorang pun merebut miliknya. Ini kamarnya, maka ialah pemiliknya bukan Chesa. "Nak, ada apa? Kok ramai banget?" tanya Rumaisa di luar sana. Hana gelagapan. "Aku gak apa-apa, Tan! Ini ada tikus!" "Coba buka pintunya. Tante akan bantu kamu." "Enggak perlu, Tan! Ini tikusnya udah pergi!" Hana menyahut, berteriak. "Yakin?" "Iya, Tan!" Terdengar suara langkah menjauh. Dia menghela nafas lega. Hana... Kembali membuat kekacauan lagi. *** Daritadi Chesa tidak fokus untuk belajar. Ia memikirkan ibu dan adiknya terus. Perasaannya tidak enak. Chesa tak tahu pasti penyebabnya apa. Ia menutup buku, lantas menaruhnya kembali di rak perpustakaan. Chesa keluar, tapi langkahnya terhenti saat melihat Tania seperti sedang mengikuti Raka sambil mengatakan sesuatu. Agak menyedihkan ketika dilihat. Chesa mengalihkan pandangan. Hari ini, ia merasa tenang. Dua orang yang sering mengganggunya kini tidak berangkat. "Sa, gak istirahat?" "Enggak." balas Chesa ramah. "Chesa, mau istirahat bareng kita nggak?" "Maaf nih. Aku gak bisa." jawab Chesa tidak enak. "Nggak bisa kenapa? Udah ah. Ayo ikut kami aja." Camelia menarik lengan Chesa supaya bergabung bersama dua temannya. Chesa gugup. Tumben sekali mereka mengajaknya seperti ini. "Asal lo tau. Kami bertiga udah lama pengin temenan sama lo, tapi Hana selalu halangin kita. Iya enggak, girls?" tanya Camelia pada dua temannya. Fiana mengangguk begitupun Safira. Chesa hanya bisa mengangguk paham. Raka melewatinya. Mata mereka bertemu. Bibir Chesa perlahan tersenyum. "Kalian pacaran?" tebak Camelia. "Eng--enggak." Chesa mengibaskan tangan. "Tadi kenapa tatap-tatapan gitu?" Fiana menggoda. Chesa merapatkan bubur, bingung mau menjawab apa.. Pertanyaan tadi adalah jebakan supaya dirinya mengakui menyukai Raka. Tidak ada yang menjamin kalau mereka bertiga tak akan mengkhianati Chesa. Bisa saja jika Camelia, Fiana dan Safira diperintah oleh Hana untuk memata-matainya. Ternyata tidak hanya di koridor semua murid menyapanya, melainkan ada juga yang menyapa Chesa di kantin. Chesa bertanya-tanya. Apakah sikap mereka palsu? Apa mereka ramah seperti ini karena perintah Hana? Entahlah. Chesa ingin menikmati kebahagiaan ini. Kebahagiaan yang semu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD