bc

Sweet Felony

book_age18+
614
FOLLOW
4.5K
READ
family
dominant
goodgirl
drama
comedy
sweet
betrayal
enimies to lovers
like
intro-logo
Blurb

Bagi Rion yang selama 22 tahun harus hidup di neraka karena pengkhianatan dari 2 orang kepercayaan mendiang papanya, Cherry yang ia bawa ke rumahnya sebagai seorang sandera seharusnya ia jadikan alat balas dendam atas pembunuhan yang kedua orang tua gadis itu lakukan terhadap papanya.

Namun saat Cherry dengan cepat berhasil menyentuh hatinya yang membeku karena rasa sakit akan pengkhianatan, Rion melupakan rencana awalnya dan membiarkannya jatuh cinta begitu saja terhadap gadis itu.

Namun saat akhirnya satu per satu kebenaran terungkap dan mereka harus kembali ke alur cerita masing-masing di mana keberadaan Rion adalah untuk membalaskan dendamnya terhadap orang tua Cherry, apakah yang kemudian akan terjadi pada dua orang yang saling mencintai di tengah rasa sakitnya itu?

chap-preview
Free preview
Awal Dari Mimpi Buruk
“Tolong... Tolong aku...” Kedua mata Trevor menatap nanar pada wanita yang menangis terisak di atas tempat tidur. Dengan sebilah pisau yang ternoda darah berada dalam genggaman tangan kanannya, pria itu berjalan melewati tubuh yang tergeletak bersimbah darah di atas lantai. Merangkak naik ke atas tempat tidur mendekati wanita yang matanya tertutup kain hitam serta kedua tangan terikat pada tiang tempat tidur dengan tubuh telanjangnya yang dihiasi banyak bekas kekerasan. “Sayang...” Trevor berbisik dengan suara lirih sementara kedua tangannya yang bergetar hebat mulai melepas ikatan di tangan dan kain yang menutupi mata wanita itu. Kedua matanya yang memerah tampak goyah saat ia melihat bagaimana wanita itu terisak di hadapannya. “Sekarang sudah tidak apa-apa,” bisik Trevor seraya menggunakan selimut untuk menutupi tubuh wanita itu. “Aku akan membawamu pergi sekarang.” “Bagaimana bisa kita akan baik-baik saja setelah kau membunuh Tuan Besar?” Suara isakan Kaia membuat ucapannya jadi tidak terdengar dengan jelas. Namun Trevor mendengarkannya bagaimana ada ketakutan yang sangat besar dalam suara wanita yang sangat dicintainya itu. “Kita akan mati, Trevor. Mereka pasti akan menghabisi kita setelah ini.” “Tidak.” Trevor menggelengkan kepalanya. Meski suaranya lirih dan bergetar, namun ada keyakinan yang bukan main di kedua matanya yang menatap Kaia. “Aku akan menjagamu dan seperti yang telah kujanjikan, kita akan baik-baik saja.” Kaia membekap mulutnya, memejamkan kedua matanya saat Trevor mulai menggendongnya dan membawanya melewati tubuh Tuan Besar yang telah tergeletak di atas kubangan darahnya sendiri. “Oh!” Kaia memekik kaget saat membuka pintu dan mendapati seorang anak laki-laki berdiri dengan ekspresi syok di wajah polosnya. Dengan mengenakan setelan piyama bergambar kartun dan memegang tangan boneka penguin di tangan kirinya, anak yang datang ke tempat ini untuk minta perlindungan dari mimpi buruk yang membuatnya terbangun itu justru melihat sesuatu yang jauh lebih buruk dari semua mimpi buruk yang pernah dialaminya. “Rion...” Kaia menyebut nama anak itu lirih, namun anak itu hanya terus menatapnya dengan kedua pupil mata membesar sementara genggaman pada tangan bonekanya jadi semakin erat. “Kita harus segera pergi.” Trevor berkata sambil menurunkan tubuh Kaia dari gendongannya. Ia lalu meraih bahu Rion dengan tangan kirinya, membuat anak itu mendongak menatapnya dengan sekujur tubuh yang bergetar hebat saat melihat bagaimana kepala pengawal keluarganya itu mengangkat sebilah pisau yang telah ternoda darah di atas kepalanya. “Trevor!” Kaia menahan tangan Trevor sebelum pria itu benar-benar menghujamkan pisau tersebut pada Rion. Air mata kembali jatuh di pipinya saat wanita itu menggelengkan kepalanya ketika Trevor menatapnya. “Kaia...” “Lepaskan dia,” mohon Kaia dengan suara lirihnya yang terdengar serak. “Kau tahu bagaimana dia telah jadi anakku selama ini.” Dengan gerakan lemah, Trevor menurunkan tangannya yang memegang pisau. Namun tangan kirinya semakin erat mencengkeram bahu Rion hingga membuat anak berusia 8 tahun itu mengerutkan kening saat merasakan sakit di bahunya. “Ini hanya mimpi buruk,” bisik Trevor dengan nada rendah yang lebih terdengar seperti sebuah ancaman untuk anak kecil itu. “Kembali ke kamarmu dan tidurlah. Semuanya akan baik-baik saja setelah kau bangun dari tidurmu besok.” Rion menggertakkan giginya, tidak berhenti menatap Trevor meski pria yang telah membunuh papanya itu membuatnya ketakutan setengah mati dan berusaha sekuat tenaga untuk tidak menangis di hadapannya. Masih ingat dengan jelas bagaimana papanya selalu mengingatkannya untuk tidak pernah menunjukkan rasa takut atau kelemahan di depan musuh sesulit apapun situasinya. “Maafkan aku... Maafkan Mama, Sayang.” Pandangan Rion teralih pada Kaia dan melihat bagaimana wanita yang sangat disayanginya itu menangis, pertahanan Rion runtuh. Anak itu ikut menangis, semakin keras saat Trevor membawa wanita itu meninggalkannya. Kakinya yang sejak tadi lemas akhirnya tidak dapat menahan tubuhnya lagi dan membuatnya jatuh terduduk di atas lantai marmer yang dingin itu. “Pa-Papa...” Masih dengan memegang boneka penguinnya, Rion merangkak masuk ke dalam kamar sambil terus menangis. Ia tidak peduli bagaimana darah yang menggenang di atas lantai mengotori telapak tangan dan piyamanya saat ia terus mendekati tubuh papanya. “Papa... Papa bangun...” rengeknya sambil mengguncangkan tubuh papanya dengan kedua tangannya, membuat boneka yang terlepas dari tangannya jadi ikut berkubang di atas darah papanya. “Ri...” Rion tersedak oleh tangisannya sendiri saat mendengar suara serak papanya. “Mereka...” Dengan napasnya yang putus-putus, Hector mengumpulkan seluruh tenaganya yang tersisa untuk bicara pada Rion. Mengucapkan permintaan yang akan jadi kutukan seumur hidup bagi putranya itu sampai anak itu berhasil memenuhinya. “Bunuh mereka,” bisiknya seraya menggenggam tangan kanan Rion yang telah ternoda darahnya. “Habisi mereka dengan kedua tanganmu sendiri.” “Papa...” Rion menggelengkan kepalanya dengan air mata yang mengaburkan pandangannya saat ia merasa genggaman Hector pada tangannya jadi semakin lemah. “Papa, tidak... Papa... Papa!”     ***     “Papa!” Rion memejamkan kedua matanya saat rasa pusing menyerang kepalanya karena dirinya yang langsung terduduk setelah terbangun dari tidurnya karena terkejut oleh suara teriakannya sendiri. “Sialan...” Pria itu mendesis sambil memegangi kepalanya yang masih terasa agak pusing. “Boneka penguin sialan!” umpatnya sebelum beranjak meninggalkan tempat tidur mewahnya menuju meja di salah satu sudut ruangan di kamar yang berukuran luas itu. “Boneka ini...” Rion mengeluarkan boneka penguin dengan warna putih dan abu-abu yang dihiasi pita merah muda dengan beberapa bercak berwarna merah di beberapa bagiannya dengan wajah kesal. “Berhentilah melakukan ini padaku! Ini sudah waktunya aku tidur dengan wanita. Aku tidak bisa tidur dengan mereka karena kau, bodoh!” Sambil mengomeli boneka tua yang telah menemaninya sejak usianya 4 tahun itu Rion kembali ke tempat tidurnya dan membaringkan tubuhnya di bawah selimutnya yang hangat. Memeluk boneka itu dengan erat di dadanya meski sebelumnya tampak sangat kesal padanya. “Aku sudah memelukmu, Gyui,” bisiknya dengan kedua mata terpejam. “Jadi sekarang tolong biarkan aku tidur dengan tenang tanpa diganggu oleh mimpi buruk itu lagi.” Dua puluh dua tahun telah berlalu sejak malam di mana Rion melihat kepala pengawal membunuh papanya sebelum membawa kabur wanita simpanan kesayangan papanya. Namun meski lebih dari dua dekade telah berlalu, peristiwa malam itu masih terus menghantuinya dan kerap datang dalam mimpi buruknya. Yang anehnya, ia tidak akan mengalami mimpi itu saat ia memeluk bonekanya meski itu artinya ia akan merasa sakit di hatinya saat ingat siapa yang telah memberikan boneka ini untuknya. “Oh, sialan!” Rion yang sudah hampir kembali terlelap itu mengerang kesal saat bunyi deringan ponsel memaksa matanya untuk kembali terbuka. Ia meraih ponselnya, tanpa melihat siapa orang yang berani meneleponnya pukul satu malam seperti ini ia menjawab panggilan tersebut dengan nada membentak. “APA?!” “Kami menemukannya!” Rion mengerutkan keningnya. Merasa heran dengan apa yang telah ditemukan oleh anak buahnya tengah malam seperti ini hingga berani mengganggu waktu istirahatnya dengan suara sebahagia itu. “Apa yang kau temukan?” tanya Rion. “Yang selama ini kau cari-cari, Bos,” sahut pria di seberang sana yang membuat Rion sontak mendudukkan tubuhnya hingga membuat Gyui terjatuh dari dadanya ketika ia berpikir tentang apa yang mungkin telah ditemukan oleh orang kepercayaannya itu. “Kami telah menemukan Trevor dan Kaia. Bahkan jika kau ingin pergi sekarang untuk menghabisi mereka, kami bisa langsung mengantarmu, Bos.” Seluruh rasa kantuk Rion menguap begitu saja. Ia tidak tahu perasaan apa yang menguasainya sekarang hingga membuat seluruh tubuhnya bergetar seperti ini. Namun yang pasti, tidak lama lagi ia akan terlepas dari kutukan papanya yang telah membelenggunya selama lebih dari 20 tahun saat ia akhirnya memenuhi permintaan terakhir bos mafia itu untuk membunuh kepala pengawal dan wanita simpanan yang telah mengkhianatinya.     **To Be Continue**

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Enemy From The Heaven (Indonesia)

read
60.7K
bc

Skylove (Indonesia)

read
109.4K
bc

Wedding Organizer

read
47.0K
bc

Mentari Tak Harus Bersinar (Dokter-Dokter)

read
54.2K
bc

Istri Muda

read
392.2K
bc

I Love You, Sir! (Indonesia)

read
260.9K
bc

Love Match (Indonesia)

read
173.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook