Nita mendudukkan dirinya di atas tempat tidur dengan nyawa yang belum terkumpul sepenuhnya.
"Ah, Nico kemana ya?" Mata Nita melirik seisi ruangan setelah tersadar sepenuhnya. Perlahan-lahan gadis cantik itu turun dari ranjang, berjalan menuju pintu kamar, membukanya, dan berjalan keluar. Warrior langsung menunduk penuh hormat ke arah Nita, calon luna mereka.
"Apa kalian tahu dimana Nico?" tanya Nita.
"Alpha sedang berada di ruang kerja, luna."
"Hei, panggil aku Nita, jangan Luna." protes Nita tak terima. Aneh saja rasanya dia di panggil luna. Panggilan itu terasa bukan di tujukan untuk dia.
"Maaf, kami tidak bisa, luna."
Nita menghembuskan nafas pasrah. "Terserah kalian. By the way, dimana Yuri?"
"Dia di kamar tamu, luna."
"Antarkan aku ke sana!"
"Baik, luna."
Warrior itu mengantar Nita ke tempat Yuri berada.
"Saya undur diri, luna."
Nita tersenyum sekilas hingga membuat warrior itu tertegun. "Terimakasih."
Warrior itu cepat-cepat menundukkan kepalanya. "Sudah kewajiban saya, luna."
Nita masuk ke dalam kamar Yuri tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Di sana, ia melihat Yuri sedang duduk di dekat jendela.
"Yuri."
Yang dipanggil mengalihkan pandangannya ke asal suara. "Hei, dia tidak macam-macam bukan?"
"Tentu saja tidak." kekeh Nita.
"Hm, bagus lah."
"Yur, bagaimana kalau kita jalan-jalan? Kita kan belum menjelajahi tempat asing ini."
"Oke. Lagipula aku juga bosan berdiam diri di dalam kamar ini."
Yuri beranjak dari duduknya dan berjalan menghampiri Nita. Mereka berdua akhirnya menjelajah istana. Mereka membuka ruang-ruang di sana dengan hati-hati. Ruang pertama yang mereka buka adalah ruangan yang berisi buku atau dengan kata lain ruang tersebut adalah perpustakaan istana. Dan ruangan kedua adalah ruangan pembuat pakaian. Di sana tidak ada siapa pun, mungkin mereka sedang makan atau libur, yeah mungkin saja.
"Nit, aku mau buat dress. Aku tidak suka memakai baju yang ribet seperti baju yang kukenakan ini."
"Aku juga mau. Buatkan aku beberapa ya, sayang." rengek Nita.
Yuri terkekeh. "Dengan senang hati."
Yuri memilih-milih bahan dan warna apa yang akan dia buat. Begitu pun dengan Nita yang memilih-milih bahan pakaian. Setelah selesai memilih, Yuri langsung mulai membuatnya karena sudah tau ukuran baju yang akan dia buat.
Beberapa jam berlalu. Akhirnya gadis berambut biru itu selesai menjahit baju, dia mengalihkan pandangannya dari mesin jahit, dan melihat Nita sudah terkapar di atas lantai. Yuri terkekeh pelan melihat Nita. Entah berapa jam dia membuat dress, pantas saja Nita tertidur. Saat Yuri hendak membangunkan Nita, tiba-tiba Nico muncul.
"Jangan bangunkan dia. Aku akan membawanya ke kamar supaya dia bisa beristirahat dengan nyenyak."
"Baiklah, dan ini dress untuk Nita." Yuri memberikan sebuah dress yang berwarna hitam selutut ke Nico.
"Ini pakaian apa? Kok pendek sekali?!"
"Pakaian ini lebih baik daripada pakaian yang ada di sini, sangat ribet." Yuri berdecak malas.
"Mateku tidak boleh memakai pakaian seperti ini, aku tidak rela ada laki-laki lain yang melihatnya dengan baju yang pendek ini."
"Ck ck ck, sepertinya sifat posesifmu sudah mulai keluar ya. Tapi kalau kau tidak membolehkan Nita memakai dress ini tidak masalah. Berikan dress itu kepadaku, biar aku saja yang memakainya nanti." Ukuran tubuh Yuri dan Nita memang tidak terlalu jauh berbeda. Nico memberikan dress itu ke Yuri. Dia berjongkok dan membawa Nita yang terlelap ke dalam gendongannya. Lalu meninggalkan Yuri sendirian di dalam ruangan.
"Lagi-lagi aku di tinggal seorang diri, nasib jomblo gini amat ya?" gerutu Yuri sebal.
Yuri juga ikut keluar dari dalam ruang jahit pakaian dengan membawa 5 lembar pakaian yang baru saja di buatnya. Pergi ke kamarnya untuk mengistirahatkan punggungnya yang terasa pegal.
Setibanya di kamar, dia meletakkan dress buatannya di atas kasur.
Dress pertama berwarna pink, lengannya panjang hingga mencapai pergelangan tangan, warna lengannya putih transparan, dan panjangnya 10 cm di atas lutut.
Dress kedua berwarna grey, lengannya hanya sampai siku, dan panjangnya pas lutut.
Dress ketiga berwarna merah darah, tanpa lengan, panjangnya pas di bawah pinggulnya. Dengan kata lain, itu adalah dress terseksi yang dia buat.
Dress keempat berwarna peach, panjangnya 10 cm di bawah lutut, bagian bawah mengembang, dan tanpa lengan.
Terakhir, dress di atas lutut berwarna hitam yang dia buatkan untuk Nita. Tidak berlengan dan pas di tubuh.
Yuri mencuci semua dress yang di buatnya. Mandi lalu memakai piyama tidurnya. Setelah itu, merebahkan tubuhnya di atas kasur karena terlalu lelah duduk di depan mesin penjahit berjam-jam lamanya.
"Sampai kapan aku di sini? Apakah aku tidak bisa kembali lagi ke dunia manusia?" gumam Yuri sembari menatap langit-langit kamar.
"Aku yakin pasti bisa, tapi caranya bagaimana? Apakah aku harus terjun ke dalam air terlebih dahulu seperti waktu itu?"
"Ah, masa iya aku terjun ke dalam air lagi. Bisa-bisa nanti hanya mayatku yang di temukan."
Karena lelah mengomel sendiri, Yuri masuk ke alam mimpinya sambil memeluk guling yang berada di atas kasur.
****
Keesokan harinya Yuri masih memakai baju kerajaan yang sangat ribet itu. Yuri berjalan mengelilingi pack, dia juga menyapa warrior atau pun omega yang di temuinya dengan ramah. Bahkan dia ikut membantu omega yang sedang menyiapkan makanan untuk alpha dan calon luna mereka yang tak lain adalah Nita. Yuri cukup berbakat dalam bidang masak memasak, berbeda dengan sahabatnya yang tidak bisa sama sekali. Bahkan untuk merebus air saja sahabatnya tidak bisa.
Nico datang bersama Nita, pria itu memeluk pinggang Nita dengan posesif. Yuri benar-benar ingin tertawa terbahak-bahak sekarang melihat sahabatnya kesusahan untuk berjalan karena ulah Nico. Kesulitan berjalan karena baju yang berlapis-lapis dan berat, di tambah lagi Nico memeluk pinggangnya dengan posesif.
"Eh, calon luna udah turun." Yuri berucap dengan nada penuh pengejekan yang kentara sekali.
Nita memutar bola mata sebentar. "Ishh.. Mana baju untukku?" tagih Nita kepada Yuri.
"Tanya aja sama Nico."
Nita menatap mata Nico penuh makna.
"Kau tidak boleh memakai baju itu, sayang, nanti laki-laki lain melirikmu dan jatuh cinta kepadamu lalu mereka berusaha merebutmu dariku."
"Ishh, kau tahu tidak? Aku capek pakai baju ini." kata Nita lesu.
"Apa susahnya sih sayang? Kau hanya perlu duduk manis di sini."
"Aku merasa gerah pakai baju sialan ini."
"Udah, udah! Kalian berdua, ayo makan! Chef Yuri sudah memasak untuk kalian berdua."
"Yeay, akhirnya aku bisa menyicipi masakanmu lagi." Nita sangat antusias karena Yuri sangat jarang memasakkannya makanan, sebab mereka tidak punya banyak waktu untuk berkumpul. Dia sangat menyukai masakan Yuri yang sangat enak.
"Biasa aja kali. Emang segitu kangennya ya dengan masakanku?"
"Iya lah, aku kan sibuk banget di kantor. Kau juga sibuk banget membuat rancangan baju untuk klient."
"Hehe. Iya sih, biasanya kita sangat jarang ketemu karena sibuk dengan urusan masing-masing."
"Makan, sayang, nanti makanannya dingin." Nico cepat-cepat menyela obrolan Yuri dan Nita.
Nita mengangguk dan duduk di sebelah Nico. Sedangkan Yuri duduk di hadapan sepasang mate itu. Sendirian. Miris sekali nasibnya haha.
Mereka makan dengan tenang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Yuri memakan masakannya dengan khidmat.
Beberapa menit kemudian mereka selesai makan bersama. "Besok kita kedatangan sahabatku, sayang. Dan untukmu Yuri jangan mencari masalah dengannya karena dia orangnya sangat pemarah dan juga kejam." Peringat Nico.
"Memangnya aku pernah membuat masalah? Tidak, kan?" tanya Yuri tak terima.
"Yah, aku hanya mengingatkan. Sebelum nasi menjadi bubur nantinya. Jadi, kau harus jaga sikap di depannya."
Yuri berdiri. "Iya, Alpha Nico yang terhormat." Yuri membungkuk layaknya pelayan-pelayan lain, kemudian dia mendengus kesal.
"Aku duluan, Nita." pamit Yuri. Meninggalkan ruang makan tanpa menunggu jawaban Nita. Menuju kamarnya, lalu membaringkan tubuhnya di atas kasur. Tak menunggu lama, Yuri masuk ke alam mimpinya.
-TBC-