Prolog
Sudah sejam kasih Raina menunggu di lobi kantor, hujan diluar belum juga mereda. Kakinya mulai terasa pegal berdiri menggunakan sepatu hak tinggi setinggi 5 cm. Pandangannya fokus menatap air yang turun dari langit. Ia menoleh ke belakang ketika seseorang menepuk bahunya. Ternyata Bayu, pria yang selalu mengejar dan membalas balasan untuk perasaannya namun selalu ditolaknya. Bayu tersenyum dan wanita itu kesalahannya.
"Belum pulang, Rain?" sapanya.
"Belum, hujannya belum reda juga dari tadi, padahal sudah malam," keluh Raina sambil menghela napas. Sudut sengaja tidak sengaja melihat seorang pria yang berjalan menuju lobi. Pria itu berjalan bersama seorang wanita, tangan mereka saling bertautan. Hatinya berdenyut nyeri melihat tempat itu, ingin rasanya ia segera menghilang dari tempat itu.
"Pulang bareng, yuk?" Buka tas ranselnya dengan mengambil payung berwarna biru dongker, kemudian membukanya. "Ayuk, jalan," ajaknya.
Raina tidak sempat berpikir lagi untuk menolaknya. Yang pasti ia ingin segera pergi dari tempat itu. Wanita berparas cantik itu mengangguk. Tangan kiri Bayu merangkul bahunya, Raina menoleh ke arahnya lagi-lagi Bayu tersenyum.
"Kalau jauh-jauh nanti kamu kebasahan," kemudian mengeratkan rangkulannya dibahu Raina. Raina sempat melirik ke belakang, dilihatnya pria sedang membuka payung untuk wanitanya, ia meringis pedih.Bayu mengantarnya sampai mobil.
“Terima kasih,” ucap Raina.
“Sama-sama cantik,” balas Bayu. Dasar tukang gombal.
Raina melajukan mobil menuju apartemen tempat tinggalnya. Ia memutar radio untuk menghilangkan keheningan, kemudian memfokuskan diri untuk mengemudikan mobil Honda Jazz. Raina memutar setir ke kiri ketika memasuki tempat parkir apartemen, kemudian memarkir mobilnya. Ia masuk ke lift kemudian memencet angka tujuh.
Bayangan pria yang berjalan bersama wanita lain muncul lagi dipikirkannya, membuat dadanya terasa semakin sesak. Raina mengangkat jemarinya dan menatap kosong, "dulu dia tidak pernah memegang tanganku seerat itu," batinnya. Setetes air matanya jatuh.
Dulu Raina merasa pria itu mengirimkan Tuhan untuk menjaganya, melindunginya dan melengkapi hidupnya. Ternyata ia salah, pria itu sukses yang ditunggunya. Raina sudah memberikan segalanya untuk pria itu, namun pria itu tidak memedulikannya.
Raina buka kunci pintu apartemennya. Dengan langkah gontai berjalan ke dapur, buka kulkas mengambil botol minum. Meneguknya hingga tandas membatalkan untuk menghilangkan rasa haus dan kesesakan. Namun tidak berhasil, rasa sesak itu masih ada. Andai air itu bisa menghilangkan rasa sakit dihatinya, Raina akan minum sebanyak-banyaknya.