TIGA BELAS

1094 Words
-13- Abim melipat tangan di d**a, ia sama sekali tak fokus dalam kegiatan belajar mengajar hari ini. "Bim, Abim ...." Abim menoleh pada Nino yang duduk di bangku sebelah kirinya, tepatnya di samping jendela. "Abim ke mana aja? Dicariin lho ... sama Teteh." Abim mendengus. Bel memang sudah berbunyi, tapi belum ada guru yang masuk. "Bilangin sama Teteh, Abim udah punya isteri!" Nino mengangguk paham. Teteh yang mereka maksud adalah kakak kelas Abim, namanya Rika, sikapnya ceria dan sangat ramah, terutama pada Abim. Sebenarnya, Rika bersikap begitu hanya untuk menarik hati Eno, begitulah asumsi Abim. "Hm, Nino boleh liat isteri Abim nggak?" Nino meminta. Abim berdecak sebal. "Isteri Abim nggak bisa difoto, oke?" "Bilang aja kalo isteri Abim belum lahir!" cibir Eno. Abim memutar bola mata jengah. Tak lama kemudian, buk Sri-selaku guru bahasa-memasuki kelas, namun tak sendiri. "Anak baru?" Abim tak terlalu mendengar penuturan buk Sri, ia tengah fokus pada seorang perempuan berkaca mata yang tengah berdiri di depan kelas dengan sedikit gugup, terlihat dari wajahnya. Ah, gadis itu mengingatkan Abim akan seseorang. "Perkenalkan dirimu," ucap buk Sri. Anak baru itu mengangguk dan maju selangkah. "Ehm, h-hai perkenalkan namaku Asri Utami, kalian bisa panggil aku ..." Abim merogoh sakunya, mengambil hp nya yang tiba-tiba bergetar. Ada pesan masuk dari Tio. "Dapat!" Girangnya dalam hati, Tio memang bisa diandalkan, terutama untuk hal tak penting seperti ini. "Baik, sekarang kamu boleh duduk di belakang sana." Tunjuk buk Sri ke meja Abim. Ya ... Karena kebetulan hanya Abim yang duduk seorang diri. Abim mengernyit bingung, ia melewatkan sesi perkenalan yang singkat, ia juga melewatkan pertanyaan-pertanyaan konyol teman-temannya. Ia terlalu exited dengan kinerja Tio. "Hai kenalin, Asri," ucap gadis itu setelah duduk di kursi sebelah kanan Abim. Abim mengangguk. "Abim," sahut Abim datar. Lalu ia alihkan pandangan ke arah bukunya yang masih terbuka. "Kurang berisi!" Abim mengulum senyum, mengingat lekuk tubuh Tika dan mengira-ngira ukurannya, mungkin 36 C. Entahlah, Abim tak tahu, intinya Tika besar. Sialnya, Abim tak bisa berhenti tersenyum, ia sudah seperti orang gila. Asri agak bergidik. "Kalungnya bagus," bisik Asri, tak memungkinkan bicara dengan volume biasa saat guru menerangkan di depan. Abim menoleh ke kanan pelan, tanpa sadar tatapannya menajam. "So-sorry kalau gue bikin lo risih." Abim menggeleng pelan, seolah ia menyadari ada yang aneh dengan dirinya akhir-akhir ini. "Nggak, jangan pikiran yang tadi," ucap Abim santai. Ia lalu melirik ke bawah, tepatnya ke dadanya dan mendapati kalungnya ter-ekspose. Abim menelan ludah dan bertanya-tanya, "Sejak kapan?" °°° "Abim orangnya gitu, ya?" Asri bertanya di jam istirahat pertama dan di hari pertamanya. Mejanya tengah ramai oleh kerumunan kaum ber make up. "Ya ... Gitu sih," sahut Umi. "Absurd, pokoknya sesuai sama yang dipikirin. Mau marah ya marah, nggak peduli di mana pun tempatnya." Jelasnya lagi, Asri mengangguk paham. "Kalau diinget sih, gue dulu awalnya ngira kalau dia termasuk cowok bandel." Rini ikut bersuara, sambil memainkan ujung rambutnya. "Eh, ngapain jadi ngomongin Abim?" heran Zizi yang duduk di meja milik Nino. "Tau nih, Asri suka kali," timpal Umi. Asri mengangkat alisnya tinggi-tinggi. Jujur, ia hanya penasaran pada sikap Abim yang mudah berubah. "Nggak!" potong Asri cepat, Abim terlalu misterius untuknya. "Btw, inget nggak anak Bintang yang nyamperin Abim?" tanya Zizi dan diangguki teman-temannya, kecuali Asri. "Anak Bintang?" tanya Asri bingung. "Anak SMA Bintang. Dari pada repot nyebut, anak-anak cukup ucapin nama SMA nya. Biar lebih keren, kayak anak Bintang, anak Bulan dan lain-lain," jelas Rini panjang. Asri mengangguk-angguk sambil ber oh ria. "Cewek kaca mata, kan?" Umi menyahut, memastikan kalau orang yang ada di benaknya adalah orang yang sama di kepala Zizi. Zizi mengangguk. "Body nya bikin ngiri." Zizi kembali bersuara, ia mengingat kembali sosok Tika, tubuh sexy yang sangat ia dambakan. Sayang, ia terlalu kurus untuk itu. Asri mengerjap bingung, ia hanya anak baru yang tak tahu apa-apa. Dan sekarang, ia terjebak di topik yang ia mulai sendiri. "Kok mau-maunya itu cewek sama Abim?" Hesti yang sedari tadi diam, kini ikut bicara. Ia juga penasaran, pasalnya Abim terlihat lebih menyukai gambar dari pada orang. "Pelet kali, Abim kan udah punya ...." Rini menggantungkan kalimatnya, karena kata setelah itu adalah kata wajib sensor di kelasnya. Dari balik tembok, Nino mengangguk-angguk paham. Banyak info yang ia dapat tanpa bertanya. "Teteh harus tahu," gumamnya. "Isteri Abim anak Bintang," sambungnya lagi, Nino beranjak pergi sebelum ada yang memergokinya. Ia sudah membayangkan berapa banyak rupiah yang akan ia dapatkan dari Rika. ~~~ "Apaan sih, Teh?" Abim mengerutkan dahi bingung saat Rika menghampirinya di kantin dan menyodorkan sebuah kertas pada Abim. "Tiga hari nggak masuk," ucap gadis yang akrab dipanggil Teteh itu. "Mas Eno bilang, satu hari nggak masuk sekolah ada dendanya. Dan kertas ini cuma formalitas, oke?" Abim menghela napas berat, ia memperhatikan kertas yang bertuliskan keterangan tak penting baginya. "Bilang sama Eno, ambil semua yang dia mau. Tapi inget, entar bakal gua tagih pas dia lagi susah." Abim mengalihkan pandangan dari kertas di hadapannya. Tio makan dengan tenang, hal seperti ini sudah biasa baginya. Rika mendecak lalu duduk berhadapan dengan Abim. Ia tak henti menggerutu, Abim masih tetap sama seperti satu setengah tahun lalu. Tak lama kemudian, Nino datang dengan wajah berseri, menghampiri Rika yang duduk dengan wajah ditekuk. "Teteh," panggil Nino riang, Abim menganga, ia hampir lupa kalau Nino itu 65% pria dan selebihnya mungkin wanita. Mukanya dua, tak bisa dipercaya dan sangat mudah diperdaya. "Apaan?" Rika menoleh dengan malas. "Abim udah punya isteri." Seketika Tio tersedak, ia meraih sembarang gelas dan meminumnya dengan ganas. "b******k lo, Nin!" umpatnya sambil mengusap mulut. "Bener kok, Abim sendiri yang bilang. Iya kan, Bim?" Abim mengangguk. "Betul." Rika memecingkan mata nya pada Abim. "Beneran?" "Terus, lo tau siapa isterinya Abim?" "Tahu donk. Tapi ...." Ah, Rika paham, ada harga yang harus dibayar agar Nino mau ember. Abim terkekeh saat Rika mengeluarkan dompet dengan berat, kalau bukan demi Eno, Rika tak akan sudi untuk menyewa jasa Nino. "Nih, cepet kasih tahu!" Nino menerima selembar uang kertas berwarna hijau dengan ceria, hitung-hitung uang bensin. "Isteri Abim anak SMA Bintang!" "Hah?!" teriak Abim dan Tio bersamaan. Rika yang juga terkejut beralih menatap dua orang yang masih menganga tak percaya, Abim dan Tio saling pandang. "Terus, namanya siapa?" Rika kembali bertanya, ia mencium sesuatu yang mencurigakan. "Namanya sih Nino belum tahu, tapi menurut info." Nino menarik kursi di sebelah Rika dan duduk sambil menautkan tangannya. "Isterinya Abim pakek kaca mata, terus body nya bikin cewek-cewek iri." Abim menahan napas gugup. Tio yakin kalau orang yang dibicarakan Nino adalah orang yang sama dalam benaknya. Rika mengerutkan dahi, ciri-ciri yang disebutkan Nino terlalu umum. Mungkin sepupunya bisa membantu, pikir Rika. Bagaimanapun, penyidikan Nino ada hasilnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD