Bab 216 : "Sebuah Pelajaran."

1583 Words
25 Sextilias 5980. Setelah sepakat berkumpul di Kapelarium Zerubabel, tepat setelah matahari terbenam di ufuk barat, dan Moon berganti menjadi Mars, para The Great Salem dan Tabliq Suci mendiskusikan ini semua. Dalam harap-harap cemas, Izebel bersama ibunya, Lidia, pergi ke Kapelarium Zerubabel, menyelinap di kerumunan orang dengan penampilan seragam; Kerudung longgar atau palla, tunik atau stola. Mereka sedang membicarakan kegelisahan yang seragam pula. Mereka berdoa. Ayat-ayat Habel menggumam di setiap nafas. "Akankah kita akan musnah, mama? akankah bangsa Elite akan menghancurkan Tabliq Suci?" tanya salah seorang perempuan yang berdiri di sebelah Izebel. Ia bertanya dalam peluh. "Sssttt..." Sang ibu menekan kegelisahan sang anak. "Tenanglah, nak," kemudian ia mengutip salah satu ayat emas Habel, "Tuhan memberkati engkau dan melindungi engkau. Tuhan menyinari engkau dengan wajah-Nya dan memberi engkau kasih karunia. Tuhan menghadapkan rahmat-Nya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera. Hanya demi engkau yang hidup dalam kemuliaan, Tuhan memenuhi seluruh Aristarkhus. Amin." "Amin." Izebel mengusap wajahnya, mengikuti gerakan teman disebelahnya. Yang lain dibelakang juga terdengar mengucap amin. Tetapi ketika mereka saling menyentuh tangan mereka, rasa dingin menjalar dari kegugupan bercampur kecemasan. "Dimana Salem Eliezer?" tanya Izebel. Sebelum pertanyaannya terjawab, salah seorang pengasih, Smuel, atas izin para The Great Salem yang sudah hadir di Kapelarium, kemudian membacakan surat dari Raja Arphakshad keras-keras: "Oh Tuhan di singgasana, Dibalik jubah besar yang melindungi cacat sang Rabi, Di dalam gema lonceng yang menuntun jiwa ke kesalehan, Oh Tuhan yang dipajang di kitab iman, Maafkan ia yang tidak berdosa. Ia, Sang Arphakshad nan gagah perkasa, yang berani menentang dalil-dalil-Mu, dan mempertanyakan segala titah-Mu. Maafkan ia yang telah membangun takhtanya sendiri. Oh Tuhan, ya Tuhan yang bukan Tuhan... Maka berfirmanlah Arphakshad ke-13: Tuhanku adalah pikiranku, Tuhanku adalah apa yang menjadikan aku berpikir, yakni akal yang kekal, yang menciptakan surga, dan menciptakan neraka, dengan buah tangan sendiri. Maka sekali lagi, seluruh Elite berseru: Kembalilah kalian, wahai Tabliq Suci, Kembalilah kepada fitrah kalian. Dan janganlah engkau, Para The Great Salem, Menipu Tabliq Suci lewat Habel yang kalian buat seolah-olah itulah perkataan Tuhan, itulah wahyu Allah. Sesungguhnya yang demikian itu lebih tercela dari seluruh kitab iman yang ditulis sepanjang zaman. Oh Tabliq Suci, tengoklah para Raja sebelah itu, siapakah yang memenangkannya? tengoklah kepada Filemon, dan kepada seluruh dari keseluruhan Old Sammur; bebatuannya, airnya, jalanannya, buah dan bunganya, Dapatkah Tuhan kalian menciptakan apa yang kami bisa ciptakan? Mengapakah kalian, Tabliq Suci, tenggelam dalam kebodohan? Kepada daun yang jatuh, bukanlah takdir Tuhan. Adalah alam, dan alam hanya dapat dijawab oleh akal pikiran. Oh Populo Dei, apabila dalam waktu seminggu kami tidak menerima kabar apapun dari kalian, Maka lihatlah, esok, tembok filemon akan terbentang di mata kalian. Persis seperti keajaiban yang kalian harap turun dari langit surga Tuhan. Persis seperti kemilau palsu yang kalian terima di Kapelarium-kapelarium. Sebab kamilah yang telah menuntun kalian keluar dari penderitaan, supaya memberi petunjuk bagimu dan Tuhan kamu. Jadilah kudus, sebab pikiran manusia adalah kudus. Amin." Hening. Semua tercengang. Mereka saling pandang, saling bertanya, tapi hanya suara angin yang menjawab. Dan dari keheningan itu, terdengar Izebel tersedu. "Jangan katakan, tolong jangan katakan kita akan bersepakat dengan Old Sammur, tolong..." Izebel menangkup kedua wajahnya. Air mata membanjir. "Aku tidak bisa meninggalkan Tuhan... aku... tolong..." "Ssstt... tenanglah," untuk kesekian kalinya Lidia menenangkan Izebel. Bahkan sambil menenangkan anaknya, air mata Lidia jatuh tak terbendung. Semua pasang mata memandang mereka. Dengan raut muram, mereka saling menenangkan. Saling menghapus air mata. Saling menaruh simpati, dan saling berdoa semoga Tuhan akan menimpakan kepada mereka sebuah pertolongan. Kemudian seorang lelaki berpakaian serba putih datang. Ia berjalan menuju panggung dimana para lelaki berpakaian serba putih juga duduk. Ia menyalami semuanya. "Salem Eliezer!" sahut Izebel tersedu sedan melihat pria itu duduk di tengah-tengah para The Great Salem yang lain. Dengan menggebu-gebu Salem Eliezer memulai dan menimpali percakapan. Lalu diskusi dimulai. Tanpa menunggu waktu yang lama, semua sepakat untuk tidak akan pernah tunduk dibawah kuasa Old Sammur. Palu diketuk. Rapat selesai. Teguhkan hati, bersiaplah kepada keadaan genting, demikian para The Great Salem mengingatkan. Para jamaah mengangguk. Mereka telah datang ke dunia ini untuk beribadah kepada Tuhan. Sekarang mereka juga akan meninggalkan dunia ini hanya untuk Tuhan. Izebel semakin deras menangis, lalu Salem Eliezer datang dan memeluknya. "Demi Emirel Shofar sang utusan Tuhan..." Salem Eliezer mulai berkata-kata. Ayat-ayat Tuhan keluar dari mulut pria itu, dan seketika Izebel menjadi tenang. ***** Peristiwa paling menyedihkan itu tiba. 5 Oktavianus 5980 Para tentara dari kaum Elite berdiri di perbatasan, memandang kepada seluruh Tabliq Suci yang berkumpul tak jauh dari situ dengan raut tanpa belas kasihan. Mereka mengenakan seragam kerah kaku bewarna biru tua dengan rangkaian tanda bintang bersepuh emas berkilatan di lengan kiri dan kanan. Garis-garis putih melintang di kerah dan ujung lengan. Kantung safari menempel di bagian kanan d**a dan diberi pengait berupa rantai kecil dari emas. Di sebelah kirinya, terjepit dengan nametag hitam, nama mereka: Andreas, Marius, Timotius, Hilkia, Fransiscus, Leopold, Levi, Michael, dan masih banyak lagi. Terakhir, topi beret menutupi kepala mereka dengan simbol emas berbentuk obor menempel di bagian kiri topi. Mereka tampak sangat rapi dan tampan; produk terbaik dari segala jenis makhluk dan manusia. Sebagaimana yang sering diumbarkan oleh mereka, terutama oleh para Gamaliel, bahwa kaum Elite adalah kaum dengan wujud fisik terbaik dari seluruh tanah Aristarkhus. Para penghuni Old Sammur rata-rata memang memiliki wajah yang enak dipandang. Baik perempuan dan laki-lakinya memiliki kulit cerah dan sehalus s**u, mata seindah dan secerah safir, amethis, mutiara, maupun sebiru samudera, dan rambut mereka bervariasi dari semerah mahoni hingga secokelat gandum, tapi tidak pernah seputih salju seperti rambut kebanyakan orang-orang di De Shoshi, pun tak segelap rambut milik mereka yang hidup di Populo Dei. Hidung mereka juga proporsional, tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil, mancung laksana tanah melandai. Mereka juga terkenal memiliki badan seimbang, tidak terlalu gendut dan tidak terlalu kurus. Tinggi mereka lebih mengagumkan lagi, mereka tidak pernah terlihat terlalu pendek ataupun terlalu tinggi. Namun di atas semua itu, pakaian adalah sang daya tarik utama. Para Elite dan para Gamaliel selalu mengenakan pakaian rapi nan mewah setiap saat dan pada waktu yang tepat. Ciri khas dari pakaian mereka adalah adanya lambang obor bersepuh emas, entah di kantong atau di topi atau tertempel begitu saja di mantel maupun blues mereka, serta nametag di bagian d**a kiri. Raja Arphakshad, sebagai Raja Old Sammur, sering mengatakan "Berpakaianlah sebagaimana Anda ingin diperlakukan." Rasanya kata-kata itu sangat menghunjam sanubari para Elite sehingga mereka benar-benar menerapkannya. Raja Arphakshad sendiri, dari Raja Arphakshad kesatu hingga ketiga belas, merupakan raja yang rupawan. Raja Arphakshad ke-13 misalnya, dengan garis wajah lembut bersahaja, tatapan seteduh hujan dan senyum semanis manisan, ia selalu mampu memikat dan menarik simpati rakyatnya, terutama para perempuan. Usianya sudah menginjak empat puluh, tetapi jika melihatnya tidak akan menduga bahwa usianya setua itu. Ia terlihat seperti seorang pemudia berusia tak lebih dari dua puluh tahun. Benar sekali, ia awet muda! Badannya segar bugar dan wangi. Dengan rambut cokelatnya yang berkilauan tanpa terlihat adanya uban, rasanya tidak mengherankan jika kaum Elite selalu merasa dirinya super superior diantara bangsa lain. Hanya dengan melihat rajanya saja, kita akan tahu mengapa. ***** Parit-parit digali, kawat berduri ditempeli, pesawat pengintai dan kamera video serta segala hal yang berhubungan dengan sensor dan pengintaian dipasang. Mereka, para tentara Old Sammur, terus berdiri disitu. Senjata laras panjang tegak di tangan kanan mereka, memungkinkan mereka bergerak secepat cetah jika ada sesuatu apapun yang membahayakan pendirian tembok filemon ini. Izebel disitu, menekuk wajahnya dibalik kerudung longgar yang panjang terlilit. Tabliq Suci terkenal dengan kostumnya yang agak tertutup. Khusus untuk laki-lakinya, termasuk para Salem, mereka mengenakan tunik atau stola atau chiton yang panjang dan gombrong. Lalu sehelai kain berbahan wol atau linen atau beludru sepanjang 15 kaki, bahkan bisa lebih, disampirkan pada satu bahu atau kedua bahu dari mereka atau bisa pada bagian d**a diberi peniti sehingga muncul lipit-lipit dan pada kedua ujungnya diberi jumbai-jumbai. Ada juga yang menyampirkannya di kepala seperti kerudung. Variasi gaya dari kainnya bebas sesuai selera masing-masing. Sementara itu, untuk perempuannya, pakaian yang paling umum adalah tunik atau stola yang ditutupi oleh palla, kain segi empat yang lebar untuk menutupi bagian kepala, seperti kerudung. Palla disampirkan begitu saja di bahu dan salah satu ujungnya ditarik dari belakang ke depan supaya dapat sedikit menutupi rambut. Pakaian mereka sangat gombrong dan rata-rata hanya terdiri dari warna-warna muda, kecuali untuk para Salem yang diberi keistimewaan untuk memakai warna putih. Putih adalah lambang Salem. Lambang kekudusan serta lambang fitrah manusia. "Lihatlah mereka," seru seorang pria Elite kepada yang lain. Ia berbicara dalam bahasa Old Sammur. "Alqadhrat, almthdmt, og subbulegur." "Apakah itu karung jerami?" tanya lain saat melihat beberapa Tabliq Suci mengenakan pakaian dari kain kasar berbahan mirip karung gandum yang sudah usang. "Warum que usan kannavad riideid, empoeirado,haisev ja perforeeritud, wamathqib, mthqb?" "Li'annahum sie denken, Gott Wunder 'ann alllah taqlil eajayib þess myndi minnka kraftaverk fyrir." "Hatta yasli, þeir héldu að þeir vegna so beten wazannu 'annaha für sie verringern?" Mereka tertawa, membawa dalam diri Tabliq Suci, perasaan aneh dan terasing yang semakin membawa mereka pada jeratan inferioritas. Para Salem berkumpul di belakang barisan, berbisik satu sama lain. Bangsa-bangsa di Aristarkhus memakai kalender bersama sebagai patokan waktu. Dihitung sebelum Aristarkhus pecah menjadi empat kerajaan adalah tahun kesatu. Kalendernya biasa dikenal "Owel". Untuk melihat Owel lebih detil, lihat lampiran 1. Lihat lampiran 1, nama-nama hari dalam Tanah Aristarkhus. Pelayan Kapelarium yang bekerja menjaga kebersihan dan melayani jamaah secara sukarela Bahasa yang digunakan di kerajaan Old Sammur. "Kotor, kumuh, dan lusuh." "Mengapa mereka memakai pakaian yang sudah berdebu, bau, dan bolong-bolong?" "Karena mereka berpikir Tuhan akan menurunkan keajaiban bagi mereka." "Jadi dengan berdoa, mereka kira pakaian mereka akan menjadi bagus huh?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD