Prolog
"Cassandra, kami berhasil nemuin Milli di dekat sungai harapan. But ... she's gone."
***
Tujuh hari setelah peristiwa kematian Milli.
SMA Nusantara, Jakarta.
SMA Nusantara telah dihebohkan dengan berita hilangnya Milli Wijaya--siswa berprestasi yang selalu menduduki peringkat tertinggi seantero sekolah--selama dua hari.
Keributan di sekolah yang identik dengan siswa siswi berprestasinya itu semakin menjadi-jadi setelah kabar hilangnya Milli itu naik statusnya menjadi berita duka.
Milli Wijaya dinyatakan telah meninggal dunia saat ditemukan oleh polisi di dekat sungai harapan yang letaknya cukup jauh dari sekolah.
Kevin Anggada Putra--sepupu Milli--bersama Antoni--ayah Milli--dan kepolisian setempat berhasil menemukan gadis malang itu pada pukul sembilan malam setelah melakukan pencarian selama belasan jam sebelumnya.
Kevin mungkin syok karena pertama kali melihat mayat dengan kedua matanya sendiri dan meminta izin untuk tidak masuk ke sekolah selama beberapa hari setelah kematian sepupunya.
Hari ini, cowok paling popular di SMA Nusantara itu akhirnya menunjukkan batang hidungnya. Ia pergi ke sekolah dan menghebohkan siswa-siswi di SMA Nusantara karena kemunculannya.
Kevin pun berjalan melewati gerbang tanpa ekspresi apapun, berusaha menghindari tatapan penasaran dan bisik-bisik siswa lain di sekitarnya yang ingin tahu tentang alasan di balik kematian Milli.
Ada rumor yang mengatakan bahwa Milli bunuh diri karena dirisak oleh senior di hari sebelumnya.
Namun rumor tetaplah rumor, belum terbukti kebenarannya.
Kevin kemudian sampai di depan kelasnya. Sebelas IPA 1;kelas terfavorit di SMA Nusantara. Matanya menatap papan panjang bertuliskan nama kelas yang menempel di pintu dengan ragu sembari menghela napas panjang sebelum akhirnya memasuki ruangan.
Laki-laki itu langsung mengedarkan pandangannya ke sekitar, mencari sahabat-sahabatnya yang juga berada di kelas itu, tapi sesuatu mengganggunya. Ia pun segera masuk dan mengabaikan tatapan penasaran dari siswa lain untuk segera duduk di sebelah Cassandra;gadis popular di sekolah sekaligus salah satu sahabat Kevin. "Cass?"
Gadis yang sedang asyik membaca novel dengan kedua telinga yang ditutup headset itupun menyadari kehadiran seseorang di sebelahnya dan menoleh. "Kevin?" Cassandra buru-buru melepaskan headset dan mematikan musik dari ponselnya. "Lo sekolah hari ini?"
Kevin tersenyum dan mengangguk. "Tapi, kenapa lo sendirian? Yang lain mana?"
Cassandra menarik napas dan mengangkat kedua bahunya. "Everything's changed, Kev," katanya sedih.
Cowok itu mengerutkan kedua alis tebalnya karena tak mengerti. "Maksudnya?"
"Kita ngobrol di taman aja ya pas istirahat."
***
Kevin dan Cassandra pun duduk bersama pada sebuah kursi kayu di sudut taman sekolah. Terdapat beberapa pohon besar yang rindang di belakangnya, sementara bunga warna warni yang sengaja ditanam para siswa pada pot plastik berjajar di sisi-sisi taman, melengkapi suasana teduh yang diciptakan tumbuh-tumbuhan hijau di taman itu sendiri.
Cassandra menyedot teh kotak di tangannya dan menatap jauh ke arah lapangan di sebrang taman sebelum akhirnya berbicara. "Gue juga nggak tahu kenapa. Tapi semuanya berubah setelah mereka tahu Milli meninggal, Kev."
Kevin meletakkan teh kotak miliknya ke samping dan menatap Cassandra penasaran. "Maksudnya berubah?"
Cewek yang membiarkan rambut panjangnya terurai ke punggung itu pun mengangkat kedua bahunya dan menoleh ke arah Kevin. "Seperti yang lo tahu, gue jadi sendirian semenjak Milli meninggal," katanya sedih.
"Clara memangnya kemana?" tanya Kevin ingin tahu. "Bukannya kalian berdua selalu kemana-mana bareng, ya?"
Pertanyaan itu akhirnya keluar dari mulut Kevin. Lagipula siapa yang tidak tahu? Cassandra memang dikenal selalu dekat dengan Clara dan Milli. Mereka pergi ke toilet bersama, makan di meja yang sama bahkan punya jadwal menginap setiap akhir pekannya. Aneh rasanya jika melihat Cassandra sendirian sekarang.
"Clara tiba-tiba jadi dekat sama Ganisa dan menjauh gitu." Cassandra mengalihkan pandangannya ke lapangan lagi. Menatap siswa-siswa yang tengah bermain basket di sana dengan pandangan sendu. "Setiap kali ditanya, dia selalu menghindar. Mungkin dia udah nggak mau temenan sama gue."
"Ganisa? Kok bisa? Kalian bukannya musuhan sama Ganisa?" cecar Kevin tak puas. "Ini benar-benar nggak masuk akal."
"I don't know, Kev. I really don't know," kata Cassandra yang kembali menyedot minumannya tersebut. "Lala berubah, so with Arga and Dimas."
Selain Clara, Cassandra dan Kevin bersahabat dengan Arga Aditya--bad boy nya sekolah--dan Barata Dimas--si kutu buku yang kemana-mana selalu baca komik. Mereka berenam dikenal sebagai siswa terpopular di SMA Nusantara karena visual yang cantik dan tampan. Namun siapa sangka salah satu dari mereka akhirnya meninggal dan yang lainnya telah berubah.
Kevin menatap Cassandra tak percaya. "Arga juga? Bahkan si kutu buku Dimas pun melakukan hal yang sama, begitu?"
Cassandra menggeleng lemah dan meletakkan teh kotak yang dibeli Samuel dari kafetaria sekolah ke sisinya, dekat dengan teh kotak milik sahabatnya itu. "Arga diskors karena mukulin senior sedangkan Dimas sibuk dengan persiapan lomba. Mereka kaya hilang di telan bumi aja gitu, mereka udah nggak pernah nyari gue," tukasnya. "Tapi anehnya mereka semua berubah setelah tahu kalau Milli meninggal."
Kevin memicingkan matanya curiga. "Apa jangan-jangan mereka tahu sesuatu?"
Kali ini giliran Cassandra yang mengerutkan dahinya. "Maksudnya tahu sesuatu?"
"Alasan di balik kematian Milli. Gimana kalau mereka tahu sesuatu dan mencoba menghindar karena nggak mau bikin lo curiga?" tebak Kevin. Membuat kening cewek yang duduk di sebelahnya justru semakin berkerut dalam. "Bisa jadi, 'kan?"
"Bukannya Milli meninggal karena bunuh diri?"
"Kayaknya lo harus tahu sesuatu, deh."
Cassandra terkesiap. "Gue nggak ngerti, asli. Sebenarnya apa yang mereka sembunyiin dari gue dan apa yang harus gue tahu dari lo, Kev?"
Laki-laki itu melihat ke kanan dan ke kiri, memastikan tidak ada siapapun selain mereka berdua di sana. Ia kemudian mendekatkan diri kepada Cassandra dan berbisik, "Gue nggak percaya kalau Milli meninggal karena bunuh diri, Cass."
Cewek itu melebarkan matanya terkejut. "Maksud lo, Milli mungkin meninggal karena dibunuh?" tanya Cassandra dengan suara yang tak kalah pelan. "You must be careful with your mouth, Kev!"
Kevin menggeleng kuat-kuat. Ia menatap Cassandra dalam dan penuh percaya diri. "Gue nemuin kertas ini di tangan Milli malam itu," ungkapnya seraya menunjukkan secarik kertas yang telah lusuh kepada Cassandra. "Dia pegang kertas ini erat-erat sampai kukunya sendiri hampir masuk ke dalam kulitnya."
Cassandra yang penasaran pun akhirnya menarik kertas tersebut dari tangan Kevin dan membacanya perlahan, "Someone please help me, Milli." Mata hitamnya yang bulat refleks melebar karena terkejut. "Lo harusnya jangan simpan ini, Kev. Lo harus kasih kertas ini ke polisi!" pekiknya dengan suara tertahan, berusaha agar siapapun tidak mendengar suaranya meski Casdandra benar-benar ingin memaki Kevin karena kebodohannya itu sekarang.
Kevin mendesah dan menarik kembali kertas tersebut untuk kemudian menyimpannya kembali ke dalam saku celananya. "Gue nggak bisa ngasih tahu ini ke Om Antoni, Cass. Gue nggak bisa lihat dia lebih sedih lagi," katanya beralasan. "Jangan kasih tahu siapapun tentang ini, cukup gue dan lo yang tahu."
Cassandra menoleh ke arah lain, ke tempat siswa-siswa lain bermain basket. Ia mendesah frustrasi dan menggaruk tengkuk lehernya canggung. "Now, what? Kita nggak punya petunjuk atas kematian Milli dan kita nggak mungkin nuduh sahabat-sahabat kita juga, bukan?"
"Milli selalu tertutup sama kita," tandas Kevin. "Tapi mungkin ada sesuatu yang dia coba bilang sama kita, tapi kitanya aja yang nggak sadar selama ini. Iya, 'kan?"
Cass menggumam. "Gue jadi bertanya-tanya, sebenarnya kita ini sahabat Milli atau bukan, sih? Dia meninggal pun, kita nggak tahu karena apa." Ia lantas menatap Kevin prihatin. "Bukankah kita ini sahabat yang menyedihkan, Kev?"