DUA

1013 Words
SMA Nusantara, Jakarta. Kevin dan Cassandra berjalan bersama meninggalkan kelas ketika bel terakhir akhirnya berbunyi. Sudah waktunya untuk pulang. Jika biasanya, Cassandra akan pulang bersama Milli dan Clara. Menumpang di mobil Om Antoni atau menggunakan jasa taksi daring. Namun semenjak Milli hilang dan Clara menjauh, Cassandra selalu datang dan pulang sekolah sendirian. Dunia seolah berputar 180° derajat hanya dalam waktu semalam. Persahabatannya yang erat bersama Milli dan Clara tiba-tiba rusak dalam sekejap. Milli pergi dan Clara mulai bersikap antipati. "Kita mau nunggu Dimas sama Arga dulu nggak?" tanya Kevin begitu mereka sampai di lorong utama sekolah. Dimas dan Arga memang berada di kelas yang berbeda dengan Kevin dan Cass sejak mereka naik ke kelas dua. Berpacu pada nilai dan minat, Dimas dan Arga justru masuk ke kelas sosial. Katanya, kelas sosial di SMA Nusantara itu tempatnya orang-orang malas, kreatif dan nggak waras berkumpul. Maklum, kebanyakan dari siswa di kelas sosial adalah teman satu perkumpulan dengan Arga--preman, tukang bolos, tukang palak, pemalas--yang sudah dicap buruk oleh para gurunya sendiri. Padahal, tidak sedikit dari siswa di kelas sosial yang berhasil menembus kejuaraan nasional bahkan internasional dan memiliki nilai akademik yang lebih tinggi dibandingkan siswa dari kelas sains. "Apa mereka mau ditunggu?" kata Cass tak yakin. Belum sempat Kevin menjawab pertanyaan sahabatnya itu, Clara tiba-tiba melintas di hadapan mereka. Menarik sisi nekat dalam diri Cass untuk berlari menyusul dan menghentikan langkah kaki cewek berambut pendek itu. Clara mengerutkan keningnya bingung, meski mulutnya tidak mengucapkan apa-apa. "La, pulang sendiri?" Cassandra tersenyum ramah. "Gimana kalau lo bareng sama kita aja?" Clara melihat Kevin yang berjalan menghampiri mereka dan membuang wajah ke sembarang arah untuk beberapa detik. Ia kemudian menatap Cass dingin dan menggeleng. "Nggak bisa." Cass mengernyit. "Kenapa?" Ganisa lalu muncul di sana dan merangkul Clara akrab. Ia menyunggingkan senyumnya dan melambai pada Kevin. "Karena Clara mau antar gue ke salon." Ganisa dan Clara saling beradu pandang. Ada tatapan berbeda yang dilemparkan ratunya Nusantara kepada sahabatnya itu dan Cassandra tidak berhasil memahaminya. "Iya, 'kan, Lala?" Clara menarik napas dan mendengus jengah sebelum kembali melihat Cass dan Kevin di depannya. "Sori, mungkin lain kali," katanya lalu berbalik. Clara pergi sementara Ganisa melihat Cassandra dengan pandangan meremehkan dari tempatnya. "Poor, Cassey." Ia lantas menyibak rambut ombrenya ke belakang dan menyeringai penuh kemenangan, "I just stole your bestfriend." lalu pergi mengikuti kemana arah Clara pergi tadi. Cassandra mengepalkan kedua tangannya saat melihat punggung Ganisa yang semakin lama semakin hilang dari pandangannya. Seniornya itu benar-benar ingin membalas dendam rupanya. Bukankah Ganisa seharusnya sudah puas dengan satu kematian saja? Ataukah cewek itu berniat membunuh Milli yang lain? Kevin menepuk-nepuk bahu Cassandra pelan. "Udahlah, nggak usah dipikirin." Mencoba meredakan suasana panas yang terjadi di hadapannya. "Kita pulang aja, yuk?" Cass menoleh. "Naik apa?" "Mobil," kata Kevin. Ia mengangkat kedua sudut bibirnya dan mengacak-ngacak puncak kepala cewek berambut panjang di depannya gemas. "Lo lupa kalau gue selalu bawa mobil ke sekolah, ya?" Arga tiba-tiba saja melintas di tengah-tengah mereka, membelah jarak hingga keduanya minggir beberapa langkah ke samping dan pergi begitu saja tanpa mengucapkan kata maaf. Membuat kevin dan Cass terkejut sekaligus heran dengan kelakuan preman sekolah yang pernah menjadi sahabat mereka itu. Keduanya lalu bertukar pandang. "Dia kenapa?" tanya Kevin. Cewek yang cukup popular di SMA Nusantara karena wajahnya yang cantik itu hanya mengangkat kedua bahunya singkat. "Satu, dia punya dendam pribadi sama kita atau dua, dia memang udah nggak punya otak." Kevin terkekeh geli. "Lo memang siswa terkeren di SMA Nusantara. Yaudah, yuk!" Kevin kemudian membiarkan Cassandra duduk di jok depan sebelum akhirnya meninggalkan pelataran sekolah. Untuk memecah keheningan, sang pemilik mobil sengaja menyalakan radio yang kebetulan tengah memutar lagu Sephia milik Sheila on 7. "Lagunya--" "Lagu kesukaan Milli, 'kan?" sela Kevin percaya diri. Ia melirik Cassandra sesaat sebelum kembali fokus pada kemudi. "Dia suka lagu ini karena maknanya yang cukup dalam." Cass mendengus pendek. "Dalam apanya? Dari sekian banyak lagu, kenapa harus tentang perselingkuhan, coba?" Ia kemudian melipat kedua tangannya di d**a dan menggeleng tak habis pikir. "Gue lebih suka lagu-lagu yang upbeat dan modern biar lebih semangat." Namun Kevin justru tertawa. Ia melihat Cassandra dan mengangkat kedua alisnya. "Okay, Nona Penuh Semangat. Apa sekarang kita langsung pulang atau mau cari makan dulu?" "No," ucap Cassandra cepat. "Gara-gara Ganisa, gue jadi nggak berselera makan. Gue beneran penasaran, alasan kenapa Clara akhirnya menghindari gue dan lebih milih temenan sama musuh bebuyutan kita dulu. Menurut lo kenapa?" Cowok berkulit putih itu menggelengkan kepalanya. "Entahlah. Kenapa nggak cari tahu aja? Sekarang lo nggak sendiri, gue bisa ikut bantu." Cewek itu menoleh antusias. Wajahnya yang sebelumnya memberengut kini terlihat sumringah. "Serius lo mau bantu?" "Yap. Gue bantu lo cari tahu soal Clara dan lo bantu gue nemuin pembunuh Milli." Garis senyum di bibir Stella turun seketika. Matanya membulat tak percaya. "Gimana? Setuju?" "Kev, kasus Clara dan Milli itu beda," kata Cassandra berhati-hati. "Kematian Milli itu udah masuk ke ranah kriminal. Kalau kita salah langkah, bisa berbahaya tahu." "Gue nggak bisa nerima kematian sepupu gue gitu aja sementara pelakunya masih ada di luar sana." "Kev, jangan coba-coba melewati batas," tukas Cassandra mengingatkan. "Cass, please." "Kev--" "Kalau bukan minta bantuan lo, gue harus percaya sama siapa lagi?" Kali ini suara Kevin terdengar naik satu oktaf. Ia kemudian menepikan mobilnya dan menyeka wajahnya frustrasi. "I really need your help, Cass. I really need." Cassandra membalas tatapan Kevin dengan pandangan prihatin. Entah bagaimana, tiba-tiba saja perasaan iba itu muncul begitu saja dalam benak seorang Cassandra. TRIIIING! Sebuah dering notifikasi muncul di ponsel Cass dan Kevin dalam waktu yang bersamaan. Sebuah pesan di dalam grup chat yang pernah mereka buat ketika Milli masih hidup. Bahkan nomor dan Nama Milli yang lamapun masih tersedia di sana, tidak ada siapapun yang berani menendangnya keluar. "Grup, ya?" Kevin baru mengeluarkan ponselnya beberapa detik setelah Cassandra. Dan raut muka keduanya langsung berubah syok saat mereka selesai membaca isi pesan dan mengetahui siapa yang mengirim pesan di grup chat tersebut. Cassandra meneguk salivanya dengan susah payah. "Mi-milli?" "Milli kirim pesan di grup chat yang udah lama banget kita lupain." Kevin dan Cassandra lalu beradu pandang. "Sekarang bagaimana?" [] Milli : Someone please help me.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD