CHAPTER 4

1258 Words
Sinar matahari menembus gorden yang tersingkap membuat Nadi merasa silau. Dia membuka matanya yang membengkak dengan susah payah akibat menangis semalaman. Terdiam, Nadi mengamati jam yang menunjukkan pukul 8 pagi. Dia sudah terlambat masuk kantor. “Sepertinya aku harus izin lagi,” gumamnya. Perhatian Nadi tertuju pada makanan di atas nakas dan tulisan “Makan, Kak!! Tubuh sakit, bukan berarti jiwa juga sakit.” Nadi tersenyum membaca note dari Theo. Adiknya itu memang sudah dewasa. Buktinya Theo bisa menenangkannya semalam dan memasakkan sarapan pagi untuknya. Pintu kamar terbuka, “Siap berangkat kantor, Putri Tidur?” Lya masuk dengan seragam kantor, membuat Nadi mengerutkan kening dengan kehadiran Lya di kamarnya. “Kenapa bisa ada di sini, Ly?” tanya Nadi. “Kamu pasti bercanda, Nad. Sekarang pukul 9 pagi. Kamu tidak ada di kantor dan kata Pak Nathan, kamu belum izin,” jelas Lya panjang lebar. “La...lu?” “Well, aku bertanya dulu tadi pada Theo. Dia meminta aku menemanimu.” Nadi menatap Lya dengan tatapan menyelidik. “Kamu kenapa sih? Aku khawatir padamu tau gak? Aku takut kamu tiba-tiba pingsan lagi,” seru Lya, lalu duduk di kasur dan mengamati Nadi yang lanjut memoles bedak di wajahnya. Nadi tersenyum menyadari sesuatu. Lalu bertanya lagi “Apa terjadi sesuatu yang tidak aku tahu?” “Sesuatu seperti apa?” tanya Lya dengan acuh, lalu beranjak dan membantu Nadi mengumpulkan barang-barangnya. “Hm, lupakan saja.” Nadi POV. Kami sampai di kantor tepat pukul 10 dan aku mendapat ceramah kedisiplinan dari Pak Nathan. “Kamu tidak boleh semaunya, Nad. Kalau kamu sedang sakit setidaknya berikan surat izin. Aku tidak pernah mempermasalahkan tentang izin-izinmu. Tapi, kita semua punya tanggung jawab di sini. Kamu dengar Nad?” seru Pak Nathan. “Baik, Pak. Maafkan saya,” kataku sambil menunduk. Aku merasa bersalah. Karena tingkahku, Pak Nathan mendapat teguran dari atasannya, Pak Fazid. Seharian ini aku juga mendapat teror pertanyaan dari Rizky dan Lya, meski keduanya sudah pasti tau semuanya. Aku yakin Rizky sudah mengetahui kondisiku dari tante Risa. Dan pastinya Lya sudah mendesak Theo untuk memberitahunya. Mereka itu memang bebal, sama seperti barusan saat aku akan pulang, mereka berdua dengan keras kepala ingin ikut denganku. Padahal kerjaan di kantor belum selesai. Untungnya Pak Nathan segera memanggil mereka berdua ke ruangannya. Aku terus berjalan menyusuri taman kota, berniat untuk mengunjungi salah satu kafe teman lamaku. “Hai Andien..,” sapaku pada manager cafe yang sedang duduk dengan tumpukan kwitansi dan kertas yang berupa struk pembayaran di depannya. Tolong jangan ditanyakan kenapa tidak pakai cara yang lebih digital saja padanya. Karena Andien suka hal yang klasik dan dia akan menjawab dengan percaya diri, “Biar repot tidak apa-apalah. Yang penting natural.” Walau aku tidak tahu apa hubungan natural dengan tumpukan kertas-kertas itu. “Oh, hai Nadi!! Ya ampun aku sudah lama tidak melihatmu,” seru Andien girang sambil memelukku erat. Tapi kemudian dia segera duduk dan kembali fokus. Aku menyerngit. Dasar Si Sibuk ini! “Apa ada masalah dengan kafe?” tanyaku sambil mencomot roti bakar dari piring di depannya. Kami duduk di meja dekat kaca dan bisa kulihat pengunjung hari ini lebih banyak dari biasanya saat dua bulan lalu. “Hah?” Andien menatapku sekilas. Sambil tersenyum dia kembali menggerakkan jari-jari di tablet kecilnya. “Tentu tidak, masalahnya ada padaku. Kevin meminta laporan keuangan bulan ini, tapi aku belum selesai mengerjakannya, hahaha,” ucapnya dengan bangga. “Ck makanya jangan pacaran terlalu sering, Din,” gurauku yang disambut tawa membahana Andien. Aku yakin beberapa pengunjung pasti memperhatikan kami, tepatnya tawa Andien. Hal khas yang membuat orang akan terus ingat padanya. Andien tidak berubah sifatnya sejak kuliah, masih jadi salah satu teman absurd yang kupunya. Kalian pasti mengerti kan dengan tingkah absurdnya yang lain tanpa dijelaskan? Ya... keabsurd-an itu bisa dibilang rata-rata sama semua. “Duo kembar ada?” tanyaku sambil celingak celinguk mencari mereka. “Tentu tidak, Kevin sedang membawa mereka jalan-jalan. Makanya aku bisa mengerjakan ini," jawabnya tanpa melihatku. “Yaahh.. padahal aku merindukan mereka,” kataku dengan wajah kecewa. Tujuanku datang ke tempat ini adalah untuk bertemu dengan duo kembar. Anak Andien dan Kevin. Dan ya, kafe yang jarang sepi ini adalah milik mereka berdua. Bernuansa hijau dan segar seperti kepribadian Andien. Tidak heran hubungannya dengan Kevin adem ayam, bahkan mereka selalu terlihat mesra seperti baru pacaran. Mereka itu seperti couple goal yang sesungguhnya. “Makanya kamu harus segera menyusul, Nad. Sudah waktunya kamu menikah dan punya bayi," seru Andien. Aku terdiam. Mood yang tadi membaik tiba-tiba saja hilang arah karena Andien mengingatkanku pada kenyataan. Pada penyakitku. Salahku memang tidak menceritakan hal ini kepada teman-temanku selain Lya dan Rizky. Aku hanya takut mereka semua terlalu khawatir atau bahkan terlalu ikut campur. Setelah memesan jus dan mengobrol dengan Andien, sekitar pukul 5 aku akhirnya pulang ke flat. Tidak lupa dengan sekantong roti yang berikan Andien dengan ancaman tidak mau berteman lagi jika aku menolak rotinya. *** Aku tertunduk, mengamati tubuh yang terbalut handuk di kaca kamar mandi. Tanganku mengelus perut yang rata, membayangkan rasa bahagia saat perut itu terisi kehidupan yang harus dijaga. Titipan Sang Pencipta. “Apa aku akan sembuh? Apa Al mau menerima kondisiku? Atau dia akan meninggalkanku secepat ketika aku menerimanya menjadi kekasih?” Pertanyaan-pertanyaan itu tidak mau berhenti berputar di kepalaku. Aku sampai pusing dan memutuskan untuk mandi dengan cepat. “Nadi?” Suara asing terdengar saat tanganku sedang memeras air dari rambut yang basah. Aku terdiam, apa Al sudah pulang? “Nadi?” suara itu terdengar lagi membuat ku tersentak gugup. Suara yang memanggilku itu semakin dekat. Itu bukan Al. Suara siapa sebenarnya itu? Dengan cepat aku segera mengenakan pakaian yang kugantung di pintu, berusaha pelan agar tidak menimbulkan suara. Aku tersentak kaget saat daun pintu kamar mandiku diputar dengan paksa. Dengan panik, aku segera meraih slot kunci pintu dan menggesernya, jaga-jaga daun pintunya rusak. “Nadi, kamu di dalam? Ini aku TEMAN LAMAmu!” Suara ini... “ASTAGA! RE..RE..ZA! Ya Tuhan,” gumamku gugup ketakutan. Aku terpaku saat dia mulai menggedor pintu. Saat itu juga kilasan masa lalu mulai berlomba masuk ke dalam kepalaku. “Hoi Nadi, Kamu dengar kan? Buka pintunya!” Reza mulai tidak sabar dan mulai menggedor-gedor pintu. Dengan tangan gemetar, aku merogoh kantong celana kotor yang tadi kupakai, untuk mengambil Hp. “Tidak ada?” gumamku. Di tengah kebingungan, tidak ada pilihan lain, aku mengambil tongkat pembersih kamar mandi sebagai alat pertahanan diri. “Nadi, Buka Pintunya Sekarang Juga!” Tubuhku gemetar di sudut kamar mandi saat tendangan keras bertubi dari luar membuat engsel pintu mulai goyah. Disusul tendangan lain, hingga saat engselnya mulai lepas, aku dapat melihat sebagian wajah Reza yang tersenyum seram kepadaku. “Akhirnya kita bertemu lagi, Naeswari,” bisiknya pelan. “MA.MAU APA KAMU?” teriakku sambil menodongkan tongkat ke arahnya. “Mau menjemputmu, Nae,” katanya pelan, menyingkirkan pintu yang menghalangi dirinya masuk. “PERGI!! AKU TIDAK AKAN IKUT DENGANMU!” Aku mengayunkan tongkat kepadanya agar dia menghindar. Bahkan saking takutnya, aku mengambil gayung berisi air dan melemparkannya pada iblis itu, tindakan yang langsung kusesali karena gayung berisi air itu semakin membuatnya marah. “Jangan main-main denganku, kau dengar?! Aku bisa membunuh Rizky dan Theo, jika itu bisa membuatmu ikut bersamaku.” Mataku membola. Obsesi lelaki di depanku ini benar-benar gila. “TIDAK!! DON’T YOU DARE TOUCHING THEM!!!” teriakku histeris saat membayangkan Rizky dan Theo terluka. Aku semakin mengacungkan tongkat dengan sembarang ke arahnya. Naas, saat aku lengah, Reza berhasil menangkap tongkatku dan menyumpal mulutku dengan sesuatu beraroma menyengat. Obat bius. Aku meronta sekuat tenaga, “Al..” lirihku. Bersamaan dengan itu kesadaranku hilang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD