Kedatangan Sahabat

1271 Words
Minggu pagi ini, Nayyara sudah berkutat dengan laptop beserta buku-buka yang berserakan sejak subuh tadi. Nayyara sudah terbiasa bangun subuh, namun karena sedang berhalangan untuk shalat akhirnya ia menghabiskan waktunya untuk mengerjakan kembali disertasinya yang sudah dikembalikan oleh dosen pembimbingnya dengan berbagai coretan di dalamnya. Tak banyak memang, tetapi Nayyara harus mempersiapkan dirinya semaksimal mungkin demi gelar Doktor yang akan segera ia dapatkan. Tanpa terasa jam di dinding ruang kerjanya menunjukkan pukul 07.30. Ia menghela nafas panjang sambil mengamati halaman demi halaman yang telah ia perbaiki. Semoga kali ini langsung ACC. Aamiin. Ia mematikan laptop dan membereskan buku-bukunya. Setelah itu, ia bergegas ke dapur untuk membuat sarapan karena perutnya sudah sangat lapar. Ia memilih membuat nasi goreng untuk dirinya sendiri. Ya, kini ia tinggal sendirian. Sejak perceraian orang tuanya, ia dan Shayna, ibu kandungnya, meninggalkan rumah besar beserta segala fasilitas mewah milik Denis dan memilih tinggal bersama Ratna, nenek dari pihak ibunya dan hidup sederhana. Nayyara tidak keberatan meninggalkan segala kemewahan asalkan ia selalu bersama ibunya. Wanita yang begitu kuat meskipun ia telah dikhianati oleh suaminya sendiri. Sayangnya, kebersamaannya dengan sang ibu harus berakhir tepat di usianya 10 tahun. Allah memanggil ibunya karena penyakit leukimia yang ia derita sejak Nayyara berusia 1 tahun. Setelah ibunya meninggal, Ratna-lah yang mengasuhnya hingga sang nenek pun menyusul kepergian ibunya 5 tahun yang lalu, dua hari setelah ia wisuda S1. *** Saat Nayyara akan menikmati nasi goreng buatannya, ia mendengar pintu rumahnya diketuk cukup keras oleh seseorang. Ia pun mengambil jilbab instannya yang ia simpan dalam ruang kerjanya lalu membuka pintu rumahnya. Ia terkejut melihat seseorang yang sudah beberapa bulan terakhir tak pernah ia jumpai. "Selamat pagi, Nayyara sayang!"  Felisha Aline Yvanka, sahabatnya sejak masih SMP hingga sekarang. Felisha yang sedang hamil 7 bulan tiba-tiba muncul di hadapannya sambil melompat saking girangnya bertemu dengan Nayyara. Nayyara hanya meringis melihatnya. Kasihan sekali anaknya kalau ia tahu betapa pecicilannya ibunya ini. "Nay, Gue kangen sama lo!" Felisha seketika memeluk sahabatnya ini. "Ck! Tumben lo datang kemari? Biasanya setiap gue mau ketemu lo, lo yang sok sibuk!" cibir Nayyara. Nayyara berucap seperti itu karena memang Felisha yang begitu sulit ditemui. "Ya elah, Nayyara sayang! Gue akhir-akhir ini lagi banyak kedatangan pasien yang konsultasi sama gue. Ya itung-itung buat nambah-nambah biaya pakaian bayi yang lucu-lucu buat anak gue ini."  Kata Felisha sambil mengelus pelan perutnya yang membuncit sambil meringis pelan karena tendangan kuat sang jabang bayi. "Iya deh. Silakan masuk, Beb! Ngeri gue lihat lo berdiri." Felisha kemudian masuk dan langsung melangkah ke dapur. "Hmm ... Gue nyium nasi goreng nih. Pas banget gue lapar banget. Minta ya, Nay!"  Felisha memelas sambil mengedipkan matanya. Nayyara hanya memutar bola matanya malas karena tingkah laku ajaib sahabatnya yang tak pernah berubah padahal sebentar lagi menjadi seorang ibu. Lagi-lagi aku kasihan padamu, Nak. "Ya udah, sini duduk! Gue ambilin buat lo." "Ah, Nayyara! Jadi makin sayang gue sama lo!" Lagi-lagi Nayyara hanya mendengus. Mereka menikmati sarapan sambil mengobrol ringan. "Lo tahu gak kenapa gue ke sini?" "Bukannya lo kangen sama gue?" "Iya sih gue kangen sama lo. Tapi selain itu, gue juga lagi ngidam pengen makan masakan buatan lo. Entahlah, selama gue hamil, gue selalu mual kalau nyium masakan buatan gue sendiri. Jadinya suami gue mempekerjakan asisten rumah tangga buat bantuin gue di rumah." "Bukannya masakan lo gak enak ya?" ejek Nayyara. Tak! Felisha menyentil kening Nayyara hingga ia meringis kesakitan. "Sakit, Feli!" "Lo ngomong gak kira-kira soalnya. Gue kan udah belajar masak sejak gue jadi istrinya Mas Andra. Mas Andra juga suka kok sama masakan gue." "Iya, iya! Gue kan bercanda, Feli sayang!"  Nayyara tersenyum geli melihat bibir Felisha yang maju 1 cm karena ngambek. Mereka lalu makan dengan diam sampai makanan mereka habis. *** "Nay, gue nginap semalam, ya di sini. Gue udah izin kok sama Mas Andre."  Felisha memang ingin menginap di rumah Nayyara. Selain karena ngidamnya, ia juga ingin bicara banyak hal dengannya. Walau berbeda keyakinan, persahabatan yang mereka jalin benar-benar patut diacungi jempol. Jadi wajar kalau mereka begitu sulit dipisahkan, selain karena Nayyara yang begitu tertutup hingga sulit menjalin pertemanan dengan orang lain. Ia tak mudah berbagi banyak hal pada orang lain selain kepada ibu, nenek, dan Felisha. "Oke, tapi lo harus nemenin gue belanja hari ini! Lo kan mau makan masakan buatan gue." "Sip! Kalau perlu gue bayarin belanjaan lo sebagai rasa terima kasih gue."  Felisha tersenyum sumringah. "Gak perlu repot-repot bayarin, Fel. Gaji gue gak bakal langsung habis juga." "Jangan sungkan gitu sama gue, Nay! Kapan lagi gue hambur-hamburin duit buat lo." "Iya, deh! Yang jadi istri pengusaha batu bara!" cibir Nayyara. Felisha hanya terkekeh. Ya, hanya dengan Felisha ia bersikap seperti itu. *** Di sebuah food court di salah satu mall setelah berbelanja kebutuhan dapur. Nayyara dan Felisha sedang makan siang. "Feli, Lo gak ada kebaktian hari ini?" Nayyara menanyakan hal ini mengingat sebagian besar umat Kristiani beribadah di hari minggu. "Gue kan ibadahnya tiap malam minggu. Tenang aja, kali ini gue rajin ikut kebaktian." "Ya kali aja kebiasaan lo gak hilang-hilang. Sengaja lupa untuk urusan ibadah." "Kayak lo gak pernah pura-pura lupa soal shalat. Tapi gue yakin sih lo udah banyak perubahan. Buktinya pakaian lo makin tertutup gini." "Gue masih terus belajar memperbaiki diri gue. Gue sadar, gue masih sering melakukan kesalahan hingga saat ini. Terlebih lagi gue masih berusaha memaafkan orang-orang yang udah hancurin hidup gue di masa lalu. Bahkan gue sampai hati menyalahkan Allah atas seluruh takdir-Nya yang harus gue jalani."  Nayyara menghela napas panjang. Felisha pun paham atas perasaan Nayyara saat ini. Mereka akhirnya makan dalam diam hingga makanan mereka habis. "Lo mau cerita sesuatu, Nay?" Felisha mencoba jadi pendengar saat ini. Sebagai seorang psikolog, ia paham suasana hati sahabatnya. "Papa gue datang ke kampus 2 hari yang lalu. Entahlah dia tahu dari mana tentang gue sampai nekat datangin gue ke kampus." "Oh ya? Terus beliau ngomong apa ke lo?" "Beliau undang gue di acara ulang tahun perusahaannya. Menurut lo, gue harus gimana?" "Gue sangat yakin lo juga rindu bokap lo. 21 tahun kalian tidak bertemu, Beb. Terlepas dari amarah yang selalu lo simpan selama ini. Kalau gue boleh meminta sama lo, please ikhlaskan semua yang udah terjadi. Amarah yang selama ini lo pendam hanyalah membuat diri lo sakit. Lo lihat sendiri perubahan diri lo! Lo terlihat lebih kurus dibanding terakhir kali kita ketemu 3 bulan yang lalu. Rasa sakit hati yang masih lo pelihara membuat lo gila belajar dan bekerja, pola makan lo juga berantakan. Belum lagi waktu tidur lo. Sekarang gue tanya, kapan terakhir kali lo tidur nyenyak?" Nayyara hanya diam. Ia sendiri lupa kapan ia terakhir tidur nyenyak tanpa terbangun beberapa kali. "Nay, gue ngomong gini tanpa bawa-bawa profesi gue. Gue ngomong selayaknya saudara meskipun kita gak sedarah. Gue sayang sama lo! Gue gak bisa tahan lihat keadaan lo kayak gini. Gue tahu betul luka batin lo di masa lalu, bahkan saat Zain mutusin lo. Lo emang bangkit dan sukses seperti sekarang ini, tapi pikiran dan hati lo masih tertinggal di masa lalu. Lo akan semakin sulit meraih kebahagiaan lo bila terus-menerus seperti itu. Lepaskan semua itu, lo mulai dari membangun kembali hubungan hangat antara ayah dan anak. Gue yakin, bokap lo sudah merasa sangat menyesal ninggalin lo." Nayyara mulai terisak setelah mencerna kalimat demi kalimat yang terlontar dari Felisha. Bohong kalau gue gak rindu sama Papa. Bohong kalau gue benci sama dia. Karena biar gimana pun, Papa adalah pria yang jadi cinta pertama gue. Meskipun sikapnya di masa lalu membuat gue begitu benci dengan PERNIKAHAN, sampai gue gak pernah kepikiran untuk menikah seumur hidup gue. Felisha membiarkan Nayyara tenang dalam pelukannya. Setelah 15 menit berlalu, akhirnya Nayyara berucap, "Ya, Feli. Gue bakal datang ke acara Papa!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD