5. Gedung tua

1052 Words
Sasa keluar dengan wajah cemberut. Hatinya terbakar oleh api kemarahan karna ulah Alina. "Ini semua karna ulah wanita cacat itu. Hingga aku yang terkena amukan dari pak Daniel," Ungkap Sasa dengan tatapan marah. **** "Maaf pak Daniel. Aku sungguh tidak paham," Ujar Alina menunduk dengan wajah sedihnya. "Tidak masalah Alina aku mengerti. Kau bisa meminta tolong kepada Pinky untuk mengajari dirimu. Aku yakin Pinky akan mau, apalagi dia itu adalah sahabatmu sendiri kan? Oh ya. Aku pamit pulang dulu, karna ini sudah hampir jam minum obat bagi adik perempuanku," Kata Daniel sambil meninggalkan Alina sendirian di dalam ruangan. "Pak Daniel baik sekali. Aku berdoa semoga adiknya cepat sembuh," Lirih Alina sambil belajar sendiri tanpa bantuan orang lain. **** Di perjalanan pulang. Daniel tengah memikirkan mengenai apa yang di alami oleh Alina dengan masa lalu dari Melodi. Kondisi Alina sangat mirip dengan masa lalu yang di cari oleh dirinya. Tapi disisi lain Daniel sangat bingung akan hal itu, apa benar Alina lah korban yang di cari olehnya. Atau ini hanyalah suatu kebetulan? Berbagai pertanyaan tengah menguasai hatinya, entah mana yang menurut dirinya adalah benar. "Mungkin. Jika aku bertemu dengan gadis yang di cari oleh adikku. Mungkin pura kondisinya sama dengan apa yang di alami oleh Alina? Tapi sayangnya aku tidak tahu di mana gadis itu berada," Kata Daniel dengan perasaan bingung." Jika aku telah menemukan gadis 12 tahun yang lalu. Mungkin keadaaan Melodi tidak akan seperti ini? Tapi bagaimana caranya. Oh tuhan. Tolong pertemukan aku dengan dirinya," Batin Daniel dengan perasaan sedih. ***** Saat ini Daniel telah tiba di mansion Hartawan. Kedua kaki Daniel melangkah menuju kamar adik perempuannya. Daniel berniat menemui adik kesayangannya itu, tapi langkah kakinya harus terhenti saat ia menatap Melodi yang tengah tertidur di atas ranjang king size. Daniel melangkah ke arah ranjang besar milik Melodi. Di usapnya puncak kepala Melodi, Daniel menarik selimut agar tubuh adiknya bisa terlindungi oleh hawa dingin yang adiknya rasakan. "Sungguh malang nasibmu dek. Hidupmu penuh dengan kesedihan hanya karna ulah masa lalu yang tidak kau inginkan," Kata Daniel sambil menatap Melodi dengan air mata yang hampir jatuh jika saja dirinya tidak melihat pergerakan Melodi. "Kak Daniel. Kakak sudah pulang? Kapan kakak pulang?" Tanya Melodi saat kedua matanya terbuka lebar. "Baru saja. Apa kau sudah meminum obatmu?" Tanya Daniel dengan tatapan serius dan dibalas gelengan kepala dari Melodi membuat Daniel menghela nafas lelahnya. "Lihat sudah ku duga kau akan lupa untuk meminum obat," Kesal Daniel sambil membuka laci nakas untuk mengambil obat yang selalu di konsumsi oleh Melodi. Melihat kekesalan kakak tetuanya membuat Melodi hanya mampu tersenyum geli saat melihat kekesalan yang Daniel tunjukan pada dirinya." Kau tahu Mel. Kakak di kantor begitu cemas dengan kondisimu dan di sini kau justru tanpa cuek saja," Gerutu Daniel sambil memberikan beberapa macam obat ke tangan Melodi dan di sambut dengan baik oleh Melodi. Melodi menelan semua obat itu sambil menatap ke arah Daniel yang tengah mengusap sayang puncak kepalanya. "Maaf kak. Oh ya, Kenapa kakak pulang lebih cepat dari sebelumnya? Lalu bagaimana dengan sekertaris baru kakak? Apa dia cantik? Apa dia baik?" Tanya Melodi sambil bersandar di atas tempat tidur. "Ya dia memang cantik. Meski,...!!! Ucapan Daniel menggantung di udara. "Meski? Meski apa kak?" Tanya melodi. "Meskipun ia memiliki sedikit kekurangan fisik," Ujar Daniel kembali dengan wajah tanpa ekspresi. "Kekurangan fisik? Fisik seperti apa kak?" Tanya Melodi. "Salah satu bola matanya rusak. Membuat ia hanya mampu melihat dengan satu mata saja, sedang yang satu sudah tidak dapat berfungsi lagi," Kata Daniel. "Sungguh malang nasibnya kak. Oh iya. Bagaimana jika besok aku ikut ke kantor kakak, hitung - hitung aku bisa berkenalan dan bertemu dengan dia. Setidaknya ia mengingatkan aku dengan gadis yang pernah aku celakai," Lirih Melodi merasa bersalah sampai saat ini. "Jangan terus menyalahkan dirimu seperti itu Mel. Kau tidak pernah berniat untuk melakukan hal itu. Tapi mungkin keadaaan yang membuat kalian harus menjalani takdir seperti ini," Kata Daniel bijak di usapnya puncak kepala Melodi." Sebaiknya kau tidur besok kau boleh ikut bersamaku, tapi ingat kau harus menjaga kesehatanmu terlebih dahulu," Peringatan Daniel membuat Melodi tersenyum sambil mengangguk patuh. Gadis itu segera membaringkan tubuh kecilnya di atas ranjang besar miliknya, Daniel merasa bahagia dengan apa yang ia lihat saat ini. Sudah lama dirinya tidak melihat senyuman adik tercintanya itu. "Setidaknya dengan ini kau akan merasa lebih bahagia Mel. Sungguh kakak bahagia jika kau juga bahagia," Batin Daniel. Saat melihat Melodi telah tertidur. ***** Pagi hari Daniel dengan cepat menggendong Melodi menuju meja sarapan. Karna keduanya berniat sarapan bersama seperti biasanya. Daniel dengan telaten mengambilkan sarapan pagi untuk Melodi. "Mel. Sampai di kantor kau tidak boleh kemana - mana, kau mengerti? Dan kakak melarang dirimu untuk bekerja. Dan kau tidak boleh melupakan obatmu, dan kau harus harus me...!!! Ucapan Daniel dihentikan oleh Melodi. "Baiklah kakak ku sayang. Sudah cukup kakak menganggap aku seperti seorang bayi, aku bukan bayi. Bahkan aku bosan jika harus mengkomsumsi obat setiap hati bahkan harus sarapan seperti ini. Aku bosan. Apa tidak ada makanan yang lain kak?" Tanya Melodi dengan wajah cemberut karna merasa bosan dengan makanan yang selalu ia makan. "Sayangnya tidak ada Mel. Semua makanan di kota ini hanya ada ini," Kata Daniel sambil fokus mengambilkan sarapan untuk Melodi membuat Melodi memutar kedua bola matanya bosan. Keduanya pada akhirnya sarapan bersama - sama. Setelah menyelesaikan kegiatan mereka, Daniel maupun Melodi pada akhirnya berangkat ke perusahaan Hartawan. Di sepanjang jalan Melodi menatap suasana kota Swiss yang sudah lama tidak ia jumpai. Ya. Melodi memang jalan berada di luar mansion karna kegiatan gadis itu hanya melamun di dalam mansionnya saja. Melodi menatap ke sebuah gedung tua yang bisa Melodi perkirakan jika tinggi gedung tua itu hampir menyentuh awan. Gedung tua yang sudah tidak pernah terpakai lagi. Entah kenapa tidak terpakai tapi yang jelas Melodi tidak peduli akan hal itu. Niat dan tujuannya adalah gedung tua itu. Gedung yang akan membuat ia bahagia suatu hati nanti. "Suatu saat aku pasti akan berada di sana. Aku tengah menunggu waktu yang tepat untuk berada di sana," Kata melodi dengan senyuman yang entah itu adalah kebahagiaan atau duka yang ia rasakan. "Kau mau kemana Mel?" Tanya Daniel dan dibalas gelengan kepala dari Melodi. Entah apa yang dipikirkan oleh gadis kecil itu, entah apa yang membuat dirinya ingin berada di gedung tua itu? Entah apa yang ingin ia lakukan. Semua masih dalam bayangan, bayangan yang tidak seorangpun yang tahu terkecuali dirinya sendiri. Tbc,
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD