4. Begini caranya

1641 Words
Mansion Hartawan Setelah diperiksa dan diberitahu apa yang tengah adiknya derita. Daniel hanya mampu menghela nafas beratnya sambil menggenggam kedua tangan mungil Melodi penuh rasa sayang. "Melodi. Kenapa kau bisa begini?" Tanya Daniel dengan perasaan khawatir. "Kak. Kakak tidak perlu bersedih. Aku sama sekali tidak apa - apa. Sebaiknya kakak ke kantor saja aku yakin kakak sangat sibuk hari ini," Ujar Melodi dengan nada lemah. "Tidak Mel. Kakak akan tetap di sini. Urusan kantor bisa kakak selesaikan lain waktu. Kakak tidak mau terjadi apa pun denganmu, kau adalah adik kesayangan kakak dan satu - satunya yang kakak punya saat ini." Ujar Daniel sambil mengusap sayang puncak kepala Melodi. Sungguh Daniel sangat mencemaskan kondisi adik perempuannya yang sering kali drop secara tiba - tiba. ****** Pinky membawa Alina masuk ke ruangan Daniel. Sang atasan mereka di perusahaan. Alina menatap ruangan yang terlihat maskulin baginya. "Apa ini ruanganku. Pinky?" Tanya Alina dengan tatapan kagum. "Tentu saja ini ruanganmu dan juga ruangan atasanmu. Itu adalah meja bos kita," Tunjuk pinky." Dan ini adalah mejamu dan juga komputermu," Tunjuk pinky. "Apa? Aku satu ruangan dengan atasanku? Duh, Pinky aku takut bahkan aku tidak tahu cara bermain komputer bagaimana bisa aku bekerja disini," Ujar Alina khawatir. "Tenanglah ada aku di sini? Aku akan mengajarimu, begini caranya," Kata Pinky mulai menyalahkan komputer dan memberi petunjuk pada Alina. Tapi sayangnya otak Alina tidak secerdas itu. Membuat ia tetap saja tidak mengerti. Butuh waktu lama bagi Alina untuk belajar. "Maafkan aku Pinky. Aku terlalu bodoh untuk menghafal apapun yang kau ajarkan. Maaf aku ini memang sangat bodoh. Aku tidak secerdas dirimu. Pinky," Lirih Alina dengan wajah seduhnya. "Ya ampun. Alina. Kau saja belum mencoba sudah berpikir seperti itu. Tolong jangan menyerah dulu," Nasehat Pinky. **** Pagi hari. Sebelum Daniel berangkat ke kantor dirinya terlebih dahulu menyuapi adik perempuannya. Ia tahu adiknya pasti akan malas untuk memakan apapun. Membuat Daniel memilih turun tangan saja untuk menyuapi semangkuk bubur pada Melodi. "Mel. Kau makan dulu ya, kakak akan berangkat ke kantor setelah kau menghabiskan sarapanmu. Oh ya. Kau tidak perlu membantu kakak dengan urusan perusahaan lagi, sebab kakak sudah memiliki sekretaris baru," Ujar Daniel sambil menyuapi bubur ke dalam mulut Melodi. "Benarkah itu kak? Syukurlah jika kakak sudah menemukan sekertaris baru. Jadi kakak tidak perlu serepot kemarin," Kata Melodi. Setelah menyuapi Melodi kini Daniel memberikan beberapa obat untuk Melodi yang biasa di konsumsi oleh adik perempuannya. Setelah melihat adiknya telah menelan obat itu membuat Daniel merasa lega. "Baiklah. Kakak pamit ke kantor dulu ya?" Pamit Daniel sambil mencium kening Melodi dan melambaikan tangan pada Melodi. Dan dibalas senyuman tipis dari adik perempuannya. ***** Perusahaan Hartawan Daniel telah sampai di perusahaan miliknya. Dirinya melangkah masuk di sambut para Staf dengan tatapan hormat. "Pagi pak," "Pagi Pak Daniel," UCAP SASA penuh percaya diri. "Pak Daniel," Panggil Sasa membuat langkah kaki Daniel harus terhenti. "Ada apa Sasa?" Tanya Daniel. "Apa bapak tahu. Jika pak Adi telah salah menerima seorang sekertaris? Bapak tahu fisik gadis itu tidaklah sempurna dan dia sangat tidak pantas menjadi sekertaris bapak," Ujar Sasa. "Apa maksudmu? Fisik apa?" Tanya Daniel bingung. Pinky dan Adi yang baru saja datang merasa sedikit cemas. Takut jika Atasan mereka Menolak keberadaan Alina. "Bapak bisa tanyakan ini pada pak Adi yang dengan beraninya menerima karyawan seperti itu," Ujar Sasa sinis. "Adi. Apa maksud dari ucapan Sasa, cepat katakan? Jangan bermain tebak - tebakan denganku. Kepala ku sakit jika harus mendengar ucapan kalian," Kesal Daniel. Alina yang mau memasuki perusahaan Hartawan dirinya sempat kaget melihat kemarahan Daniel. "Begini pak. Kemarin saya menelpon bapak untuk menjelaskan semuanya tapi bapak malah menutup telepon saya sebelum saya selesai bicara. Sebenarnya calon sekertaris bapak memiliki sedikit kekurangan fisik bahkan dia tidak lulus sekolah," Kata Adi dengan nada takut - takut. "Pak Daniel maaf sebelumnya. Sebenarnya Alina itu sahabat saya dia melamar pekerjaan disini untuk menjadi sekertaris bapak. Tapi. Maaf Alina hanya tamatan SMP," Ujar Pinky dengan nada Takut. "SMP?" Tanya Daniel kembali dengan wajah setannya seakan siap menerkam siapapun yang berani berurusan dengannya. Disisi lain Alina menahan rasa takut saat melihat tatapan tajam dari Daniel. "Itu benar pak. Yang lebih parahnya lagi, gadis jelek itu tidak tamat sekolah. Itu orangnya sudah datang pak," Ujar Sasa dengan nada sombong sambil menunjuk sosok Alina yang tengah berdiri kaku disana. Disisi lain Pinky dan Adi tengah menahan nafas takut akan kemarahan Daniel pada mereka. Merasa di tatap. Alina menundukkan kepalanya dengan perasaan takut yang hinggap di hati kecilnya. Daniel melangkah mendekati sosok Alina dengan tatapan yang sulit Alina prediksikan saat ini. "Jadi kau adalah sekertaris baru di perusahaan ini?" Tanya Daniel. "Itu benar pak," Jawab Alina gugup dengan kepala menatap ke bawah. "Kau hanya tamatan SMP? Bahkan tidak sampai lulus. Lalu kenapa dengan salah satu matamu?" Tanya Daniel dengan perasaan berdebar." Ke ruanganku segera," Kata Daniel cepat sambil melangkah terlebih dahulu memasuki ruangan miliknya. Di ikuti Alina yang juga ikut masuk bersama Daniel. Disisi lain Sasa dan para staf lainnya menatap tidak suka pada sosok Alina. Bahkan sangat terlihat kentara. Adi dan Pinky menahan rasa. Cemas kali ini. ***** "Aku yakin dia tidak akan pernah di terima disini, mengunakan komputer saja dia tidak bisa," "Kau benar. Dia terlalu kampungan dan seharusnya ia sadar diri akan posisi nya itu." "Ya. Sayangnya ia tidak sadar. Mau kita apakan lagi agar ia sadar," "Kita lihat saja bagaimana kemarahan pak Daniel padanya. Ia pasti akan keluar dengan tetesan air mata menyedihkannya," "Itu yang aku tunggu - Tunggu," Itulah ucapan yang dilontar oleh para pekerjaan di perusahaan ini. **** Saat ini Daniel tengah mondar mandir di dalam ruang kerjanya. Hatinya di dalam sana merasakan rasa cemas, dengan apa yang baru saja ia lihat. Kondisi yang di alami Alina serupa dengan kecelakaan 12 tahun yang lalu. Apalagi salah satu mata Alina merupakan posisi yang sama dengan yang di ceritakan oleh adik perempuannya. Melihat Alina telah masuk, Daniel segera duduk di kursi kebesarannya sambil menatap ke arah Alina. "Silahkan duduk. Siapa namamu?" Tanya Daniel. "Alina pak," Jawab Alina gugup. "Oh Alina nama yang bagus. Apa benar kau ingin bekerja disini? Alina tatap saya," Kata Daniel saat melihat Alina justru memilih menundukkan kepalanya. "Itu benar pak. Tapi maaf banyak yang tidak bisa aku pahami, seperti teknologi. Sebenarnya aku tidak tahu cara menggunakan komputer bahkan aku tidak tamat SMP dulu," Lirih Alina dengan perasaan takut dan juga merasa sedih akan fisiknya. "Kenapa bisa seperti itu? Apa karna biaya?" Tanya Daniel. "Bukan karna biaya. Pak. Hanya saja salah satu matamu yang tidak dapat berfungsi membuat aku sulit untuk menatap soal dan catatan yang diberikan oleh guru di papan tulis. Itu yang membuat aku tidak melanjutkan sekolah lagi. Karna salah satu matamu yang tidak dapat berfungsi dengan baik," Kata Alina sambil terisak. "Jangan menangis. Aku turut bersedih dengan apa yang kau alami. Lalu apa penyebab hingga salah satu matamu bisa seperti ini?" Tanya Daniel sambil memberikan selembar tisu pada Alina. "Dulu saat aku kecil. Aku mengalami sebuah kecelakaan," Kata Alina. **** "Mungkin kasus yang di derita Alina hampir sama dengan apa yang di alami oleh adikku. Setidaknya dengan aku menerima Alina disini, aku bisa mengulangi rasa bersalah yang di rasakan oleh adik perempuanku. Meski aku tidak tahu apakah Alina adalah gadis 12 tahun yang lalu atau bukan. Tapi setidaknya aku menerima dia disini," Batin Daniel. ***** "Kau tidak perlu khawatir. Karna aku yang akan mengajarimu soal teknologi. Lagian aku butuh seorang sekertaris tidak apa bila aku harus mengajarimu," Ujar Daniel dengan nada santai yang berusaha ia sembunyikan. "Benarkah itu pak?" Tanya Alina tidak percaya dan justru dibalas anggukan kepala dari Daniel membuat Alina bahagia bukan main." Terima kasih pak. Terima kasih karna bapak mau memberikan kesempatan untuk saja," Kata Alina dengan wajah bahagianya. "Sama - sama. Kau bisa duduk di kursi milikmu. Aku akan mengajarimu," Kata Daniel dirinya segera bangkit dari posisi duduknya. Lalu melangkah ke arah meja Alina, Daniel mulai menyalahkan komputer dan mulai menjelaskan bagaimana cara menggunakan benda itu. Alina menatap serius pada apa yang di ajarkan oleh Daniel, tapi sayangnya, otak Alina tidak secepat itu untuk mengerti. "Apa kau paham dengan ajaranku?" Tanya Daniel. Dibalas gelengan kepala dari Alina. "Maaf pak. Aku sama sekali belum mengerti. Aku ini memang bodoh, aku sungguh tidak pantas berada di posisi ini. Aku lebih pantas menduduki posisi OB disini," Kata Alina malu. "Kau jangan menyerah dulu. Aku yakin lambat raut kau pasti akan mengerti. Aku akan menyuruh Sasa atau Pinky untuk mengajarimu," Kata Daniel sambil melangkah untuk duduk kembali di kursi ke besarnya. **** "Pak Daniel sangat baik. Ia bahkan mau menerimaku padahal aku memiliki banyak kekurangan di sini," Batin Alina malu. Tok Tok Tok "Masuk," Suara Daniel membuat pintu ruangan miliknya terbuka. "Bapak memanggil saya?" Tanya Sasa dengan wajah manisnya. "Iya aku memanggilmu. Tolong kau ajarkan Alina soal apapun yang tidak ia ketahui sebelumnya," Perintah Daniel tegas. "Baik pak," Jawab Sasa," Dasar OON. Masa gitu saja gak bisa, Kalau gak bisa ya jangan kerja disini. Dasar buat malu saja kau ini," Batin Sasa menatap kesal pada sosok Alina. **** "Begini caranya. Alina," Tunjuk Sasa mulai mengajari Alina. Alina menatap tak berkedip saat Sasa mengajarinya tanpa ada jeda membuat Alina sulit untuk paham. "Nona. Tolong sedikit pelan. Aku sedikit bingung dengan apa yang nona ajarkan padaku," Kata Alina. "Astaga. Kau ini sangat bodoh sekali. Alina, masa gitu saja kau tak paham. Mau sampai kapan coba aku mengajarimu," Bentak Sasa berapi - api." Aku tidak mau ya. Di suruh mengulang berkali - kali," Kesal Sasa. "SASA," Teriak Daniel," Jika kau tidak berniat mengajarinya sebaiknya kau keluar saja dari ruanganku. Dari pada aku harus mendengar ocehanmu yang ada kepala ku yang sakit," Bentak Daniel mulai kehilangan kesabaran. "Bu... bukan begitu pak. Aku hanya marah pada dirinya saja karna ia tetap saja tidak paham akan ajaranku pada di..." Ucapan Sasa terpotong dengan cepat oleh suara teriakan Daniel. "Cukup Sasa. Keluar dari ruanganku segera. KELUAR," Teriak Daniel marah. Daniel memijat keningnya yang terasa berdenyut - denyut saat ini. Mendengar kemarahan dari Daniel membuat Sasa segera berlari untuk menyelamatkan hidupnya dari amukan Daniel sang Atasan galaknya itu. Tbc,
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD