Udara di fasilitas bawah tanah itu terasa dingin dan lembap, bercampur aroma logam dan minyak senjata. Lampu-lampu putih menggantung berjejer di langit-langit tinggi, menyinari arena latihan yang luas. Suara sepatu berderap, benturan besi, dan teriakan pendek bergema di antara dinding beton. Di tengah arena, delapan gadis bergerak cepat—setiap langkah mereka sinkron, nyaris seperti tarian maut. Epi, yang paling muda tapi paling tenang, menembak target bergerak tanpa meleset. Rora berlari di jalur rintangan, tubuhnya lincah seperti bayangan. Rami dan Canni beradu strategi di pojok, satu ahli pisau, satunya ahli racun. Rita menendang boneka latihan hingga terbelah, sementara Ruka mengutak-atik drone kecil di atas meja logam. Asa memantau detak jantung rekan-rekannya lewat layar holog

