Francis Durrant

1248 Words
Mr. Francis Durrant adalah pendiri sekaligus pemilik Durrant Technology. Rambut coklat kehitaman, pembawaan ramping yang atletik dan garis rahang yang menarik ia wariskan pada hampir seluruh keturunannya, termasuk sang cucu –Danish Durrant. Dan sebagaimana Danish, ia memiliki wajah intelek yang jenaka dan ramah –tipikal lelaki idaman wanita. Namun saat ia sedang menghadapi sesuatu yang serius, wajah dan rahangnya itu akan makin mengetat dan menguarkan hawa yang ditakuti orang. Dan saat ini ia sedang serius. “Kakek!” panggil Danish lagi. Ia cepat- cepat bangkit dari lantai dan mendekati Mr. Francis Durrant. “Kek, telah terjadi sesuatu dengan gawai ini! Apa tadi kakek mengambilnya dari Inspektur Emerson?” Mr. Durrant tua mengernyitkan dahi. “Inspektur Emerson? Apa ada hal lain yang terjadi?” Danish lebih bingung lagi. “Memangnya apa hal yang sudah terjadi? Apa gawai ini tidak Kakek ambil dari inspektur sombong itu?” Mr. Francis Durrant merangkul bahu cucunya dan mengajaknya duduk. “Tenang, Cucuku. Jelaskan apa yang terjadi. Dan aku akan menjelaskan pula kejadian dari perspektifku.” Danish mengangguk. “Sahabat dekatku, Rick, dirawat di rumah sakit karena luka parah akibat kecelakaan. Aku mengunjunginya dan meminjamkan gawai prototipe yang dikembangkan lab. Aku yakin dia sudah memainkannya, dan yang aku tahu dari perawat adalah tiba- tiba ia menghilang dari rumah sakit secara tak masuk akal dalam waktu yang sangat singkat. Dan aneh kejanggalan sesaat sebelum ia menghilang, duh, aku lupa—“ “Gangguan elektromagnetik yang sangat kuat, Mr. Francis Durrant,” sambung Mis Faltzog. “Saya yakin memang itu yang terjadi, sebab seluruh peralatan rumah sakit dan aliran listrik juga mendadak mati saat itu.” “Ya,” dukung Danish. “Dan menurut Miss Faltzog ini ada hubungannya dengan gawai prototipe itu, yang dikembangkan ahli riset Durrant Technology –Aaron Chua. Dan ia sudah menghilang sejak beberapa hari yang lalu, Kakek.” Durrant tua mengangguk. “Aku sudah mengetahui kejadian menghilangnya Aaron Chua, sebab Miss Faltzog-lah yang memberitahuku,” katanya seraya disambut isyarat persetujuan oleh gadis kepala lab itu. “Dan yang aku ketahui hanya sebatas itu. Bagaimana, Miss Faltzog, kau memikirkan yang kupikirkan?” Miss Faltzog berkomunikasi dengan mata dengan si pemilik perusahaan itu, lalu pandangan keduanya berpindah pada gawai yang masih dipegang Kakek Danish. “Oh!” seru wanita itu antusias. Ketenangannya berubah menjadi ketertarikan yang meluap- luap. “Jadi kita bisa menghubungi teman Mr. Durrant yang menghilang dengan lebih cepat?” “Ya,” angguk Francis Durrant. Danish bingung, menatap kedua lawan bicaranya bergantian. “Bagaimana? Apa yang kalian bicarakan? Aku tidak mengerti.” Francis Durrant pun mengalihkan perhatian pada sang cucu. “Sebagaimana yang kukatakan tadi, satu- satunya yang kuketahui hanyalah perkara Aaron Chua. Apa kau sudah tahu, Danish, bahwa identitas ahli riset ini sama sekali rahasia dan serba misterius.” “Ya, aku sudah tahu.” “Perihal mengapa aku mempekerjakan orang yang penuh teka- teki itu, aku akan menjelaskannya di lain waktu. Tapi yang tidak ia sadari adalah, ia mengira kalau ia memegang kartu tepat di dekat dadánya. Ia mengira bahwa tak satupun yang mengetahui kerahasiannya itu.” “Maksud Kakek –Kakek mengetahui semua tentangnya?” “Tidak semua,” kata Durrant tua. “Tapi sejak awal aku sudah memiliki asumsi tentang tujuan- tujuannya di masa depan. Dia memang berencana sejak awal untuk menghubungkan salah satu proyek perusahaan dengan dimensi yang ingin ia tuju.” Danish merenung sesaat. “Kek, Miss Faltzog pernah berkata bahwa mungkin ia membuat portal antar dimensi agar ia bisa berpindah dengan mudah, dan mengawasi sesuatu.” “Benar sekali untuk alasan pertama. Tapi aku tak bisa pastikan untuk alasan kedua. Namun kabar baiknya, karena aku sudah menduga apa tujuannya, maka aku memintanya membuat dua gawai prototipe.” “Oh!” seru Danish dan Miss Faltzog bersamaan. “Anda tak pernah memberitahu saya sebelumnya, Mr. Durrant!” “Maafkan saya, Miss Faltzog. Saya tidak bermaksud menyinggung Anda sebagai kepala lab saya yang sangat saya hargai. Namun jika berinteraksi dengan orang tertutup seperti Aaron Chua, saya juga harus bersikap sama tertutup dan hati- hatinya sebagaimana yang ia lakukan,” tutur Mr. Francis Durrant. Pandangan matanya beredar pada sang cucu. “Aku meminta dia untuk membuat kembaran gawai prototipe itu khusus untukku –untuk kugunakan secara pribadi –dan kukatakan padanya, bahwa aku sebenarnya adalah seorang penggila game. Namun tak seorang pun yang tahu, kecuali keluargaku.” Mata Danish membesar. “Jadi Kakek memintanya membuatkan satu lagi gawai yang sama persis?” “Tepat sekali. Dan inilah dia, yang aku bawa sekarang.” “Kalau begitu ini bisa kita gunakan!” sorak Danish senang. “Kita punya gawai, Miss Faltzog! Dan kita juga punya kubus dari gawai pertama. Pasti—“ “Gawai yang kupegang sekarang juga memiliki kubus yang serupa,” aku Kakek Danish. Miss Faltzog sepertinya tidak terlalu tertarik dengan perkubusan, alih- alih ia menanyakan hal lain. “Mr. Durrant, bagaimana kita bisa tahu bahwa Aaron Chua benar- benar membuat kembaran yang benar- benar serupa dan sama persis dengan yang dimainkan Mr. Rick Baker? Maksudku, bisa jadi dia tidak memasukkan apa yang ada di gawai pertama ke gawai kedua ini.” “Aku juga sudah mewaspadainya,” kata Francis Durrant. “Aku selalu memantau side project ini dengan serius, dan ia harus menjelaskan seluruh detail dan pengembangan simulasi permainan di dalamnya. Setiap hari. Jadi bisa kujamin bahwa keduanya adalah kembar yang sama persis.” “Bagaimana dengan kubus memori dan prosesornya?” tanya Miss Faltzog lagi. “Mr. Aaron Chua bisa saja memberi rakitan tambahan di kubus pertama, atau sengaja membuatnya berbeda.” “Sulit membuat dua hal yang sangat berbeda namun nampak sama persis bila pekerjaanmu dikontrol dan selalu dipantau, Miss Faltzog. Rancang bangunnya tentu akan persis sama, dan akan ada kesamaan pula dalam beberapa komponen lain –bila ada perbedaan, itu akan bisa kita bandingkan dengan cepat. Dan itu takkan sebanyak yang kaubayangkan.” Miss Faltzog menghela napas lega. “Anda benar, Mr. Durrant. Ia juga bekerja dalam tekanan dan pantauan Anda, dan membuat barang dengan tampilan luar sama namun fungsi berbeda untuk diperlihatkan pada orang sepandai Anda kedengarannya seperti –mengecoh pandai besi dengan kuningan.” Mr. Francis sumringah mendengar pujian itu. “Memang, akan d***u sekali. Jadi bila ia menambahkan sesuatu pada kubus gawai pertama, mestilah itu sesuatu yang kecil dan bisa diselesaikan dalam waktu sehari –sebelum ia menghilang tanpa penjelasan.” “Tapi, Kek,” kata Danish putus asa, “Sebenarnya aku dan Miss Faltzog tadi sudah mencoba mencari tahu apa informasi yang dimiliki kubus itu, sayangnya …” Danish pun menceritakan kegagalannya bersama Miss Faltzog, terutama tentang data yang tak sengaja mereka hancurkan dalam usaha membuka isinya. “Apa kita masih bisa menggunakan kubus pertama itu, Kek? Apa masih membantu? Apakah ada gunanya membawa gawai kedua sekarang?” “Tentu masih sangat berguna dan membantu,” sahut Mr. Francis Durrant santai. “Kita bisa membandingkan dan merakit ulang kubus kedua agar fungsinya sama dengan kembarannya.” “Tapi bukankah itu sulit dan lama? Kita tak punya banyak waktu, Kek. Kita tak tahu apa yang sedang terjadi pada sobatku Rick, dan aku merasa bertanggung jawab atas kehilangannya. Aku yang membawakannya permainan itu! Merakit ulang adalah proses yang panjang, dan –“ “Takkan selama yang kauduga,” potong Kakek Danish. “Aku cukup pasti, bahwa kita masih punya jejak- jejak pengidentifikasi dari apa yang sudah hilang dari sini untuk memudahkan usaha kita,” kata Kakek Danish penuh percaya diri, “Dan jangan lupa, Danish. Kakekmu ini juga seorang ahli IT yang cukup hebat sejak masa muda.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD