Just The Beginning

1287 Words
Malam itu, Rick benar- benar menghabiskan waktunya untuk belajar. Sesuatu yang enggan ia lakukan semasa sekolah dulu. Selama berjam- jam hingga larut malam, ia terus membaca setumpuk buku yang ia bawa dari ruang perpustakaan tanpa menyadari bahwa fajar mulai menyingsing. Ia baru menyadarinya ketika cahaya lampu kamarnya telah bersaing intensitas terang dengan cahaya matahari di balik tirai jendela. “Astaga, sudah pagi!” seru Rick pada dirinya sendiri. Masih pukul enam kurang, dan pemuda kerempeng itu memilih hanya membereskan tempat tidur dan kembali belajar. Pagi seperti ini tidak mungkin Algie ataupun pelayannya telah berada di meja makan. Namun bukan itu yang menjadi pusat perhatian Rick sekarang. Untuk beberapa kali ia meregangkan tubuhnya, mengetuk- ngetuk kepala, dan memperhatikan wajahnya di cermin. Matanya sama sekali tidak memerah. Wajahnya pun terlihat segar, sama seperti ketika ia baru sampai di The Misk. “Miss Brain?” panggil Rick mencoba- coba. Hening sejenak –baik itu di kamarnya maupun di dalam kepalanya. Kemudian terdengar suara feminin yang teratur sebagaimana biasa. “Ada yang dapat saya bantu, Mr. Leonard Baker?” “Aku punya pertanyaan,” Rick berujar seraya memegangi dahinya –seolah- olah dengan menyentuh dahi, si Miss Brain akan dapat mendengarkannya dengan lebih baik.” “Aku masih bingung, bagaimana mungkin aku tidak tidur semalaman dan sama sekali tak mengantuk?” Miss Brain tak berlama- lama menjawabnya. “Kau adalah pemeran utama. Kelebihanmu adalah: tahan tembakan dan tusukan, tidak dapat lelah dan tidak butuh tidur. Namun sayangnya, kau sangat lemah dengan darah. Kau melihat darah dan mulai merasa pusing, artinya kau game over.” “Ah, betul juga!” Rick memukul jidatnya sendiri. “Pantas saja aku tak merasa lelah setelah semalaman tidak tidur! Dan aku juga tak mengantuk! Kau lihat mataku, Miss Brain? Tidak memerah!” Rick berputar, memandang kolam di balik jendela kamarnya. “Tapi anehnya, aku juga dapat belajar dengan lebih baik, bahkan jauh lebih baik daripada semasa aku sekolah. Aku bisa mempelajari semua ini dengan begitu cepat. Semalam!” katanya lagi sambil menatap buku- buku di atas meja. “Apa itu artinya kelebihanku juga termasuk : kepandaian? Tapi kenapa tak kau sebutkan dalam penjelasanmu?” Miss Brain yang menetap di kepala Rick hanya membisu. “Hei, Miss Brain. Kenapa tak kau jawab?” Alih- alih, Miss Brain hanya mengatakan hal yang sama seperti sebelumnya. “Kau ini!” protes Rick. “Aku tahu kau bisa menjawab secara normal, Miss Brain. Kau tidak selalu berkata- kata dengan teratur. Contohnya seperti di kamar mandi kemarin. Ya sudah kalau kau tak mau memberitahuku! Tapi kurasa sistemmu agak sedikit error, sampai kau lupa menyebutkan satu lagi kelebihanku.” “Selesaikan misi,” kata Miss Brain sebagai jawaban. “Ya, aku tahu!” Rick menyembur kesal. “Tapi ini masih pagi sekali untuk mencari tahu keadaan. Kukira aku akan mempelajari beberapa buku lagi sebelum keluar nanti.” Seketika kejengkelan Rick menghilang. “Algie mengatakan kalau aku mesti mempelajari Fermi Paradox. Kau ingat Miss Brain? Aku akan membaca semua itu dulu sebelum sarapan dan keluar.” *** Rick memang memenuhi janjinya. Ia mempelajari satu buku tipis tentang pendapat Fermi itu sebelum pelayan memanggilnya untuk sarapan pagi. Ternyata Algie sudah lebih dulu menghabiskan santapannya dan pergi, sehingga Rick hanya duduk sendirian di meja makan itu. Begitu selesai, ia langsung mengatakan niatnya untuk jalan- jalan sebentar pada kepala pelayan. “Tuan Leonard Baker ingin jalan- jalan?” ulang si kepala pelayan, Esteban, dengan nada yang terdengar curiga dan menuduh. “Ya. Kenapa?” tanya Rick. “Aku ingin menurunkan makanan dalam perutku dulu, dan karena ini pertama kalinya aku berada di sini, wajar bukan bila aku ingin keluar berjalan- jalan?” Esteban mengangkat dagunya sedikit, wajahnya menimbang. “Saya juga ditugaskan untuk mengawasi Tuan Baker semenjak kemarin, namun Tuan Algernon juga tak memberi petunjuk jelas apakah Tuan Baker diperbolehkan keluar, atau tidak.” “Memangnya kenapa mesti tidak boleh?” “Ini lebih pada tugas saya, Tuan. Saya tidak boleh mempertanyakan alasan untuk itu. Begini saja. Bila Tuan ingin jalan- jalan, saya akan menemani—“ “Tidak perlu,” Rick mencegah ceapt- cepat. “Apa kau kira aku akan hilang? Aku hanya akan berjalan di sekitar sini! Kau tidak perlu cemas dimarahi Algie nanti, sebab bisa kupastikan aku akan kembali ke rumah sebelum Algie pulang.” Esteban si kepala pelayan masih nampak ragu, dan setelah Rick meyakinkannya beberapa kali barulah ia memberi izin. Dan Rick memang tak ingin membuat kepala pelayan itu kesusahan, sehingga ia memang sudah menetapkan niantya untuk tidak bepergian terlalu jauh. Dan ia memang tak perlu jauh- jauh, karena apa yang ingin ia ketahui sudah jelas terpampang di depan matanya. Selain kubus- kubus beton yang menjulang tinggi dan pemukiman- pemukiman puluhan lantai yang membentang di pinggir jalan, mata Rick bisa menangkap struktur- struktur aneh. Di sisi kanannya terlihat sebuah selang kaku raksasa, transparan, terbuat dari kaca. Selang itu bercabang dan saling terhubung, menggantung di hamparan kota dan berujung di sebuah bangunan geodome (Rick awalnya menyangka itu stadion olahraga!). Bangunan berbentuk kubah bola hampir sempurna itu terhubung ke generator- generator raksasa di sepanjang kanal sungai di kejauhan. Rick juga melihat –tinggi di atas langit –taburan bintik- bintik yang memantulkan cahaya matahari. Ia mulai berpikir kalau bintik heksagonal yang berjumlah ratusan itu adalah mesin yang dilengkapi cermin. Atau satelit. Atau panel- panel energi yang bergerak dengan baterai. “Miss Brain, aku yakin sekali bahwa The Misk sudah ada pada tahap dua atau tiga menurut Kardashev Scale,” gumam Rick seraya terus melangkah. “Penggunaan energinya sudah maju sekali. Tidak ada penghamburan yang tak berguna.” “Saya setuju, Mr. Leonard Baker,” balas Miss Brain. “Astaga,” gumam pemuda kerempeng itu lagi. “Sepertinya kosakataku semakin intelek dan bagus. Apa itu artinya aku juga semakin pintar?” Kali ini Miss Brain kembali membisu, membuat Rick tertawa. Ia berbalik kembali ke jalan yang ia lalui tadi, menuju kediaman Algie. Dan untuk kedua kalinya ia kembali menggumamkan ‘astaga’. “Kenapa aku tidak menyadarinya selama ini?” seru Rick. Matanya membelalak. Tangannya tak lagi santai di saku celana, melainkan ia goyang- goyangkan seakan sedang mencari- cari kata yang telah ia lupakan. “Tunggu! Miss Brain? Kau ingat apa yang kupelajari dalam buku- buku tentang Fermi Paradox?” “Saya tidak belajar seperti Anda, Mr. Leonard Baker. Saya hanya asisten Anda.” “Ya, ya,” tukas Rick tak sabar, “Kalau kau tak tahu, aku akan menceritakan padamu. Dalam Fermi Paradox, ada filter raksasa di masa depan atau di masa lalu yang menyebabkan kita tak bertemu dengan kehidupan lain. Seperti alien. Dan kemungkinan yang terjadi adalah bisa jadi memang ada kehidupan yang seperti di bumi, dan bisa juga kehidupan satu- satunya hanya ada di bumi.” Tak ada tanggapan Miss Brain, seperti sedang mendengarkan. “Algie memberiku petunjuk untuk mempelajari itu, ‘kan? Lalu bila ini memang bukan bumi seperti yang dikatakan Algie, maka apa ini kehidupan lain?” tanya Rick. “Apa itu artinya semua orang yang ada di sekitarku sekarang –termasuk Algie –bukanlah… bukanlah manusia? Apa mereka makhluk lain dengan rupa seperti manusia, namun jauh lebih pintar??” Pemuda itu menatap sekelilingnya. Jalan masih sama lengangnya seperti tadi, kecuali satu- dua orang yang berjalan dan berkendara. Namun prospek bahwa mereka bukanlah manusia sesungguhnya, sudah cukup membuat Rick bergidik ngeri. Dalam keterpanaan itu, Miss Brain menginterupsi, “Saya tidak tahu, Mr. Leonard Baker. Tapi pendapat Anda mungkin saja benar.” Rick shock, lalu berlutut di jalan yang apik dan bersih itu. Tangannya menelisik akar- akar rambut sendiri, mencoba mendinginkan kepalanya yang mulai menggelegak oleh fakta- fakta aneh. “Apa aku ini benar- benar ada di dunia game?” Sebuah jawaban bijaksana terdengar di kepala Rick. “Tak ada gunanya menduga- duga, Mr. Leonard Baker. Kita baru memulainya.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD