bc

MAGI: Teror Tak Kasat Mata

book_age4+
10
FOLLOW
1K
READ
revenge
dark
mystery
scary
realistic earth
supernatural
weak to strong
like
intro-logo
Blurb

YUK FOLLOW CERITA INI!

Cerita ini terinspirasi dari KISAH NYATA.

Kehidupan rumah tangga yang kisruh, karir yang stagnan, dan emosi yang amat labil membawaku pada keinginan kuat untuk menghafal Al-Quran.

Namun siapa sangka, belumlah tuntas target hafalan, aku terus mengalami berbagai kejadian ganjil yang mengusik kehidupanku.

Saat memurajaah Surah Al-Jin, sosok penampakan kerap kali muncul di belakangku.

Bagaimanakah aku melawan teror tak kasat mata?

Apakah impianku untuk menghafal 30 Juz Al-Quran, keluarga yang harmonis, dan karir impian dapat tercapai?

chap-preview
Free preview
Awas, Dia Mengintai di Belakang!
Usai Subuh Beberapa hari ini aku mengalami kejadian yang benar-benar ganjil. Kupikir awalnya, aku hanya halu. Bahkan cerita kepada istriku pun, dia terkesan abai. “Bun, aku sudah tiga kali merasa diawasi,” aku mengatakan hal itu kepada istriku usai Salat Subuh, sepulang dari masjid. Entah yang ke berapa kali kepada istriku. Dan seperti biasa, respon istriku yang masih mengenakan mukena masih cuek seperti sebelum-sebelumnya. Oia, kenalkan, namaku Alfa. Lengkapnya Alfa Jaya Pratama. Istriku, Alya Khairun Nisa. Aku biasa memanggilnya Bunda. Kami sudah dikaruniai 2 orang putra, Raka dan Rayi yang masing-masing menginjak usia 6 dan 2 tahun. “Bun, kamu dengerin aku nggak?” kesal karena merasa diabaikan, volume suaraku refleks naik dari sebelumnya. “Iya, Ayah. Aku denger kok,” istriku memegang pergelangan tanganku. “Makanya dari tadi dong jawab. Jangan diam aja!” aku masih menumpahkan kekesalanku. “Sebenarnya, apa sih yang kamu lihat?” “Tadi pagi, pas aku ngulang hafalan, tepat di Surah Al-Jin, kenapa di belakang, aku merasa ada yang selalu mengawasi. Kayak ada bayangan. Bayangan itu berpindah-pindah dari arah kanan ke arah kiri atau sebaliknya,” jelasku. Kali ini, istriku terlihat serius memperhatikanku. Mungkin dia takut emosiku meledak lagi dan dia menjadi sasaran kemarahanku. Aku menghirup napas untuk melanjutkan ceritaku. “Dan kejadian tadi pagi itu yang ketiga kalinya. Sebelumnya pernah kejadian malam, menjelang tengah malam. Kejadiannya sama. Waktu itu Bunda sama Rayi dan Raka sudah tidur.” “Yah, jangan-jangan kamu semalamnya nonton film horor kali?” tukas Alya. Spontan aku balas, “Enggaklah, Bun. Beberapa bulan ini aku udah jarang nonton. Kan sudah aku niatin mau fokus menghafal Al-Quran aja. Bunda kan tahu aku nggak suka film horor.” Alya terdiam. Dia tampak berpikir. “Ya udahlah, Ayah nggak usah dipikirin. Mungkin Ayah hanya berhalusinasi. Udah nggak usah keganggu, abaikan aja. Coba Ayah fokus aja sama target hafalan.” Aku berusaha mencerna perkataan Alya. Kukira ucapannya itu ada benarnya juga. Daripada waktu dan pikiranku habis digunakan untuk sesuatu yang tidak jelas, lebih baik aku fokus menambah hafalan dan murajaah secara rutin, supaya target 1 juz dalam sebulan bisa tercapai dengan lancar.  “Okelah, Bun. Makasih kamu udah ngingetin. Mungkin apa yang aku alami meskipun itu sudah tiga kali itu hanya perasaanku saja,” ucapku seraya menatap Alya. Nadaku lebih pelan dari sebelum-sebelumnya. “Naah, gitu dong. Aku suka kalau Ayah begitu. Alhamdulillah, semenjak menghafal, sikap Ayah jadi lebih baik,” istriku mengulum senyum. Aku merasa sangat tersanjung mendengar. Sejujurnya, mungkin sama seperti para suami pada umumnya, aku memang sangat senang jika dipuji oleh istriku sendiri.     “Aku akan mencoba mengikuti saranmu. Mengabaikan dan tetap fokus pada target hafalanku,” ucapku sambil tersenyum. “Oh iyaaa, emang benar ya, semenjak aku menghafal Al-Quran, aku jadi lebih baik, kayak gimana sih?” tanyaku penasaran. “Ya, lumayan lah… Ayah akan terus berproses jadi lebih baik kan? Bunda dan anak-anak seneng kok, sekarang Ayah nggak gampang marah-marah lagi kalau dititipi anak-anak,” ucap istriku tersenyum sambil menatap Rayi dan Raka yang masih terlelap tidur. “Terus nggak gampang ngambek juga kalau misal agak lama nunggu pas lagi belanja heheh..” lanjut Alya. “Masa sih, beneran, Bun?” “Serius beneran, Yah,” ucap istriku sambil mengarahkan dua jempol ke arahku. Aku mengingat-ingat, membayangkan saat mengantar istriku membeli pecel ayam baru-baru ini. Iya juga sih, benar kata istriku. Waktu beli pecel ayam atau beli lauk pauk untuk makan malam beberapa tahun ini, biasanya aku menunggu di motor. Aku paling tidak suka menunggu. Saat istriku muncul setelah menyeberang dari arah tukang pecel, biasanya aku sering berkomentar ketus, “Huuuh, lama banget sih!” Kalimat itulah yang sering-sering aku ulang selama berumah tangga 6 tahun dengannya. Tapi ada yang berbeda dari kegiatan membeli ayam pecel yang terakhir kali ini. Aku ingat, aku benar-benar ingat. Tidak ada lagi kalimat protes “lama banget”.  Justru yang ada aku dan Raka malah happy nunggu di motor. Sambil menunggu, aku mencoba melanjutkan kegiatan murajaah hafalan dan membimbing Raka untuk menghafalkan surah-surah pendek Juz ‘Amma. Mengingatnya sungguh aku merasa sangat bahagia. Semoga habit positif itu bisa terus berlangsung, aku bisa membersamai istri dan kedua putraku dengan suasana emosi yang stabil. “Yah, kenapa kok jadi senyam-senyum sendiri?” tanya istriku menatap dengan lekat. Aku baru sadar, terlalu bahagia mengingat hal positif yang aku dapatkan baru-baru ini. “Enggak kok, biasa aja, Bun. By the way, makasih ya, Bun. Aku ingin menjadi suami dan ayah yang saleh. Mohon tetap bersabar menemaniku dalam proses perubahanku,” ucapku seraya meremas kedua jemari istriku. “Insya Allah, Ayah pasti bisa!”  * Jelang Tengah Malam Setelah obrolan dengan istriku beberapa hari yang lalu,. Aku melanjutkan lagi rutinitasku, bekerja mencari nafkah untuk keluarga dan menyempatkan waktu untuk menambah hafalan, dan murajaah juga tentunya. Aktivitas menambah hafalan biasanya aku lakukan di pagi hari, setelah Tahajud, lalu dilanjutkan bakda Subuh. Kalau lagi bagus bisa sukses satu halaman, tapi kalau badan lagi kurang fit, setengah atau sepertiga halaman juga sudah alhamdulillah. Agar lebih bersemangat dalam menghafal, aku pun bergabung dalam komunitas Tahfiz Online. Sebuah komunitas yang aku ikuti dimulai setorannya sejak pukul 3 pagi.  Dari beberapa referensi yang aku baca, mengikuti komunitas itu penting untuk menjaga semangat dan menambah silaturahmi dengan para pecinta dan penjaga Al-Quran. Selain itu aku juga tak melewatkan waktu setengah jam perjalanan menuju tempat kerja. Selama di sepeda motor, sebagaimana tips yang aku temukan dari beberapa artikel, aku juga gunakan waktu itu untuk murajaah.  Hasilnya lumayan, sering, aku murajaah Juz ‘Amma, dalam perjalanan ke kantor, aku bisa menuntaskan Murajaah kurang lebih setengah juz, biasanya dari An-Naba sampai Al-Balad, atau kadang lebih sampai Surah Ad-Dhuha. Saking lagi semangat-semangatnya, di sisa-sisa tenaga sepulang kerja, malam hari pun aku sempatkan untuk mengecek hafalan, meskipun sekadar mengulang-ulang hafalan hari ini. Nah, untuk hari ini, aku sudah menuntaskan Hafalan Surah Al-Jin di Juz 29. Sebelum besok pagi aku melanjutkan ke surah berikutnya, aku targetkan malam ini Hafalan Surah Al-Jin harus sudah mantap dan lancar jaya. Istilahnya sudah mutqin alias kuat.  Malam semakin larut. Waktu menunjukkan pukul 11 malam. Alya sudah tertidur pulas setelah seharian sibuk menjalani tugasnya mengasuh Rayi dan Raka. Sungguh luar biasa, di saat yang sama dia juga harus tetap mengajar online via Zoom.  Semua itu dilakukannya semenjak pandemi. Fokusnya sering terpecah antara tuntutan untuk memperhatikan kedua putraku, juga dituntut untuk tetap profesional sebagai seorang guru. Kulihat kedua putraku juga baru saja terlelap. Sementara aku sendiri, meskipun tubuh terasa sangat lelah usai seharian bekerja dengan ritme yang luar biasa di saat pandemi. Bahkan, sering pekerjaan pun masih harus dikerjakan di luar jam kerja regular.  Namun anehnya, mataku tak terasa ngantuk sama sekali. Aku pun melanjutkan murajaahku. Mengulang untuk ke sekian kalinya ziyadah (tambahan) hafalanku hari ini. Waktu terus bergulir. Aku mulai fokus membaca ayat demi ayat Surah Al-Jin, hingga akhirnya tuntas satu halaman. Dan… ketika hendak melanjutkan ke satu lembar berikutnya, tiba-tiba konsentrasiku terpecah dan bacaanku pun terhenti. Aku merasa ada sekelebatan yang biasa aku lihat muncul lagi. Ekor mataku mulai mengikuti gerakannya yang pelan. Sosok tak kasat mata itu bergerak perlahan dari arah kiri di belakangku menuju arah kanan… Makin penasaran aku memberanikan diri memalingkan pandanganku ke belakang. Ah, s**l. Tidak ada apa-apa… Aku kembali menata konsentrasiku. Lalu aku mengucapkan beberapa lafaz-lafaz ayat hafalanku di lembaran berikutnya. Ah… baru tuntas beberapa ayat, kelebatan di belakangku muncul lagi. Malam ini pun tiba-tiba jadi mencekam. Sungguh, adakah sosok tak kasat mata yang tengah mengintaiku??? Bersambung Sahabat, makasih sudah nyempatin baca. Dukung cerita ini biar bisa terus berlanjut ya...

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Marriage Aggreement

read
81.3K
bc

Scandal Para Ipar

read
694.5K
bc

JIN PENGHUNI RUMAH KOSONG LEBIH PERKASA DARI SUAMIKU

read
4.2K
bc

Menantu Dewa Naga

read
177.4K
bc

Di Balik Topeng Pria Miskin

read
861.1K
bc

Pulau Bertatahkan Hasrat

read
625.4K
bc

TERPERANGKAP DENDAM MASA LALU

read
5.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook