BAB 6

1080 Words
Seminggu lebih Bara tidak menyentuh ponselnya, kesibukan aktifitas di pondok membuatnya tidak sempat melirik benda pipih tersebut. Hari ini adalah hari Jumat, kegiatan pondok hanya kerja bakti membersihkan seluruh area pesantren. Bara memilih mengasingkan diri ke halaman belakang pondok dengan mengantongi ponsel juga rokoknya. Ia duduk bersandar di bawah pohon besar, menyalakan ponsel kemudian ia juga menyalakan sebatang rokok. Bara mengepulkan asap rokok beberapa kali sambil menunggu loding ponsel benar benar menyala. " Lemot banget!" Gumamnya. Ponselnya memang sedikit lama menyala, entahlah...mungkin karena terlalu banyak memori atau apa. Tak lama ponsel menyala dengan sempurna, Tring Tring Tring banyak notif masuk, Bara masih menunggu hingga bunyi notif itu berhenti barulah ia membuka layarnya. Satu persatu notif dibukanya, ia ingin mengetahui kabar terbaru perkembangan perusahaannya dan terakhir barulah ia membaca pesan chat dari teman teman dan anggota gengnya. " b******k!!" Bara seketika langsung menegakan badan setelah membaca pesan dari grup chat genknya. Kemudian ia membuka aplikasi lain yang menampilkan deretan berita yang menyangkut penyerangan dan kekalahan Bayu, Jason, dan Ramon beserta anggotanya yang terluka akibat penyerangan brutal tempo hari. Tangan Bara terkepal kuat, giginya berbunyi gemeretak. Bara terdiam cukup lama, termenung memikirkan anggotanya yang terluka, di dalam berita yang ia baca memang tidak ada korban nyawa, tapi luka luka akibat senjata tajam yang mengenai beberapa anggotanya cukup parah. Seandainya saja ia berada di tempat saat kejadian, tentu hal itu tidak akan terjadi. Bara memang memiliki kemampuan bela diri yang sangat mumpuni, bahkan ia bisa memukul dari jarak jauh lawannya. Ketika ia tidak berada disana, pastilah membuat musuhnya leluasa mengalahkan Silent Boom - gengnya. Bara langsung menghubungi Kontak Bayu " Halo, Bay! gimana keadaan temen temen yang lain sekarang?" tanya Bara to the point " Baraaa!! " teriak Bayu menjawab panggilan Bara, hingga Bara menjauhkan sedikit ponselnya dari telinga " Woi, gila lo! lo seneng kalo punya temen budeg?! biasa dong!" " Bar, kok lo bisa nelpon gue?" tanya Bayu belum menjawab pertanyaan Bara " lo belum jawab pertanyaan gue...kebiasaan!!" " hehe..." " jadi, Bar..." Bayu mulai menceritakan semua yang terjadi sejak kepergian Bara ke pesantren, tidak ada yang terlewat satu pun. Semua Bayu sampaikan sedetail mungkin bahkan ia menceritakan keadaan kantornya, ulah kekasihnya dan semuanya... Aaarrrggghhh. Bara mengacak rambutnya kesal, refleks ia meraih baru kerikil di dekat kakinya lalu melemparnya asal. Tuk. " Auhh!" Terdengar suara seorang perempuan meringis seperti kesakitan. Bara melangkah sambil menghisap rokok mencari tau arah suara. " Haura!" Pekik Bara refleks membuang rokoknya kemudian menginjaknya. " Mas Bara ngerokok?" Tanya Haura " Emang kenapa? Gue cowok!" " Tapi di pesantren di larang merokok, mas Bara!" Sahut Haura sinis sambil mengusap jidatnya. " auwh" " Terus tadi yang ngelempar batu mas Bara, juga?" Haura bertanya, dahinya yang sempit terlihat merah terkena batu yang Bara lempar barusan. " Lagian lo, ngapain disini?". " Harusnya saya yang tanya, ngapain mas Bara disini? Bukannya bantu bantu kerja bakti!" Balas Haura tak mau kalah. Nada bicara Haura memang terdengar ketus sedari tadi, tapi Bara heran kenapa dia selalu menundukkan kepala ketika bicara padanya tidak menatap langsung. " Heh! Kalo orang ngomong tu liat mukanya...tatap matanya..yang sopan lo!". Bara meninggikan suaranya. " Bara meninggikan suaranya. Dari kejauhan tampak Fadilah dan Iqbal tengah memperhatikan gerak gerik Bara dan Haura. " Tu, mas Fadil. Kalau kamu lambat bergerak..mba Haura bisa bisa kepincut sama mas Bara" ucap Iqbal. " Ya, Alhamdulillah. Aku ikut bahagia kalau Haura bahagia..". " Ya Allah,mas...mas, ya kalau mba Haura bahagia..kalau ndak, gimana? kan kasian mba nya " "Hhhuuufffttt, trus aku harus opo?". " Ya cepet lamar mba Haura tho, mas..kepiye sih kok malah tekon.." Terlihat Bara hendak menyentuh kening Haura yang terluka. " Eh, eh..loh.." Fadilah mengangkat tangan di udara. Khawatir Bara benar benar menyentuh Haura. Tapi ternyata Haura mundur selangkah agar Bara tidak sampai menyentuhnya. " Alhamdulillah" ucap Fadilah spontan sambil mengusap dadanya. " Tu, kan..dikandani ora keno..di kon lamar wae.." celetuk Iqbal. Fadilah hanya diam kemudian pergi begitu saja meninggalkan Iqbal yang masih menggerutu. " loh, malah ninggalin. Mas, mas Fadilah! " Iqbal mengejar menyusul Fadilah *** Setelah sholat subuh, Bara tidak langsung ke asrama tapi berkeliling pondok mencari celah untuk melarikan diri. Ia sangat khawatir dengan anggota gengnya. Di belakang pesantren tepatnya area dapur tampak mobil pick up terparkir, mobil itu mengangkut bahan masakan dari mulai sayur, ikan, telur, ayam dan bahan lainnya beserta bumbu bumbuan. Bara terdiam sejenak, bersandar pada dinding memperhatikan dua orang laki laki yang sedang menurunkan semua bahan masakan tersebut. Tiba tiba muncul sebuah ide. Bara menghampiri dua laki laki itu, " bang, ini semua di bawa dari mana?" Bara mulai bertanya sambil membantu mengangkat barang barang. " Dari pasar, mas" sahut laki laki itu, Bara hanya manggut manggut. " Seminggu sekali kita di suruh Pak Kiai bawain semua bahan ini, buat santri dan santriwati" jelasnya. " Ngga bisa dua hari sekali, bang?" Tanya Bara santai. " Ya ndak bisa, mas. Dari dulu juga seminggu sekali, kalo dua hari sekali ya nanti numpuk, malah ndak ke masak..malah busuk nanti..". " Ohh.." sahut bara sambil menganggukkan kepala. Padahal Bara berniat ikut naik ke mobil tersebut untuk mencapai kota. Pondok pesantren ini terletak benar benar di desa, yang tidak dilalui angkutan umum. Ojek pangkalan pun hanya sesekali lewat, itu juga dengan biaya yang cukup mahal. Bara sama sekali tidak dibekali uang oleh papanya. Tapi ia masih mengantongi ponsel dan sebungkus rokok. Di dalam dapur tiba tiba santri yang hari Minggu ini kebagian tugas memasak berhamburan keluar dari dapur. Melewati Bara begitu saja, " ada apa? Kenapa pada panik lo? Ada kebakaran?" Tanya Bara santai tidak ikut panik seperti yang lain " Razia asrama, mas Bara" sahut salah seorang santri Deg. ' hp dan rokok gueee!!' Bergegas Bara berlari menuju asrama sesampainya di sana tampak ustadz ustadz sudah melangkah menjauh, sepertinya mereka sudah me razia asrama tempat bara Bara melangkah cepat masuk ke dalam kamar dan memeriksa barang barangnya " yaaahhh, tu kan, ah elah...!" ucap Bara kesal lalu melempar ranselnya " gak sopan banget sih periksa periksa tas orang!!" " namanya juga razia, mas..." celetuk umam " dulu waktu gue sekolah juga ada razia, tapi gak begini...buka bukaannya di depan gue!!" " astaughfirullahalazim! yang bener mas, buka bukaan nya di depan mas Bara? trus mas liat jelas dong?! " tanya Umam antusias lalu melangkah mendekati Bara dan duduk di samping Bara " ngeres aja otak lo!!" Bara menoyor jidat Umam, ia mengerti arah pembicaraan Umam yang salah paham Yang di maksud Bara adalah ketika gurunya membuka tas para siswa untuk di razia, bukan buka bukaan yang lain...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD