18

2374 Words
***ZACKI*** Empat hari ini begitu sangat menyenangkan bisa berduaan Bersama Kiara. Pergi ke berbagai tempat wisata, kalau kata Kiara berpetualang menjelajahi kota jogja dan sekitarnya. Hari ini saat aku bawa pindah hotel, ke hotel yang jauh lebih mewah dari hotel sebelumnya dia begitu sangat senang dan terpukau sekali dengan pemandangan di hotel ini dan di sekitar hotel. Yang jauh dari keramaian, masih cukup asri. Maklum sudah lama tinggal di kota yang paling dirindukan adalah suasana seperti disini ini. Sore ini aku ajak Kiara jalan – jalan di sekitaran hotel tidak pake motor atau mobil tapi jalan kaki sekalian olahraga sore. Padahal mah kaki ini pegal dari kemarin – kemarin dibawa jalan terus, tapi karena jalannya sama istri tercinta jadi tak dirasa yang ada hanya senang saja. “ Enak ya bang disini belum terlalu rame tempatnya.” Ujar Kiara sambil terus berjalan menyusuri jalanan desa. “ Mau pindah kesini? “ tanyaku. Dan langsung diangguki Kiara dengan semangat “ Mau banget” ujarnya. “ Nanti ya kita habiskan masa tua kita disini insya Allah…” jawabku sambil melirik ke Kiara. “ Keburu tempat ini jadi penuh penduduk bang” sahut kiara tampak kesal. “ Kalau sekarang kan gak mungkin dek, masih banyak tanggung jawab di kota yang harus dikerjakan. Abang janji kita akan sering – sering ke jogja pas adek ada libur” kataku membuat kiara tersenyum Kembali. ‘ jangan berhenti tersenyum dek… karena senyummu membuat hatiku tenang’ batinku “ Bang nanti malam turun ke kota ya! Nyari jajanan yang aneh – aneh yang gak ada di Jakarta.” Ajak Kiara membutku tak bisa menolak. Permintaan Kiara itu gak macem – macem, dia tidak pernah minta beli barang – barang mewah ataupun cincin berlian, padahal kalau dia minta pun pasti aku berikan. Tapi dia hanya meminta buat dibeliin jajanan ini dan jajanan itu. Menurutnya barang – barang mewah dan mahal itu hanya pemborosan saja. Lebih baik uangnya digunakan untuk yang lebih bermanfaat. Kesederhanaan itulah yang membuat aku makin mencintainya dan tidak mau kehilangannya. “ Kamu kan nanti malam mau abang hukum! Kenapa malah minta keluar hotel buat jajan?” Ucapku dan Kiara hanya nyengir memperlihatkan giginya yang ada gingsulnya. “ Ya… abang nanti aja hukumnya kalau udah jalan – jalan nyari jajanan yah!” pintanya memelas “ Tapi ikhlas ya abang hukum semalaman di atas tempat tidur?” Bisikku menggoda dan Kiara bergidik sambil menjauh dariku. Kemudian aku terkekeh melihatnya. Malam harinya aku mengabulkan keinginan Kiara untuk mencari jajanan ‘aneh’ ke kota, sengaja kami tidak makan di hotel biar nanti pas kulineran perut ini bisa menampung banyak makanan. Kiara orangnya lebih senang makan di pinggir jalan daripada harus ke restoran. Dia bilang minder kalau harus makan di restoran, karena disana tempatnya orang kaya. Padahal kan dia sekarang istriku Muhammad Zacki At Thoriq pengusaha muda yang cukup sukses di Jakarta. Tapi itulah salah satu yang aku juga suka dari Kiara istriku, dia orangnya sederhana. Setelah puas kulineran sampai pukul 11.00 wib, kami memutuskan untuk Kembali ke hotel, kulihat Kiara juga sudah Lelah. Sepanjang jalan menuju hotel dia terus menguap tapi saat aku suruh dia tidur dia menolak, dia bilang mau menemaniku nyetir. Sesampainya di hotel aku gendong Kiara di punggungku, karena aku lihat dia begitu Lelah dan mengantuk. “ Abang turunin aku” ujarnya saat dia berada di punggungku. “ Tidur aja dek! Abang tahu kamu udah ngantuk berat.” Kataku menolak untuk menurunkannya dan terus menggendongnya menuju kamar. Memang di hotel masih ada beberapa tamu yang masih berlalu Lalang dan mata mereka tertuju pada aku dan Kiara. Mungkin Kiara merasa risih dengan tatapan – tatapan mereka. “ Buka dek” Pintaku pada Kiara agar membuka pintu kamar saat kami telah sampai di depan kamar dan aku tetap menggendong Kiara tanpa berniat menurunkannya disini. Kemudian Kiara membuka pintu kamar dengan kartu akses, setelah kami masuk baru aku turunkan Kiara di atas Kasur. “ Aku bersih – bersih duluan!” kata Kiara sambil berlari ke kamar mandi. “ Jangan lama – lama ya dek” pintaku karena aku sudah kebelet ingin ke kamar mandi. *** Aku terbangun saat jam menunjukan pukul 03.20 Wib. Seperti biasa aku bangunkan Kiara dan aku ajak dia untuk sholat malam, mengaji, dzikir sampai tiba waktu subuh. Setelah sholat subuh aku mengangkat Kiara ke atas tempat tidur. Aku ingin bermalas – malasan dengannya karena hari ini adalah hari terakhir kami liburan. Aku peluk tubuh ramping istriku, dan rasanya tak ingin aku lepaskan. Mencium aroma tubuhnya sudah menjadi candu buatku. “ Siap menerima hukuman dari abang?” tanyaku dengan senyuman menggoda. “ Abang beneran mau menghukum Adek?” tanyanya enggan menerima hukumanku “ Iyalah… harus! Abang rugi kalau gak menghukum adek. Siap – siap ya sayang menerima serangan abang yang bertubi – tubi.” Jawabku sambli aku mulai beraksi menciumi istriku tercinta dari ujung kepala sampai ujung kaki. Membuat Kiara meloloskan desahanya dan aku jadi makin semangat melakukanya. _ _ _ Waktu menunjukan pukul 09.00 wib, aku tak tega membangunkan istriku yang masih terlelap karena kelelahan atas perbuatanku tadi subuh. Aku juga enggan melepaskan pelukanku dari tubuhnya. Aku akan biarkan Kiara terbangun dengan sendirinya. Karena dia juga baru tidur 1 jam yang lalu. Aku hendak bangun terlebih dahulu, tapi saat aku angkat kepala Kiara dari lenganku dia terbangun dan menanyakan jam padaku. “ Jam sembilan pagi sayang” Jawabku. Dan Kiara membulatkan matanya lalu langsung bangun dari rebahannya. “ Kenapa abang gak bangunin aku? Ini sudah siang bang” katanya sambil bergegas turun dari tempat tidur dan berlari ke kamar mandi dengan menarik selimut yang masih aku pake. “ Adek kenapa selimutnya dibawa” pekikku. “ Malu…” teriaknya masuk ke kamar mandi dan meninggalkan selimut di depan pintu kamar mandi. Aku terkekeh melihat kelakuan istriku. _ _ Selesai mandi kami turun ke lobi dan ternyata sarapan pagi masih tersedia di resto, dan aku mengajak Kiara untuk sarapan di Resto saja. Bukan sarapan kali ya karena waktu juga sudah menunjukan pukul 10.00wib. Setelahnya aku ajak Kiara berenang di kolam berenang hotel dekat kamar kami dan kolam renang itu cukup tertutup kebetulan juga sedang tidak ada yang berenang jadi kami leluasa untuk berenang, serasa milik sendiri. “ Turunlah dek! Ngapain duduk di pinggir kolam doang” perintahku tapi dijawab gelengan kepala oleh Kiara. “ Aku gak bisa berenang bang! Ini dalam banget” sahutnya dengan raut wajah tampak takut. Aku hampiri dia dan aku minta dia naik diatas punggungku lalu aku bawa dia mengarungi luasnya kolam renang yang tak seberapa ini. “ Udah yuk bang! Kulit aku udah keriput tuh” ajak Kiara sambil memperlihatkan kulit jari jemarinya yang sudah keriput karena kelamaar dalam air. “ Yaudah ayo kita ke kamar” aku pun mengajaknya ke kamar untuk mandi dan bersiap untuk checkout. Setelah sholat Dzuhur kami checkout dari hotel, dan segera melajukan mobil menuju Borobudur. Candi terbesar ini merupakan akhir dari petualangan wisata kami di Jogjakarta. Borobudur sendiri tidak berada di provinsi DIY melainkan masuk Provinsi Jawa tengah. “ Kamu udah berapa kali dek kesini?” tanyaku pada Kiara saat kami sedang berada di Borobudur. “ Baru 2 kali sama ini” jawabnya sambil memasukan es Krim kedalam mulutnya. Istriku ini kaya bocah doyannya es krim dan segala jenis olahan coklat. Kiara berburu banyak souvenir setelah kami keluar dari area candi. Dia sibuk pilih ini dan pilih itu, dia bilang untuk oleh – oleh. Udah beli daster, kaos – kaos, kerajinan – kerajinan dan camilan – camilan khas sini. Padahal kemarin pas kami beli bakpia di jogja kami udah pesan 2 dus bakpia buat oleh – oleh dan akan diambil nanti pas mau naik kereta. Tapi katanya bakpia aja gak cukup. Okelah tak apa biarkan saja dia membeli apa yang dia mau toh baru kali ini dia meminta. Selama aku bisa memberinya akan aku berikan. Setelah puas berburu oleh oleh sampai lupa makan siang dan bahkan sekarang sudah waktunya ashar lagi, aku ajak istriku ini melakukan kewajiban kami dan segera Kembali ke jogja. Tapi sebelumnya aku ajak Kiara makan dulu untuk mengisi perut, karena aku tak mau lagi mengalami sakit seperti sebulan yang lalu. Cukup kala itu saja aku mengalaminya tidak mau lagi – lagi. Sungguh menyaiksa… Ketika tiba di jogja adzan magrib berkumandang, aku mencari masjid terdekat untuk menunaikan kewajiban sebelum kami ke tempat oleh – oleh untuk mengambil pesanan kami. Keluar dari masjid aku lihat Kiara sedang asyik jajan sambil mengobrol dengan pedagangnya. Bukan mengobrol sih lebih tepatnya menjawab pertanyaan dari si pedagang rujak. Kiara kayanya gak mungkin memulai obrolan dengan orang yang baru dia kenal. Dia hanya akan cerewet pada orang yang bener – bener dia kenal dan dia percaya untuk mendengar ocehannya. “ Hmmm… Abang cari – cari di dalam ternyata lagi nongkrong disini.” Kataku saat aku menghampirinya. “ Eh abang! Abisnya aku tunggu di depan pintu tadi abang gak keluar – keluar trus malu juga banyak orang lalu Lalang. Mending disini sambil menikmati makanan.” Jelas Kiara sambil menikmati rujak di tangannya. “ Pulang dari sini berat badan kamu naik nanti dek ngemil melulu. Perasaan di Jakarta kamu jarang ngemil” ujarku sambil ikut menikmati rujak yang dibeli Kiara. “ Gak apa – apa kali bang nambah dikit berat badannya, biar gak kelihatan kurus. Atau abang gak suka yah kalau aku gemukan badannya?” tembalnya yang dilanjutnya dengan bertanya Kembali padaku. “ Mau adek gemuk atau adek Kurus Abang tetap suka sama adek. Asalkan gemuknya jangan kaya bola ya takut kaki abang gatel pengen nendang” jawabku dan Kiara tertawa nyaring. Kami melanjutkan perjalanan ke tempat bakpia untuk mengambil pesanan kami, lalu saat melewati Tugu jogja dan kiara melihat toko bakpia lagi di sekitaran situ dia meminta mampir dan membelinya. Dia bilang belum pernah nyoba yang merek ini dan ini bakpianya dikukus bukan dipanggang. Jadi pengen nyoba. Setelahnya kami juga ke tempat gudeg untuk mengambil pesanan. Bunda suka banget sama gudeg jadi aku belikan beberapa untuk bunda dan juga ayah ibu. Aku melihat toko baju batik dan ada baju yang membuatku tertarik segera aku tepikan mobil di depannya dan mengajak Kiara turun. Sebuah Gamis batik sangat cantik dengan warna dasar putih dan gambarnya itu unik dengan warna yang bervariasi sehingga warna dasarnya hampir tertutup oleh gambar yang berwarna warni. “ Silahkan mas… ini model terbaru kita dan ada untuk prianya juga” kata si pelayan toko. “ Kamu suka gak dek?” tanyaku pada Kiara. “ Bagus bang… adek suka” jawab Kiara “ Mau lihat yang prianya juga?” tanya pelayan toko. “ Boleh… “ Pelayannya mengambilkan baju untukku dan saat aku coba kebetulan banget pas di badanku. Akhirnya aku beli baju itu dan membeli beberapa juga untuk bang Ray dan kak safira. Tidak lupa untuk bunda, ayah, ibu, helmy dan Muthi adik bungsu Kiara. Jam sudah menunjukan pukul 20.55 wib. Kami baru tiba di stasium dan yang punya mobil sudah menunggu untuk mengambil mobilnya dan mengembalikan ktp ku. Kereta kami berangkat pukul 21.10 wib. Barang – barang sudah aku turunkan semua dari dalam mobil. Sungguh ini barang – barang jadi nambah 3x lipat dan aku minta bantuan porter untuk membawakan barang – barang agar Kiara cukup membawa dirinya sendiri tidak perlu ikut membawa barang. Segera aku bawa Kiara masuk karena kereta yang akan kami naiki sudah tiba di stasium. Setelah beres check in tiket kami naik ke dalam kereta tak lama setelah kami duduk kereta pun berangkat. “ Tidurlah dek! Pasti adek cape” kataku tapi kira menggelangkan kepalanya. “ Belum ngantuk! Nanti kalau udah kerasa ngantuk adek juga tidur bang” jawabnya. _ _ _ Setelah enam jam lebih akhirnya kereta yang membawa aku dan Kiara dari jogja ke Jakarta tiba di stasiun gambir. Karena ketiduran di kereta dan terbangun saat akan masuk stasiun jadi aku belum sempat menghubungi Ardhi agar menjemputku ke stasiun. “ Dek… adek… bangun sayang!” pelan aku bangunkan Kiara yang masih tertidur. Dia menggeliat dan membuka matanya perlahan. “ Udah nyampe ya bang?” tanyanya sambil mengucek matanya yang mungkin masih terasa mengantuk. “ Iya sayang udah sampe! Ayo turun” Aku turunkan satu – satu barang – barang bawaan dan seperti pas di jogja aku pun minta bantuan porter untuk membawa barang – barang. Aku tautkan tangan kananku ke tangan kiri Kiara, aku genggam dan tak aku lepas karena kondisi stasiun cukup banyak orang. Tangan kiriku aku gunakan untuk memainkan handphoneku untuk menghubungi Ardhi agar menjemputku dengan Kiara. “ Tenang bos aku ini orangnya siaga! Sekarang aku sudah ada di depan stasiun bos!” ujar Ardhi di sebrang telpon. Memang Ardhi ini selalu setia dan tidak pernah mengecewakanku. Aku sudah ketergantungan padanya. “ Kak Ardhi yang jemput Kita bang?” tanya Kiara “ Iya… dia sudah ada di depan” jawabku sambil aku belai lembut pipi Kiara. Aku gemes melihat wajah bangun tidur Kiara. Kalau bukan di tempat umum aku udah ciumin pipi lembutnya sampai aku puas. Diluar stasiun Ardhi sudah menunggu dan tampak tersenyum menyambutku dan Kiara. Setelah semua barang masuk kedalam mobil, aku ajak Kiara masuk ke dalam mobil dan segera pulang. Beruntung ini masih subuh jadi kendaraan yang berlalu Lalang belum terlalu banyak sehingga tidak menimbulkan kemacetan dan bisa sampai rumah lebih cepat. Setelah mengangkut semua barang kedalam apartement, aku dan Ardhi pergi ke masjid dekat apartment untuk berjamaah subuh disana. “ Assalamualaikum…” ucapku saat Kembali ke apartment. Tapi tidak ada sahutan dari Kiara. Saat aku masuk ke kamar aku lihat Kiara sedang tertidur pulas. Aku bangunkan dia dengan lembut, takutnya dia belum sholat subuh. “ Dek… adek…” panggilku kemudian Kiara menggeliat. “ Udah sholat subuh belum?” tanyaku pelan seperti berbisik ke telinganya. “ Aku haid bang, tadi pas mandi ada darah di celanaku. Makanya abis mandi aku boboan” jawabnya dengan mata masih terpejam. “ Wah… Abang gak bisa make dong.” kataku dengan senyum menggoda. “ Puasa dulu ya semingguan. Lagi gak bisa dikunjungi soalnya milik adenya.” Sahutnya membuatku tergelak. Aku benar – benar sudah dibuat tergila – gila oleh istriku yang manis ini. Membuat aku tidak bisa tidur jika tidak memeluknya dan mencium aromanya yang mamabukan. Membuatku tidak focus saat bekerja, mulai mengkhawatirkannya jika dia jauh dariku, dan mulai ingin melarangannya melakukan ini dan itu. Tak kusangka menikah walaupun berawal dengan tanpa cinta ternyata bisa menumbuhkan rasa cinta yang luar biasa dalam diriku. Semoga cintaku pada Kiara tidak melebihi cintaku pada Tuhanku. Dan semoga Kiara adalah kekasih dunia akhiratku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD