Teman

1060 Words
“Eum … Pangeran.” panggilan dari Adalard membuat Pangeran Ilyash kini menolehkan pandangannya yang semula menatap ke arah buku tersebut kini pun beralih menatap sang pelindung yang tengah berdiri jauh di depan sana. “Ya?” tanya Pangeran Ilyash kepada Adalard yang kini terlihat sedikit tidak enak untuk bertanya, namun ia tidak bisa membiarkan hal itu terus hinggap di dalam otaknya yang membuat Adalard pun memberanikan diri untuk menanyakannya, “Eum … apakah anda tidak pergi ke desa untuk menemui teman?? atau setidaknya menyapa mereka?” tanya Adalard kepada sang Pangeran yang kini terlihat mengerutkan dahinya dan kemudian menggeleng sambil tersenyum menanggapi pertanyaan itu. “Saya tidak memiliki teman di desa.” Pangeran Ilyash menjawab pertanyaan Adalard yang kini semakin mengerutkan dahinya, “Kenapa anda tidak memilikinya?? apakah anda tidak pernah pergi ke desa?” Adalard kembali bertanya kepada Pangeran Ilyash, yang kini menganggukkan kepalanya menanggapi pertanyaan yang kedua, “Ya … saya belum pernah pergi ke desa.” Pangeran Ilyash menjawabnya dengan tenang, dan tentunya hal itu membuat Adalard merasa bahwa sang Pangeran kurang bersosialisasi dengan warga desa, yang tentu saja membuat warga desa memiliki penilaian yang kurang terhadapnya. “Pangeran … tidakkah anda ingin pergi ke desa?” tawar Adalard kepada Pangeran Ilyash yang kini mengerutkan dahinya mendengar hal itu, “Apakah saya boleh ke sana?” tanya Pangeran Ilyash yang tentu membuat Adalard terkekeh dan menganggukkan kepalanya menanggapi hal itu, “Tentu! Itulah gunanya saya, Pangeran … saya akan selalu mengawali anda, dan anda bebas kemanapun selama saya bersama dengan anda!” jelas Adalard kepada Pangeran Ilyash yang kini mengerutkan dahinya sebentar dan kemudian mengangguk menanggapi hal itu, “Baiklah … kalau benar begitu, ayo kita pergi ke desa.” ajak Pangeran Ilyash menutup buku pengobatan miliknya dan berdiri dari tempatnya di bawah pohon cherry tengah kebun Hamush siang itu. Adalard pun berjalan mengiringi Pangeran Ilyash untuk pergi menuju gerbang perbatasan istana dan desa. Sebenarnya, Adalard dan juga Pangeran Ilyash bisa saja berjalan menembus dari kebun Hamush istana menuju Desa, namun karena sang Pangeran memilih untuk melewati gerbang utama, Adalard pun hanya bisa mengikuti langkah sang Pangeran. Kejadian aneh dan lucu pun terjadi saat itu, di mana ketika dengan polosnya Pangeran Ilyash berjalan menghampiri salah satu dari kedua prajurit penjaga gerbang perbatasan dan kemudian Pangeran Ilyash berucap seperti seseorang yang tengah melaporkan alasan untuk melewati gerbang tersebut. Ucapan itu sama persis seperti ketika ia hendak masuk ke dalam ruangan sang Raja, “Izinkan saya, Ilyash Muller untuk pergi dari istana dan berjalan-jalan dengan santai di desa.” Melihat dan mendengar hal itu, tentu membuat sang prajurit mengerutkan dahinya dan mengangguk dengan kikuk, sedangkan Adalard sang pelindung hanya bisa menahan tawanya setelah melihat tindakan polos yang ditunjukkan oleh Pangeran Ilyash kepada mereka yang ada di sekitaran gerbang perbatasan. … “Ternyata saya benar … anda tidak pernah bersosialisasi dengan baik sebelumnya, Pangeran.” ucapan yang dilontarkan oleh Adalard yang kala itu tengah berjalan meengiringi sang Pangeran pun membuat Pangeran Ilyash kini mengerutkan dahinya dan menggeleng menepis ucapan sang Pelindung. “Saya tidak seperti yang ada pikirkan, Adalard.” ucap Pangeran Ilyash kepada Adalard yang menahan tawanya dan menganggukkan kepala untuk berjalan mengiringi sang Pangeran keluar dari istana menuju desa. ... Namun, semakin Pangeran Ilyash melangkah, maka semakin pelan pula langkah yang dilakukan oleh dirinya, sehingga Adalard merasa ada yang aneh dari sang Pangeran saat ini. “Pangeran? Apakah anda baik-baik saja??” tanya Adalard kepada Pangeran Ilyash yang kini berdeham dan mengangguk dengan ragu, dan karenanya Adalard menjadi tahu, jika Pangeran Ilyash merasa takut dan gelisah untuk bertemu dengan penduduk desa. “Apakah anda merasa gelisah dan takut … jika mereka memandang anda dengan sebelah mata?” tanya Adalard dengan perlahan kepada Pangeran Ilyash yang kini mengangguk dengan pelan, dan hal itu tentu bukahlah masalah yang sepele, itu adalah masalah yang serius yang harus segera di atasi oleh Pangeran Ilyash, karena bagaimana pun juga nantinya Pangeran Ilyash akan menjabat menjadi pemimpin dari negara ini. “Tenanglah dan tidak perlu khawatir Pangeran … mereka adalah orang-orang yang ramah dan baik.” ucap Adalard berusaha menenangkan sang Pangeran yang kini mengerutkan dahinya dan menoleh menatap sang pelindung, “Kau yakin?? apakah mereka akan menyukaiku nantinya??” tanya Pangeran Ilyash, seolah yang ia tahu jika penduduk desa tidak menerima seorang pangeran seperti dirinya. Dianggukkan kembali kepala Adalard untuk menanggapi pertanyaan tersebut, “Tentu … yakinlah tuan … mereka akan bersikap baik san ramah kepada anda.” sambung Adalard lagi kepadanya, yang kini menghembuskan napas dengan berat dan kemudian memnganggukkan kepalanya dengan mantap. “Baiklah … ayo!” ajak Pangeran Ilyash yang pada akhirnya masuk ke dalam pedesaan. … Suasana Desa memang berbeda dengan istana, di sini lebih banyak orang dan lebih padat bangunannya, membuat Pangeran Ilyash merasa terpukau dan nyaman dengan situasi yang seperti itu. Pangeran Ilyash mengedarkan pandangannya ke arah kanan dan kiri, tidak sabar ingin mengelilingi wilayah desa dengan senyuman yang merekah di bibirnya, yang membuat Adalard tersenyum setelah merasa bahwa sang Pangeran terlihat sangat senang melihat keramaian desa. “Wah! Menurutmu, ke mana aku harus pergi?” tanya Pangeran Ilyash kepada Adalard yang kini mengerutkan dahinya dan terlihat berpikir, “Hmmm… apakah anda sudah pernah ke toko roti desa ini, mereka menjajakan roti khas negeri naga, yang tentunya sayang jika anda lewatkan, Pangeran.” usul Adalard kepada Pangeran Ilyash, yang membuat sang Pangeran pun menganggukkan kepalanya setuju dengan usulan yang diberikan oleh Adalard. “Ke arah mana, tempat penjual roti itu?” tanya Pangeran Ilyash kepada Adalard yang kini merentangkan tangan kanannya seraya mempersilakan sang Pangeran untuk berjalan ke arah kanan, itu merupakan lokasi di mana toko penjual roti yang dikenal menjadi ciri khas dari Negeri Valens.  ...  Langkah kaki Adalard kini berjalan mengimbangi sang Pangeran yang terlihat berjalan lebih lambat dari biasanya, bukan karena ia lelah, namun karena ia terpukai dengan banyak sekali hal yang belum ia lihat sebelumnya, dan itu tentu sangat dimengerti oleh Adalard.‘anak ini sepertinya benar-benar tidak pernah keluar dari gerbang itu.’ itulah kata yang ada di dalam benak Adalard ketika melihat ekspresi dari Pangeran Ilyash yang terpukau melihat keadaan desa. Adalard … laporkan statusmu saat ini, saya tidak bisa merasakan hawamu dan juga Pangeran. Sebuah pesan telepati yang diterima oleh Adalard membuatnya teringat dengan laporan yang seharusnya ia berikan terlebih dahulu kepada Rezen, dan karenanya ia merasa bodoh setelah mendapatkan pesan telepati tersebut dari Rezen.  To be continue. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD