Trauma

1140 Words
Kematian dari Jiwa kedua sang Pangeran tentu saja merupakan sebuah kabar duka yang menggemparkan di seluruh sudut wilayah Kerajaan Valens, Mereka turut bersedih atas kepergian dari jiwa kedua Pangeran Vernom. Meski pun seperti itu, tak ada satu pun acara pemakaman yang di lakukan oleh pihak kerajaan, yang tentu saja mendatangkan tanda tanya di dalam benak setiap warga yang menunggu acara pemakaman tersebut, tak ada yang tahu kenapa pihak kerajaan tidak mengadakan pemakaman kematian dari jiwa kedua Pangeran Vernom. Yang pada kenyataannya hal itu dilakukan karena Pangeran Vernom tidak mau mengadakan pemakaman kematian dari jiwa keduanya, karena ia masih meyakini jika jiwa keduanya tetap berada di dalam dirinya saat ini dan tidak meninggal. Atau bisa dikatakan jika sang Pangeran tidak menerima kenyataan dan fakta bahwa jiwa keduanya sudah tiada, yang tentu saja membuat sang Raja menjadi semakin serba salah menanggapi hal itu. “Aku tidak bisa memaksakan dirinya saat ini, aku juga pasti akan melakukannya jika memang benar jiwa keduaku juga sudah mati … jadi tolong mengerti lah Szam, jangan desak aku untuk adakan pemakaman itu!” jelas sang Raja ketika Szam yang sekarang menjabat menjadi pemimpin petinggi naga meminta Raja Abraham untuk segera mengadakan pemakaman jiwa kedua milik sang Pangeran. Dan mendengar sang Raja berucap seperti itu, membuat Szam pun menganggukkan kepalanya dan bersikap lembek kepada sang Raja yang kemudian ia pun berucap, “Baiklah … kita tunda sementara pemakaman itu!” jelas Szam kepada Raja Abraham yang kini menganggukkan kepalanya di sana menanggapi hal itu. … Sementara itu, di ruang kamar Pangeran Vernom, ia terdiam dan terus terdiam … termenung di dalam lamunannya dan membayangkan kembali perang besar yang ia alami beberapa waktu yang lalu, yang tentu saja membuat kedua tangannya saat itu bergetar dengan hebat ketika membayangkan kejadian perang tersebut. Napas dari pangeran Vernom pun menjadi tidak kauran karenanya, yang tentu saja membuat dirinya amat tidak baik-baik saja sata itu, Trauma. Ia mendapati trauma yang cukup serius, yang membuatnya merasa jika ia tidak bisa jika harus terus berada di lingkungan Kerajaan. “Apa yang harus aku lakukan … apa yang harus aku lakukan??” itu lah pertanyaan yang di gumamkan oleh Pangeran Vernom ketika ia merasa jika ia ketakutan setengah mati, yang membuatnya merasa jika ia tidak tahu dan kebingungan untuk memutuskan sesuatu hal. “Vernom …” sebuah suara yang lembut dan samar saat itu, membuat Pangeran Vernom yang mendengarnya kini tertegun untuk sebentar, sebelum akhirnya ia menyadari jika itu merupakan suara dari sang kakak, Pangeran Arb Muller. Mendengar suara panggilan dari sang kakak, membuat dirinya kini segera berjalan keluar dari kamar tidurnya untuk mencari di mana sosok sang kakak saat ini, ia berjalan dengan tergesa untuk menuju kamar sang kakak yang letaknya tidak jauh dari ruang kamarnya, yang kemudian membuat Pangeran pun mengetuk pintu kamar tersebut sebanyak tiga kali seraya memanggil sang kakak. “Kak, Ab!” panggil Pangeran Vernom, sebelum akhirnya ia membuka pintu kamar tersebut dan ia kembali tertegun dan tersadar jika kamar itu sudah lama tidak di pakai dan sang kakak pun sudah lama tidak pulang. “…” tak ada yang di lakukan pangeran Vernom saat ini selain terdiam di ambang pintu kamar bekas Pangeran Arb, yang tentu saja membuat dirinya merasa sangat sedih karena orang yang selalu memberinya solusi pergi begitu saja, tidak hanya seorang … namun dua orang yang begitu berharga di hidupnya. Menyadari hal itu, membuat Pangeran Vernom kembali merasa sedih, namun ketika ia mendengar sebuah suara panggilan tepat di belakangnya, membuat snag Pangeran pun dengan spontan menolehkan pandangannya dan membalikkan tubuhnya ke arah belakang. “Pangeran?” itu lah panggilan yang di lontarkan oleh lelaki yang berdiri tepat di belakangnya saat ini, yang membuat sang Pangeran segera berbalik dan mendapati Rezen yang berdiri tidak jauh dari tempatnya berdiri saat ini. “ Rezen …” ucap sang Pangeran terdengar begitu putus asa, yang tentu saja membuat Rezen kini mengerutkan dahinya ketika menyadari jika saat ini sang Pangeran tidak baik-baik saja, itu jelas terlihat dari napasnya yang menderu tidak karuan, tangannya yang bergetar dan keringannya yang mengucur secara berlebihan. “Apa yang terjadi, Pangeran?” itu lah pertanyaan yang di lontarkan oleh Rezen kepada Pangeran Vernom yang kini terlihat kembali sangat sedih dan kemudian berucap, “Saya ingin bertemu dengan kakak saya, Rezen … apakah kau mengetahui di mana dia saat ini?” sebuah pertanyaan yang di lontarkan oleh Pangeran Vernom, membuat Rezen kini terdiam mendengarnya dan kemudian menggelengkan kepalanya dengan pelan seraya berucap, “Saya pikir, anda lebih baik berbincang dengan Raja sekarang!” sebuah saran yang di lontarkan oleh Rezen kepada sang Pangeran, membuat Pangeran Vernom kini menggelengkan kepalanya menanggapi saran yang di ajukan oleh Rezen kepadanya saat itu, yang kemudian membuat sang kepercayaan Kerajaan pun tidak bisa melakukan apa-apa selain menganggukkan kepalanya menanggapi penolakan tersebut. “Saya rasa, akan lebih baik jika saya bertemu dengan Ilyash dan berbincang dengannya saat ini!” jelas Pangeran Vernom kepada sang kepercayaan kerajaan yang kini menganggukkan kepalanya dan memberikan sebuah ruang untuk sang Pangeran berjalan keluar dari ruang kamar Pangeran Arb Muller yang sudah lama tidak di isi oleh siapa pun saat itu. Pandangan Rezen kini hanya menoleh menatap ke arah sekitar di dalam kamar itu, untuk kemudian ia kembali menutup pintu tersebut. … Seperti yang di ucapkan oleh Pangeran Vernom sebelumnya, ia memutuskan untuk pergi menuju ruang laboratorium milik sang adik yang lokasinya terpisah dari kerajaan, yang tentu saja membuat Pangeran harus berjalan cukup jauh untuk akhirnya sampai ke lokasi itu. Namun, ketika ia melewati lapang latihan perang, dan ketika mendengar suara dentangan pedang yang saling beradu saat itu, seketika saja Pangeran menutup kedua telinganya dan berteriak histeris. Seolah pengalaman perang kembali terjadi dan ia berada di tengah medan perang saat ini. “EAAAAGHHRR!!!!” geram Pangeran Vernom ketakutan, dan bahkan suara teriakan dari sang Pangeran terdengar hingga tempat di mana Pangeran Ilyash berada saat ini, yang jaraknya tidak jauh dari lapang latihan perang, yang tentu saja membuat Pangeran Ilyash yang mengetahui suara siapa itu pun segera saja berlari menuju sumber suara. … Kala itu, Pangeran Ilyash tengah memanen beberapa akar dan daun dari tanaman yang ia tanam tepat di tengah taman pinggir ruang laboratorium milik Pangeran Ilyash sendiri, ditemani oleh sang pelindung, ia dengan senang memetik hasil jerih payahnya dalam menanam semua tanaman obat itu. “Anda berhasil menanamnya dengan baik, yang mulia!” puji Adalard kepada Pangeran Ilyash yang kini kembali tersenyum dan menganggukkan kepalanya menanggapi hal itu. “Tentu … tangan ku ini adalah tangan yang berbakat!” sambung Pangeran Ilyash, yang membuat Adalard terkekeh mendengarnya. “EAAAAGHHRR!!!!” sebuah erangan terdengar cukup samar di sana, namun Pangeran Ilyash jelas tahu pemilik suara dari erangan tersebut yang kini dengan terkejut menoleh menatap sang pelindung seraya berucap, “Kakak?!” ucap Pangeran Ilyash, dengan segera ia berlari menuju lapang latihan perang, dan begitu pun dengan Adalard yang selalu mengikuti langkah sang Pangeran saat ini. … to Be Continue. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD