Keinginan sang Ratu

1049 Words
Sore itu suasana Istana tampak tenang-tenang saja, namun tidak dengan sang ratu yang kala itu berjalan dengan derap langkah yang kencang, dengan raut yang sangat khawatir serta tidak percaya dengan apa yang telah ia ketahui dengan terlambat. Sang ratu yang merupakan mantan dari pertahanan pertama Kerajaan Clairchanter pada masanya pun ternyata sudah tidak lagi sepeka dulu. Langkah kakinya yang berderap pada saat itu berjalan dari lorong ke lorong, menuju sebuah ruang Singgah sana, yang ia ketahui jika suami bodoh sekaligus Rajanya itu berada di sana pada saat itu. Melihat bagaimana raut wajah yang diperlihatkan oleh sang Ratu di sana, membuat para prajurit pun enggan untuk menghalanginya dan bahkan membiarkan wanita cantik itu menerobos masuk ke dalam ruang sang Raja, yang kala itu hanya memperlihatkan sang kepercayaan yang tengah meletakan sebuah gulungan di atas meja saat itu. Tap … tap … Mendengar suara langkah kaki yang berhenti, membuat Rezen sang kepercayaan kini menoleh menatap kedatangan sang Ratu yang kala itu memperlihatkan napas yang menderu-deru, seolah dirinya baru saja melakukan perlombaan lari dengan seseorang, namun ketika Rezen melihat raut wajah, itu … dirinya tahu dan paham, jika sang Ratu pada saat itu tengah mengamuk. ”Hh … di mana Abraham?!” sebuah pertanyaan yang di lontarkan oleh Ratu Xiona pada saat itu, membuat Rezen kini menundukkan kepalanya untuk memberi hormat kepada sang Ratu, sebelum akhirnya menjawab dengan berkata, “Baginda tengah berendam di ruang perendaman Kerajaan, Baginda Ratu1” jawab Rezen dengan sangat sopan kepada sang Ratu yang kini terlihat sangat keberatan mendengar ucapan sopan dari Rezen kala itu. “Ck! Apakah aku tahu apa yang telah ia lakulan Rezen?” sebuah pertanyaan yang di lontarkan oleh Ratu Xiona kala itu, membuat Rezen menganggukkan kepalanya menanggapi pertanyaan tersebut, yang kemudian karena anggukan itu, membuat Ratu Xiona terlihat terkejut dan marah kepada Rezen pada saat itu, “Kau mengetahuinya?! lalu kenapa kau tidak memberikan pendapatmu kepadanya?! kenapa kau membiarkan dia mengidzinkan Ilyash untuk pergi, Rezen … kenapa?!” bukan lagi bertanya, namun sang Ratu justru membentak sang kepercayaan Kerajaan dengan amat keras, seolah hanya Rezen lah yang bisa menerima semua emosi yang tengah ada di dalam hatinya pada saat itu, yang kemudian membuat sang kepercayaan justru memejamkan matanya seolah menerima itu semua dengan tenang. “Hh …” Rezen menghembuskan napasnya dengan sangat pelan, sebelum akhirnya membuka kedua matanya dan menatap sang Ratu yang kala itu menatapnya dengan sangat tajam, seolah kini ia benar-benar akan membunuh Rezen di sana. “Anda tengah emosi saat ini, Baginda ratu … tenangkan diri anda sekarang …” bucap Rezen seolah menyarankan jika sang Ratu harus tenang, namun itu adalah ucapan yang salah, karena kini sang Ratu justru semakin marah kepada Rezen atas hal itu. “Tenang?? bagaimana bisa aku tenang jika anakku yang aku punya, dan satu-satunya yang ada di dekatku akan segera pergi berkelana! Bagaimana bisa aku menenangkan diriku, Rezen?!” bentak sang Ratu kembali kepadanya, beruntung sang Ratu bukanlah keturunan langsung dair Kerajaan Naga, karena jika ia merupakan keturunan Asli dari sini … bisa dipastikan Hyuz yang keluar adalah hyuz dengan warna merah menyala dengan petir yang menyambar di mana-mana. Rezen menganggukkan kepala mendengar ucapan sang Ratu, dengan tenang sang kepercayaan berjalan mendekati sang Ratu dan kemudian berkata, “Saya mengerti kekhawatiran anda, tapi … Pangeran Ilyash bukanlah anak umur tujuh yang terus harus berdiam diri di sini untuk belajar bukan? Dia sesekali harus pergi ke luar untuk mengetahui semua hal yang tidak bisa ia dapatkan di dalam istana ini, bukankah anda pun pernah mengalami hal yang sama? Berkelana untuk mencari sebuah pengetahuan?” ucap Rezen bertanya kepada sang Ratu, yang karenanya membuat sang Ratu bungkam, karena ucapan sang kepercayaan memang benar adanya. “Aku tahu itu … berkelana memang hal yang baik, tapi aku tidak bisa jika harus melepaskannya, kau tahu sendiri jika dia berbeda, Rezen!” ucap sang Ratu, masih dengan perasaan yang penuh dengan kekhawatiran dan juga keraguan di sana, dan hal itu kembali membuat Rezen menganggukkan kepalanya dan mempersilakan sang Ratu untuk terduduk di sofa ruangan itu, dan tanpa sadar sang Ratu mengikuti arahan itu dan terduduk di sofa sana dengan perasaan yang masih bercampur di sana. “Ya … saya tahu itu, tapi tidak ada salahnya jika kita harus percaya dengan kemampuannya bukan? Dan lagi … Adalard ada di sampingnya, itu akan membantunya sama seperti ketika Kami berkelana saat itu!” ucap Rezen menjelaskan kepada sang Ratu yang kini terdiam mendengar ucapan tersebut, dan membuat Rezen menatapnya dengan diam untuk melihat apa keputusan yang akan di lakukan oleh sang Ratu pada saat itu. “Kau yakin … Adalard bisa melindunginya?” tanya Ratu Xiona kepada Rezen, dan hal itu membuat Rezen menganggukkan kepala menanggapi hal itu, melihat itu membuat Ratu Xiona kini terbangkit dari duduknya dan menghampiri sang kepercayaan dengan cepat seraya kembali bertanya, “Apa jaminan yang bisa saya dapat dari ucapanmu, Rezen?!” tanya sang Ratu, yang kali ini membuat Rezen menatap kedua bola mata indah milik sang Ratu yang juga tengah menatapnya pada saat itu, “Saya … anda bisa memenggal kepala saya sebagai jaminan jika-jika Pangeran Ilyash terluka selama perjalanannya, Yang Mulia!” ucapan Rezen pada saat itu membuat sang Ratu kini mengelakkan pandangannya dan berjalan menjauhi sang Kepercayaan seraya mendecih kesal, “Kau selalu berucap seperti itu! Aku membencinya!” ucap Ratu Xiona, dan membuat Rezen kini menghembuskan napasnya dengan pelan dan menganggukkan kepala untuk kemudian berkata, “Saya akan memberikan pedang saya agar setidaknya anda percaya jika Pangeran Ilyash akan baik-baik saja selama ia memiliki pedang saya … apakah itu yang anda inginkan, Baginda Ratu?” sebuah pertanyaan yang pada akhirnya membuat Ratu Xiona kini menoleh kembali menatap sang kepercayaan dan kemudian menganggukkan kepalanya menanggapi pertanyaan itu, “Ya … itu lebih baik di bandingkan tidak sama sekali! Aku akan terus memegang ucapanmu, Rezen … jangan sampai ucapanmu itu mengecewakan ku!” ucap Ratu Xiona kepada Rezen yang kini menundukkan kepalanya menanggapi hal tersebut, dan membuat sang Ratu kini terlihat sedih melihat Rezen seperti itu, namun karena ia tidak boleh berlama-lama di sana, membuat snag Ratu pun segera pergi dari hadapan sang kepercayaan untuk kembali ke dalam ruangannya. Dan membuat Rezen terdiam memikirkan hal itu, sebelum akhirnya menghembuskan napas dengan sangat panjang, seolah hidupnya terasa amat sulit di hari itu. Atau katakan saja semua hari menurutnya adalah sulit. … To be continue. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD