Hari pertama dan hal yang mengejutkan

1481 Words
Pagi itu, tepat ketika mentari merangkak untuk naik ke atas dan menyinari bumi wilayah bagian Clairchanter, Atter berangkat dan pergi dari Kerajaan Clairchanter untuk menuntaskan tantangan yang di berikan oleh Raja Nun kepada dirinya. Tak ada yang menyertai dirinya selain kedua pengawal penjaga perbatasan yang kini menatap dirinya yang tengah termenung dan memerhatikan untuk terakhir kalinya suasana dari Wilayah Cliarchanter. Pandangannya kini menyisir dari ujung hingga ke ujung lainnya, untuk kemudian ia menghembuskan napas lantas menganggukkan kepala setelah merasa bahwa ia sudah cukup untuk memerhatikan. Dengan menggenggam erat kantung tas yang berisikan beberapa baju dan juga beberapa buku, pada akhirnya Atter pun pergi meninggalkan kerajaan, ia melangkah keluar dari perbatasan Wilayah dengan perasaan yang penuh dengan kesabaran dan juga keyakinan, jika dirinya pasti bisa menuntaskan tantangan itu dan menikahi pujaan hatinya. … Perjalanan dari Kerajaan Clairchanter menuju Dalen Molder tidak lah mudah, diperlukan sekitar tiga hingga empat hari bagi seseorang untuk sampai di sana dengan berjalan kaki, namun secara ajaib dan mungkin karena ingin menuntaskannya sesegera mungkin, Atter berhasil sampai dengan menempuh hanya dua setengah hari saja untuk kemudian dirinya sampai di perbatasan lembah kematian tersebut. Sesampainya di perbatasan, Atter tidak langsung menginjakkan kakinya ke dalam lembah tersebut. Ia justru kini menulis sebuah surat yang kemudian ia kirim menggunakan seekor burung yang telah ia mantrai untuk mengirimkan surat tersebut kepada Raja Nun. Surat yang menjelaskan jika dirinya sudah sampai di perbatasan dan akan masuk ke dalam wilayah kematian tersebut, dan menghitung jika hari ini adalah hari pertama dirinya masuk ke dalam lembah kematian. Setelah ia menuliskan pesan itu dan mengirimnya, Atter pun menghembuskan napas dan meyakinkan diri dan pada akhirnya ia melangkah masuk ke dalam Dalen Molder. Hal pertama yang dirasakan oleh Atter ketika menginjak Dalen Molder adalah sebuah rasa putus asa yang sangat kuat pada saat itu, suasana di wilayah tersebut pun sangat gelap dan mencekam, tak ada satu pun kehidupan di dalamnya dan bahkan tak ada tumbuhan yang tumbuh di lembah tersebut, seolah lembah itu sudah mati terkutuk atau ada sesuatu hal yang mendiami tanah itu, dan itu sangat buruk karena mempengaruhi wilayah itu. “Seharusnya aku mencari tahu mengenai wilayah ini sebelum menginjakkan kaki di sini!” gumam Atter, meski ia berucap seperti itu saat ini … namun tak ada satu pun yang diniatkan di dalam benaknya, karena itu meruapakan sebuah kunci yang harus di lakukan agar bisa berdiam diri di Dalen Molder. Saat ini, yang di lakukan oleh Atter adalah berjalan-jalan di sekitar wilayah Dalen Molder. Seperti tidak tahu apa yang harus ia lakukan karena ia tidak bisa meniatkan dirinya sama sekali di dalam lembah tersebut. “Katakan apa yang kau niatkan sehingga kau dengan beraninya masuk ke dalam wilayah ini, wahai pemuda?” sebuah pertanyaan yang terdengar dengan jelas di telinga Atter pada saat itu, membuat dirinya kini menoleh ke arah sekitar untuk mencari siapa yang baru saja mengutarakan pertanyaan tersebut kepada dirinya. Namun, setelah memutar dan berusaha untuk mencari tahu, ia sama sekali tidak menemukan orang yang ia cari dan hal itu tentu membuatnya kini bertanya-tanya. “Wah … ternyata lembah ini cukup menakutkan!” gumam Atter dengan santainya, ia berusaha bersikap seperti itu dan kembali menjernihkan pikirannya, berusaha sekuat mungkin agar tidak meniatkan sesuatu hal di dalam benaknya pada saat itu. Langkahnya kini berjalan ke sebuah jurang yang terlihat amat curam pada saat itu, yang kini membuatnya berhenti tepat di depan jurang tersebut seraya melihat apa yang ada di dalam jurang tersebut. “Jadi … apakah ini adalah lembahnya?” pertanyaan yang di gumamkan oleh Atter pada saat itu, membuat dirinya sendiri kini mengedikkan kepalanya ke arah kanan setelah ia tidak mendapatkan jawaban mengenai hal itu. Pandangan Atter kini melirik sebuah tumpukkan batuan yang kala itu membentuk seperti gua yang kecil, namun setidaknya cocok dan layak untuk dijadikan tempat beristirahat bagi dirinya kala itu, yang membuat Atter kini tersenyum dan berjalan dengan cepat ke arah batuan tersebut. “Kurasa tempat itu cocok untukku!” itu lah yanhg di gumamkan oleh Atter, untuk kemudian ia meletakan tas miliknya di dalam bebatuan tersebut, pandangan Atter kini menoleh menatap kabut tebal yang seketika saja muncul dan mengisi seluruh wilayah dari Dalen Molder, hingga memberikan efek menakutkan dan semakin mencekam dari yang sebelumnya. “Wah … aku mengerti sekarang, tempat ini benar-benar menyeramkan!” itu lah yang kembali di gumamkan oleh Atter, pada kenyataannya Atter terus bergumam di sana, karena ia tidak tahu harus berbuat apa dan tak ada satu pun teman yang bisa ia ajak berbicara selain dirinya sendiri pada saat itu. “Hh …” setelah ia merasa lelah dan menghela napasnya ketika ia terduduk di batuan itu, Atter pun segera membuka tas yang ia bawa dan kemudian mengeluarkan sebuah botol dengan cairan berwarna biru terang yang kemudian tanpa sedikit pun keraguan, ia meminum cairan tersebut sampai habis. Setelahnya ia pun berbaring di atas batuan itu dna kemudian tertidur dengan cepat, seolah ia baru saja menegak sebuah carian yang membuatnya bisa tertidur dengan pulas, meski tempat yang ia singgahi saat ini adalah lembah kematian, di mana orang-orang yang menginjakkan kaki di dalamnya akan mati jika memiliki sebuah niat baik itu buruk maupun baik, mereka akan mati jika memiliki niat di dalam hati mereka. Beruntungnya, Atter bisa menahan dirinya dan tidak meniatkan satu hal pun di dalam hatinya. Hal itu lah yang pada akhirnya membuat Atter mampu bertahan di malam pertamanya ketika menginjakkan kaki dan tidur di Dalen Molder. … pagi harinya, di saat kabut malam tadi sudah mulai menitpis dan mendatangkan sedikit saja cahaya mentari, Atter pun terbangun dari tidurnya dan mendapati jika saat ini ia tengah dililiti oleh akar dari hura crepitans yang dikenal sebagai sebuah pohon yang keseluruhannya berbaya, yang tentu saja hal itu mengejutkan Atter yang kini dengan segera meraih pedangnya untuk kemudian dirinya hendak memutuskan akar-akar yang meliliti tubuhnya pada saat itu. Namun, pergerakannya terhenti ketika ia melihat sebuah tangan pucat yang kini menahan pergerakannya di sana, hal itu tentu saja membuat Atter kini menoleh menatap seorang wanita berusia sekitar dua puluh tahunan yang memiliki wajah yang cukup mengerikan, dengan tubuh yang hanya menyisakan kulit pucat dan tulang, kelopak matanya berwarna ungu seolah ia sudah tidak tertidur ratusan tahun lamanya, yang tentu saja membuat Atter bertanya-tanya kenapa dia melakukan ini dan menahannya saat ini. “Jangan … jangan kau putuskan mereka, atau tidak getahnya akan membunuhmu dan membutakan dirimu!” ucap wanita itu kepada Atter, yang tentu saja membuat Atter terkejut bukan main, hingga dengan perlahan ia kini meletakkan pedangnya kembali pada tempatnya. “L .. lalu bagai mana aku melepaskan akar ini?” tanya Atter kepada wanita itu yang kini dengan perlahan menarik akar-akar tersebut dengan tangan kosong dan kemudian berkata, “Kau hanya perlu bersikap lembut kepadanya, maka mereka akan berteman denganmu dan melepaskanmu!” ucap wanita itu kepada Atter, yang kini mengerutkan dahinya mendengar penjelasan itu, “Me … mereka??” sebuah pertanyaan yang di lontarkan oleh Atter, membuat wanita itu kini menoleh menatapnya dan kemudian mengangguk seraya berkata, “Ya … mereka, mereka para roh yang merasuki pohon-pohon kematian ini!” jelas Wanita itu kepada Atter, yang kini menoleh menatap akar-akar tersebut yang kemudian perlahan menjadi longgar hingga akhirnya melepaskan tubuh Atter pagi itu. Tak ada yang bisa dikatakan oleh Atter selain rasa terima kasihnya kepada wanita itu, berkat wanita itu ia selamat dari lilitan pohon kematian tersebut. “Saya tidak tahu harus mengatakan apa, tapi anda banyak membantu … terima kasih!” ucap Atter kepada wanita itu, yang kini menoleh menatapnya dan kemudian berkata, “Apa yang mendatangkanmu kemari?? kenapa kau tidur di sini?” sebuah pertanyaan yang di lontarkan oleh wanita itu, membuat Atter hendak membuka suaranya, namun seketika ia menghentikan ucapannya ketika menyadari jika ia tidak bisa mengutarakan niatnya di hadapan sembarang orang, dan lagi … tempat ini adalah Dalen Molder, hal itu pun membuat Atter kini menoleh menatap wanita itu yang kemudian Atter pun hanya mengembangkan senyumannya dan tidak menjawab pertanyaan itu. “Khkh … kau pintar!” ucap wanita itu yang kini berdiri dari sana untuk kemudian berjalan menjauhi Atter, yang tentu saja membuat Atter dengan cepat mengikuti langkah kaki wanita itu dan kemudian berkata, “Hei … siapa namamu? Apakah kau tinggal di sini?” sebuah pertanyaan yang di lontarkan oleh Atter, membuat wanita itu kini menolehkan pandangannya ke arah Atter sebelum akhirnya berkata, “Ini belum waktunya kau tahu … sampai jumpa, Atter!” ucap wanita itu sebelum akhirnya ia menghilang setelah sebuah kabut tebal datang dan menutupi seluruh penglihatan dari Atter, yang tentu saja dibuat kebingungan setengah mati ketika menyadari jika wanita itu menghilang diantara kabut tersebut. “Siapa dia?? kenapa dia bisa menghilang diantara kabut ini?? apakah dia penjaga Dalen Molder?” sebuah pertanyaan yang di gumamkan oleh Atter pada saat itu, tidak ditemukan jawabannya yang pada akhirnya Atter pun hanya bisa menunggu hingga waktu yang pas, sesuai dengan yang diucapkan oleh wanita tersebut, karena pasalnya itu adalah hari kedua di mana Atter menginjakkan kakinya di Dalen Molder. … 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD