Berteman

1054 Words
 Hari pun berganti menjadi sore yang nyaris berganti dengan malam, Pangeran Ilyash berjalan memasuki gerbang istana bersama dengan Adalard yang kala itu membawa beberapa benda yang menjadi incaran dari sang Pangeran. Dengan senyuman yang terus merekah, Pangeran Ilyash tidak ada hentinya bersenandung kecil karena senang. Anak yang berumur delapan tahun itu sangat senang karena dirinya bisa pergi ke desa dan bertemu banyak sekali orang-orang yang ramah dan ia pun banyak sekali mencoba hal-hal yang baru, seperti menyapa kakek tua dan yang lainnya yang tidak pernah ia lakukan di dalam istana. Melihat senyuman itu, membuat Adalard ikut tersenyum, “Apakah anda sesenang itu, Pangeran?” tanya Adalard kepada Pangeran Ilyash yang kini menoleh menatapnya dan kemudian mengangguk mengiakan pertanyaan itu. Mereka berjalan menuju istana dengan santai, dan bahkan sesekali Pangeran Ilyash menendang kerikil-kerikil jalan dengan pelan. “Terima kasih karena telah membawaku ke sana, Adalard.” ucap Pangeran Ilyash kepada Adalard yang kini mengangguk dan tersenyum menanggapi hal itu, “Ah … apakah kita bisa berteman??” pertanyaan yang terlontar dari mulut sang Pangeran membuat Adalard kini mengerutkan dahinya dan mengingat bahwa ia tidak bisa melakukan hal itu. Ya … peraturan menentang adanya hubungan apapun antara sang prajurit dan keluarga kerajaan, dan termasuk dengan berteman. Ia hanya bisa mengabdi sebagai seorang abdi yang tunduk kepada tuannya, dan itu membuat Adalard tidak bisa menjawab pertanyaan Pangeran Ilyash. “Maafkan saya Pangeran … saya hanyalah abdi yang hanya bisa patuh terhadap anda, dan saya tidak akan bisa menjadi teman anda.” ucap Adalard kepada Pangeran Ilyash yang kini mengerutkan dahinya mendengar ucapan itu. “Kenapa tidak bisa??” tanya Pangeran Ilyash dengan raut bingungnya menatap Adalard yang kini terlihat berpikir sejenak dan kemudian kembali menjelaskan kepada sang Pangeran. “Karena saya sudah terikat dengan peraturan perundang-undangan Kerajaan Valens, dan saya tidak bisa melanggarnya.” jelas Adalard kepada Pangeran Ilyash yang kini mengerutkan dahinya kembali, “Apakah ada larangan yang membuat pertemanan antara Pangeran dan pengawalnya??” tanya Pangeran Ilyash yang kemudian diberi anggukan oleh Adalard, dan hal itu tidak masuk ke dalam akal dari sang Pangeran yang kini terlihat sangat kebingungan di hadapannya. “Ilyash!” sebuah panggilan dari sang kakak, Pangeran Vernom. Membuat Pangeran Ilyash kembali teralihkan dan segera berlari menghampiri dan memeluk sang kakak yang berada cukup jauh dari tempat mereka. Hal itu membuat Adalard tersenyum dan berjalan menghampiri keduanya, lalu memberi hotmat kepada Pangeran Vernom yang kini mengangguk menanggapinya. … Waktu sore sudah berganti menjadi malam, dan Adalard kini sudah terbebas dari tugasnya dalam mengawasi sang Pangeran. Ia berjalan keluar dari wilayah istana untuk kemudian melangkah masuk ke dalam kawasan tampat para prajurit beristirahat, atau barak peristirahatan para prajurit. “Adalard.” sebuah panggilan yang terdengar oleh Adalard dari arah belakang pun, membuat Adalard memutarkan tubuhnya untuk kemudian berhadapan langsung dengan Ray, sang panglima perang. Menyadari bahwa ia berhadapan dengan sang panglima abadi, membuat Adalard segera menunduk untuk hormat kepada dirinya yang berada tepat di hadapan Adalard. “Tidak perlu bereaksi sebesar itu, aku bukanlah seorang raja yang harus kau berikan reaksi hingga sebesar itu.” ucap Ray kepada Adalard yang kini menoleh menatapnya dan kemudian mengangguk dengan canggung. “A … anda memanggil saya, Tuan?” tanya Adalard kepada Ray yang kini terkekeh dan menepuk bahu Adalard dan menyeretnya untuk berjalan bersama. “Tidak perlu sekaku itu, panggil saja Ray … aku bukanlah tuanmu.” ucap Ray kepada Adalard, meski pembawaan Ray sangat santai, namun Adalard masih harus menyesuaikan dirinya dengan sang Panglima, dan itu tentu saja diketahui oleh Ray yang tersenyum menatap dirinya yang mengangguk dengan canggung lagi. “Ah, yang ada hal yang ingin kukatakan padamu, Adalard.” ucap Ray seraya berdiri menghalangi langkah sang pelindung muda yang kini mengangguk menatapnya, “Mulai dari hari ini, kau tinggal bersama denganku di dalam istana … jadi, kau tidak perlu datang ke sini untuk beristirahat.” ucap Ray kepada Adalard yang kini mengerutkan dahinya menanggapi hal itu. “Apa yang anda maksud, Ray?? maksud anda … saya akan tinggal di dalam istana mulai dari hari ini?” tanya Adalard kepada Ray yang kini tersenyum dan mengangguk menanggapi pertanyaan Adalard. “Semua peralatanmu sudah ada di kamarku, mulai dari saat ini dan seterusnya, kita akan berbagi kamar.” jawab Ray menjelaskannya kepada Adalard yang kini mengangguk dan tersenyum. Ia merasa senang, tentu … karena ia tidak akan lagi tidur di barak, tempat yang cukup luas yang membuat konsentrasinya buyar ketika ia harus berusaha berkonsentrasi membaca dan tertidur, karena jumlah prajurit yang banyaknya bukan main. “Ayo … kita berjalan bersama-sama ke kamar.” ajak Ray kepada Adalard yang kembali menganggukkan kepalanya dan berjalan bersama kembali untuk masuk ke dalam istana. Sesuai dengan peraturan yang tertera di dalam kerajaan, mereka-mereka yang tinggal di istana adalah mereka yang sudah termasuk ke dalam keluarga istana, namun tidak dengan kata keluarga kerajaan. Mereka adalah orang terpilih yang bisa tinggal dengan nyaman di dalam istana, yang diantaranya adalah Alexandra yang merupakan juru masak istana yang selalu diandalkan, Ray sang panglima perang kerajaan Valens, Rezen sang kepercayaan kerajaan dan yang terakhir adalah Adalard, anak yang baru saja diberikan tugas berat sebagai seorang pelindung sang Pangeran terakhir di Kerajaan Valens, Ilyash Muller. … “Ray, saya memiliki satu pertanyaan … dan ini mengenai Pangeran Ilyash.” ucap Adalard kepada Ray yang kini tengah berganti pakaian di dalam kamar mereka yang sangat luas, terdapat dua kasur besar dan juga lemari besar yang letaknya bersebrangan, di dalam ruangan kamar itu pun terdapat dua buah jendela yang juga bersebrangan. “Tanyakan saja, kau tidak di larang bertanya mengenai apapun, Adalard.” ucap Ray kepada Adalard yang kini menutup buku bacaanya dan terduduk dengan tegap di kursi samping jendela yang berhadapan dengan meja. “Apakah Pangeran Ilyash tidak pernah bersosialisasi dengan teman sebayanya?? karena kulihat, Pangeran tidak memiliki seorang teman yang satu umur dengannya.” ucap Adalard kepada Ray yang kini terlihat terdiam, seolah dia juga baru menyadari hal itu. “Saya tidak pernah mengawasi Pangeran Muda hingga seperti itu … tapi saya akan membicarakan masalah ini kepada Raja dan Rezen, dan untuk saat ini aku ingin kau mengawasinya saja. Kau mengerti?” tanya Ray kepada Adalard yang kini mengangguk menanggapi perintah dari sang Panglima. Yang pada akhirnya, Adalard pun kembali berkutat dengan buku-bukunya dan Ray segera pergi untuk menghadap Raja dan membahas hal yang baru saja diketahui olehnya perihat sang Pangeran.   To be continue. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD