Sejarah yang Terlupakan

1549 Words
Jauh sebelum Kerajaan Clairchanter berdiri saat ini, dahulu kala tidak ada sebuah kerajaan yang berdiri di tanah itu. Hanya ada dua kepala suku yang ditunjuk sebagai pemimpin mereka pada saat itu, seorang Clairchanter yang hebat dalam meramal, dan seorang lagi merupakan Clairchanter yang hebat dalam meramu dan mengutuk. Keduanya hidup dengan damai tanpa ada satu pun permasalahan yang hadir di dalamnya. Namun, itu semua berubah semenjak kepala desa dari sisi peramal berambisi untuk membangun sebuah negara dan sebuah istana kerajaan, dia memutuskan untuk menjadi sebuah Kerajaan yang tak tertandingi di masa itu, karena penglihatannya lah yang memberikan gambaran jika ia membangun sebuah kerajaan, maka kerajaannya akan menjadi makmur dan lebih sejahtera lagi dari hari ini dan itu lah yang ia ucapkan kepada kepala suku Clairchanter yang lainnya. “Nun … tidakkah hal itu akan menjadi lebih memberatkan kita nantinya? Membangun sebuah Kerajaan bukanlah hal yang akan baik kedepannya!” itu lah yang diucapkan oleh kepala suku lainnya, ketika mereka tengah mendiskusikan hal tersebut, namun tanggapan Nun sang kepala suku yang kuat dalam meramal di sana kini terkekeh dan menggelengkan kepalanya untuk kemudian berdiri dari tempat duduknya untuk kemudian merentangkan kedua telapak tangannya ke arah samping seraya bertanya, “Sebenarnya di sini yang pandai meramal itu siapa, Atter?? aku lebih hebat dalam meramal, dan aku melihat jelas ramalan itu!” Jelas kepala suku Nun kepada Kepala suku Atter yang kini membuat Atter menghembuskan napasnya dan menganggukkan kepala untuk menanggapi penjelasan itu, ia menunjuk dengan sopan Nun seraya berkata, “Kau lebih hebat dalam meramal … tapi tidakkah kau mengingat pesan para leluhur?? kita tidak bisa begitu saja membangun sebuah kerajaan … harus memenuhi banyak syarat dan juga kita harus berhati-hati dengan apa yang akan kita lakukan di kedepan harinya!” ucap Atter kepada Nun, yang kemudian membuat Nun kini mendengus dan berkata, “Jadi kau tidak setuju dengan usulanku ini, Atter?” sebuah pertanyaan yang di lontarkan oleh Nun kepada Atter, membuat Atter yang mendengarnya kini menoleh menatap ke arah Nun dan dengan cepat ia menggelengkan kepalanya menanggapi pertanyaan tersebut, “Tidak … aku tidak pernah mengatakan itu, namun aku juga tidak mengatakan jika aku setuju akan keputusanmu, karena banyak hal yang harus di lakukan terlebih kita tidak tahu dengan jelas bagaimana proses yang harus kita jalankan, Nun!” ucap Atter menjelaskan mengenai kenapa dirinya tidak siap untuk membuat sebuah kerajaan, “Aku tetap akan membangun Kerajaan meski kau tidak mengidzinkanku untuk melakukannya, Atter … di masa depan kau pasti akan menyanjung diriku nantinya!” ucap Nun dengan kesal kepada Atter, yang kini menoleh menatapnya dan kemudian beranjak dari duduknya dan melangkah mendekati Nun seraya berkata, “Jangan Nun … tidakkah kau ingat jika kita membangun kerajaan, di masa mendatang akan mendatangkan satu kesulitan yang amat besar?” mendengar hal itu membuat Nun menoleh menatap Atter dengan terkejut dan kemudian berkata, “Kau memantraiku?!” ucap Nun kepada Atter yang kini bergantian terkejut mendengar hal itu, dan membuat dirinya kini tersadar jika ia berkata seperti itu karena ada beberapa orang yang berlalu melewati gubuk ruangan mereka berada, yang tentu saja setelah mendengar perkataan Nun di sana membuat orang-orang itu kini segera masuk dan menoleh menatao keduanya, terutama menatap ke arah Atter. “T … tidak! Aku tidak akan pernah melakukan hal itu!” ucap Atter seraya menoleh menatap Nun yang secara anehnya, sebuah mantra menempel di lengannya, yang tentu saja membuat Atter terkejut karena mantra itu adalah mantra miliknya. “Nun… aku tidak pernah melakukannya!” ucap Atter dengan lirih, namun dengan segera Nun menunjuk Atter dan berkata, “Pengkhianat!! dia ingin menjadi pemimpin seorang diri di sini dan mengutukku untuk hidup sengsara!!” ucapan Nun saat itu, tentu saja membuat ketiga orang di sana segera memanggil beberapa penjaga perbatasan dan segera mengamankan Atter di sana. … Malam itu, Atter di kurung di sebuah gua yang gelap. Tak ada satu pun penerangan yang menerangi tempat itu, yang tentu saja membuat Atter termenung ketika menyadari bahwa dirinya lah yang sengaja di jebak oleh Nun pada saat itu, namun sialnya ia tidak memiliki bukti atau pun alasan yang bagus untuk mengelak semua tuduhan yang diberikan oleh Nun pada saat itu. “Atter!” sebuah panggilan yang di lontarkan oleh seseorang wanita, membuat Atter yang kala itu tengah terduduk di dalam gua pun kini berjalan ke bibir gua untuk kemudian mendapati seorang wanita cantik yang memiliki rambut hitam panjang dan teruntun di sana. “Mala?? apa yang kau lakukan di sini? Kau tidak boleh datang ke mari atau mereka akan menganggapmu sebagai sekutuku!” dengan panik Atter ,menatap ke arah sekitar hutan dan kembali menatap wanita cantik bernama Mala yang kini menggelengkan kepala dan kemudian mengeluarkan sebuan bungkusan yang kala itu terbungkus oleh daun pisang yang kemudian bungkusan itu diberikan kepada Atter seraya berkata, “Aku tahu kau tidak bersalah … kau tidak sejahat itu … penyerangan bukanlah sifatmu! Dan lagi kau belum makan sejak tadi malam, dan aku memikirkanmu!” penjelasan yang mala ucapkan pada saat itu, membuat Atter mengembangkan senyumnya dan kemudian meraih bungkusan yang diberikan oleh wanita itu dari balik barrier mantra meski kemudian dirinya harus mendapatkan luka karena hal itu seraya bertanya, “Kau apa?” tanya Atter kepada Mala yang kini terkejut ketika melihat lengat dari Atter yang terluka pada saat itu, yang kemudian membuat dirinya kini berkata, “Atter! Kenapa kau tidak melapisi tanganmu dengan mantra penyembuh?! lenganmu terluka!” ucap Mala panik, namun Atter kini mengembangkan senyumnya dan kemudian berkata, ”Luka ini tak terasa Mala … katakan padaku, apa yang kau lakukan semalam?” sebuah pertanyaan yang kembali di lontarkan oleh Atter pada saat itu, membuat Mala kini menoleh menatapnya untuk kemudian memberikan tatapan yang khawati kepada Atter, meski ia tahu kini Atter sangat ingin mendengar ucapan itu, yang pada akhirnya Mala pun berkata, “Aku memikirkanmu semalaman, Atter!” ucap Mala kepadanya, yang tentu saja hal itu membuat Atter kini mengembangkan senyumannya setelah mendengar hal itu dan membuat Atter mengangguk seraya tertawa dan berkata, “Terima kasih, Mala!” ucap Atter kepada Mala yang kini menganggukkan kepala untuk kemudian menghembuskan napasnya dan bertanya, “Jadi … apa yang selanjutnya yang akan kau lakukan?” sebuah pertanyaan yang di lontarkan oleh Mala membuat Atter menatap bungkusan makanan tersebut dan kemudian berkata, “Aku akan mundur dari kepala suku … dan membiarkan Nun membangung kerajaan seperti yang diinginkan olehnya!” jelas Atter kepada Mala yang kini mengerutkan dahinya dan kemudian berkata, “Lalu apa yang akan terjadi padamu selanjutnya?? bagaimana jika Nun menjatuhi hukuman yang berat kepadamu, Atter?!” tanya Mala kepada Atter, dan terdengar dari nada yang di lontarkan oleh Mala, membuat Atter tahu jika kini wanita cantik itu tengah mengkhawatirkan dirinya yang membuatnya kini tersenyum karena merasa senang akan hal itu. “Tenang lah Mala, aku tahu sifat Nun … membunuh bukanlah sifatnya!” ucap Atter kepada Mala, yang tentu saja membuat Mala menghembuskan napas untuk kemudian menganggukkan kepala ketika berusaha meyakini jika yang diucapkan oleh Atter pada dini hari itu adalah benar, Nun adalah saudara dari dirinya dan Mala tahu jika kakak kandungnya itu tidak akan tega membunuh seseorang apa lagi sahabatnya sendiri. … Dan persis seperti apa yang dikatakan oleh Atter pada malam itu, kini ketika mentari sudah bersinar dan menerangi seluruh wilayah bumi Clairchanter pada saat itu, Nun beserta dengan beberapa penjaga mendatangi gua untuk bertemu dengan Atter. Pandangan Nun kini menoleh ke arah para penjaga yang kemudian memerintahkan mereka seorang dirinya sudah menjadi seorang pemimpin pada saat itu, “Tinggalkan aku dan dirinya di sini sebentar, kalian berjaga lah di bibir gua!” perintah itu pun tidak di tolak oleh mereka yang kini segera saja melaksanakan perintah dari Nun, yang kemudian menyisakan dirinya dan juga Atter yang terduduk di batuan yang sempat ia jadikan sebagai alas tidurnya semalam. “Jadi, apa yang akan kau lakukan sekarang Atter? Tetap menolak rencanaku itu?” sebuah pertanyaan yang di lontarkan oleh Nun pada saat itu, membuat Atter menoleh menatapnya yang kini terlihat tersenyum seolah dirinya saat ini tengah memikirkan banyak hal agar setidak nya nanti jika-jika Atter tetap kukuh dengan keputusannya, ia bisa mendepaknya dengan mudah. Namun kenyataannya semua niatnya itu percuma saja, karena kini Atter menggelengkan kepala dengan pelan dan berucap, ”Tidak … aku tidak lagi menolak semua rencanamu, Nun … aku juga tidak akan menghalangimu lagi, aku lebih memilih mundur untuk kesejahteraan Wilayah ini, kau boleh lakukan hal yang kau sukai … aku tidak akan melarangmu membuat sebuah kerajaan, Nun!” penjelasan Atter tentu mengejutkan Nun, dan membuatnya kini terkekeh tidak percaya jika Atter menyerah secepat itu, sehingga kini ia berkata, “Huh … Jarang sekali kau memutuskan seperti hal ini, Atter!” gumam Nun, dan hal itu membuat Atter menghembuskan napasnya dan berkata, “Besmusuhan adalah hal yang tidak baik, jadi aku lebih baik menyerah padamu, Nun!” jelas Atter lagi, dan kini membuat lelaki itu terlihat semakin angkuh dan kemudian menepuk bahu Atter sebanyak dua kali beelum akhirnya berkata, “Baik lah kalau begitu, aku juga akan mancabut tuntutanku terhadapmu semalam, agar setidaknya … itu lah pengampunan yang aku berikan untukmu, Atter!” jelas Nun kepada Atter yang kini mengangguk menanggapi hal itu, meski pada kenyataannya bukan itu lah yang diinginkan oleh Atter, namun karena ia tidak ingin ada pertikaian, ia memilih untuk mengalah dan mengikuti peraturan yang dibuat oleh Nun pada saat itu. … To be continue. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD