Bab 4

1095 Words
“Di pecat kenapa?” tanya Dhav yang kini sudah dilepas oleh Ira . “Aku menumpahkan kopi ke atas berkas-berkas Pak Alan, hiks,” jawab Ira yang menghapus air matanya. “Sudah, kamu tenang dulu, masalah ini bisa kita selesaikan baik-baik tanpa ada pemecatan, yang penting kamu tenang dulu, yuk kita ke taman dulu, mencari angin segar,” ajak Dhav pada Ira. Ira hanya mengangguk, Dhav pamit pada teman-teman kerja mereka dan pergi ke taman untuk menenangkan pikiran Ira. “Kamu tunggu dulu di sini ya, aku beli minum dulu,” ucap Dhav yang pergi meninggalkan Ira sendiri, Ira hanya duduk melamun memikirkan nasibnya yang baru saja kehilangan pekerjaan. Tak berapa lama, Dhav datang membawa minuman dingin untuk Ira, “Ini, kamu minum dulu, biar kamu agak segeran dikit.” “Terima kasih banyak ya,” ucap Ira yang mulai meneguk minuman pemberian Dhav. “Kamu tunggu di sini sebentar ya, aku pergi ke toilet dulu,” ucap Dhav yang pergi dengan cepat, sepertinya dia benar-benar kebelet. Ira duduk santai meminum minumannya. “Memangnya tidak ada kerjaan di dalam? Masih jam kerja kamu sudah duduk di luar?” ucap seorang lelaki yang suaranya tidak asing di telinga Ira. Ira segera menoleh ke arah suara. “Pak Alan, maaf Pak, maaf, saya hanya sedang mengatur suasana hati saya di sini,” jawab Ira yang berdiri dari tempat duduknya. “Memang siapa yang sedang menanyakan keadaan hati kamu? Keadaan kantor lebih penting dari segala-galanya, cepat masuk kerjakan tugas kamu!” ucap Alan. “Bukannya Bapak akan memecat saya hari ini?” tanya Ira dengan menunduk. “Memangnya kamu mau saya pecat?” bentak Alan. “Tidak Pak, tidak, saya tidak mau di pecat,” jawab Ira dengan cepat. “Cepat kembali bekerja sana!” “Baik Pak.” Ira dengan cepat kembali masuk ke kantor untuk bekerja, sedangkan Alan melanjutkan tujuannya menuju gudang penyimpanan bahan proyek. Dhav keluar dari toilet dan kembali untuk menemui Ira. “Loh, Iranya ke mana? Tadi kan aku suruh dia untuk menunggu di sini, apa jangan-jangan dia nekat mau macam-macam karna putus asa?” pikir Dhav yang kalang-kabut memikirkan Ira. Dhav dengan cepat berlari dan mencari-cari Ira ke sekelilingnya, tapi Ira tidak terlihat di mana-mana. “Mas, maaf saya mau tanya, Mas lihat Ira tidak? Karyawan baru yang biasa datang sama saya,” tanya Dhav pada satpam pintu masuk kantor. “Ira, tadi saya lihat dia buru-buru masuk ke kantor setelah berbicara dengan Pak Alan.” “Berbicara dengan Pak Alan?” Dhav bertanya dengan mengerutkan keningnya, pikiran jeleknya mulai bermain ria. “Iya, sepertinya Pak Alan menyuruh sesuatu pada Ira.” “Terima kasih banyak,” ucap Dhav yang berlari untuk menemui Ira, dia yakin, Pak Alan pasti sudah menyuruh Ira membereskan barangnya dan menyuruh Ira keluar dari kantor ini. Dhav berlari dengan cepat memasuki ruangan kerja, dan mengecek Ira, tapi tidak ada, hingga Dhav berjalan tergesa-gesa dan menabrak Alan. “Pak Alan, saya minta maaf Pak, saya tidak sengaja, saya sedang mencari Ira,” ucap Dhav yang sedikit membungkuk pada Alan. Alan tak menjawab, dia hanya merapikan jasnya yang terlihat berantakan satelah di tabrak oleh Dhav. “Dhav, kamu lagi ngapain?” tanya Ira yang tiba-tiba lewat dari samping Dhav sambil membawa alat pel. “Ira,” ucap Dhav begitu melihat Ira dan langsung berlari memeluk Ira tanpa peduli Alan masih di sana. Ira yang kaget dengan perlakuan Dhav hanya terbelalak dan sesaat mata Alan dan Ira saling menatap. “Kamu ke mana saja? Aku mencari kamu, kamu tidak sedihkan di pecat?” ucap Dhav yang masih memeluk Ira, membuat Ira mendorong tubuh Dhav agar segera melepaskan pelukannya. “Maafkan kami Pak Alan,” ucap Ira yang segan pada Alan karna kelakuan sekaligus perkataan Dhav, Ira dengan cepat menarik tangan Dhav agar menjauhi Alan. “Kamu ini kenapa sih? Datang main peluk-peluk aja, malu tau dilihat sama Pak Alan,” protes Ira. “Biarin saja, aku itu khawatir sama kamu setelah tahu kamu di pecat, itu kamu ngapain masih bawa-bawa pel segala?” tanya Dhav sambil menunjukkan pel yang masih di tangan Ira. “Ah ... aku lupa bilang sama kamu, aku tidak jadi di pecat, aku ini sedang bekerja.” “Kamu serius tidak jadi di pecat?” tanya Dhav dengan raut wajah bahagia. “Iya,” jawab Ira sambil mengangguk. “Yeeee,” Dhav berteriak sambil memeluk Ira kembali, dia terlihat begitu bahagia, Ira membiarkan Dhav memeluknya hingga Dhav kembali melepaskan pelukannya. “Berarti aku masih bisa antar jemput kamu kan? Kita masih satu tempat kerjaankan?” tanya Dhav kembali, yang membuat Ira tersenyum. “Masih, kita masih satu tempat kerjaan,” jawab Ira yang merangkul bahunya Dhav, “Terima kasih banyak ya, karna kamu sudah jadi sahabat terdekat aku selama ini,” ucap Ira yang membuat mimik muka Dhav lesu. “Sama-sama,” jawab Dhav, “Kenapa Cuma sebatas sahabat, aku ingin lebih dari sekedar sahabat,” batin Dhav yang tersenyum kecut pada Ira. “Ya sudah, aku lanjut kerja kembali, kamu tidak ada kerja hari ini kan? Kamu pulang saja duluan,” ucap Ira. “Tidak ah, aku tunggu kamu pulang, biar kita pulang sama-sama,” jawab Dhav. “Memangnya kamu mau ngapain di sini?” “Tunggu kamu selesai kerja, sudah, aku mau buat tugas kuliah dulu, udah kamu tidak usah mikirin aku, aku tidak akan ganggu kamu kerja, aku ke kantin dulu ya,” ucap Dhav. “Iya deh, terima kasih banyak ya, kamu memang so sweet banget,” ucap Ira yang menarik pipi Dhav dengan gemas. “Tadi sahabat, sekarang so sweet, kamu benar-benar bikin aku susah menebak tentang hati kamu,” batin Dhav tersenyum manis pada Ira dan mengacak sedikit rambut Ira. “Selamat bekerja,” ucap Dhav yang berlalu pergi menuju kantin, sedangkan Ira kembali bekerja. Di ruangan Alan. “Alan ke mana sih? Masak ngecek gudang penyimpanan saja lama sekali,” ucap Debi yang sudah bosan menunggu Alan sendirian. Debi mengambil ponselnya dan mengetik nomor Alan. Tut ... tut ... “Iya,” ucap Alan di seberang telpon. “Sayang, kamu ke mana sih? Aku nungguin kamu loh dari tadi, masak kamu tinggalin aku sendirian di dalam kantor,” ucap Debi dengan merengek. “Sebentar ya, aku sedang ada masalah dengan kerjaan,” ucap Alan sambil membaca proposal dari asisten pribadinya, kemudian mematikan panggilan telepon Debi. “Ah! Dia selalu begitu! Kalau lagi kerja tidak pernah peduli sama aku!” ucap Debi dengan kesal setelah melihat panggilan teleponnya di matikan oleh Alan. Tak berapa lama Alan kembali masuk ke ruangan kerjanya yang masih ada Debi di sana sedang menunggunya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD