Bab 5

1117 Words
“Sayang, kamu kenapa lama sekali?” tanya Debi yang menghampiri Alan dan bergelayut manja di lengan Alan. “Aku lagi kerja, kamu duduk saja dulu ya,” ucap Alan yang melepaskan tangan Debi dari lengannya dan dia kembali fokus pada kerjaannya di depan laptop, membuat Debi cemberut melihat Alan cuek pada dirinya. “Ya sudah deh, kalau kamu sibuk aku pulang saja,” ucap Debi yang hanya mendapatkan respons datar dari Alan. “Sayang! Kamu kok cuek banget sih aku mau pulang?” rengek Debi kembali melihat Alan bergeming dari tempat duduknya. “Memangnya aku harus ngapain? Kamu minta pulang sendiri, ya sudah, kamu pulang saja duluan, aku masih sangat banyak kerjaan di kantor,” jawab Alan yang masih menyibukkan jemarinya mengetik di laptop. “Aku mau kamu antari aku pulang.” “Aduh Debi, kan aku tadi sudah bilang, kamu boleh ikut aku ke kantor, tapi jangan minta yang aneh-aneh, ini lagi di jam kantor, aku masih sangat banyak kerjaan.” “Ya aku ikut ke sini mau pastiin kamu tidak di ganggu sama cewek-cewek genit di kantor ini!” jawab Debi dengan ketus. “Ya sudah kamu pulang saja, pakai mobil aku juga tidak masalah, nanti aku suruh jemput sama sopir aku.” “Aku bosan pulang ke rumah, aku pergi ke mall ya,” pinta Debi kembali. “Iya,” jawab Alan yang mengambil sesuatu dari dalam kantong celananya, “Ini,” ucap Alan sambil meletakkan kartu kreditnya di ujung meja untuk Debi, seperti yang Debi harapkan. “Terima kasih Sayang ya,” ucap Debi yang mencium Alan di pipi dan ketika ingin mencium bibir Alan lagi, suara pintu di ketuk, membuat Debi menghentikan aksinya. “Siapa sih! Bikin ganggu saja!” gerutu Debi yang pergi ke pintu lalu membuka pintu dengan kasar. “Ada apa?” tanya Debi dengan kasar pada lelaki yang ada di hadapannya. “Maaf Bu, saya ingin bertemu dengan Pak Alan, saya ingin membahas pekerjaan,” jawab sekretarisnya Alan. “Masuk,” ucap Alan yang mendengar percakapan Debi dengan sekretarisnya. “Aku pulang ya,” ucap Debi yang tak mau berlama-lama lagi untuk segera belanja. “Iya, kamu hati-hati,” jawab Alan. Sekretarisnya Alan masuk ke ruangan, sedangkan Debi keluar langsung menuju mobil Alan dan pergi ke mall untuk Shopping. “Ada apa?” tanya Alan pada sekretarisnya. “Sebelumnya saya minta maaf Pak, saya sudah mengerjakan semua pekerjaan saya yang hari ini, Ibu saya dari kampung tiba-tiba telepon, beliau bilang Ayah sedang sakit keras, jadi saya izin cuti Pak untuk pulang.” Alan mengusap kepalanya dengan kasar, “Lalu siapa yang akan mendata semua proyek-proyek ini?!” tanya Alan dengan penuh penekanan. “Saya minta maaf Pak,” jawab sekretarisnya dengan menunduk. “Ya sudah, kamu saya izinkan cuti,” jawab Alan. “Terima kasih kalau begitu Pak, saya permisi dulu, saya mau langsung ke terminal sekarang,” ucap sekretarisnya sambil bersalaman dengan Alan. “Heum,” jawab Alan yang tak terlihat senang dengan keputusannya sendiri. Sekretarisnya Alan pergi keluar dari ruangan Alan dengan cepat, sedangkan Alan masih bingung sendirian, harus sama siapa dia minta bantu pekerjaannya yang masih menumpuk di depan meja. “Permisi Pak Alan,” ucap Ira dari luar. “Masuk!” Ira berjalan dengan wajah segan ke hadapan Alan, “ Ini Pak berkas yang harus di periksa,” ucap Ira yang membuat Alan mengerang karna kerjaannya belum berkurang sedikit pun, dan sekarang malah di tambah lagi. “Kenapa Pak? Bapak ada masalah?” tanya Ira yang melihat Alan sedang frustrasi. “Bagaimana kamu bisa tanya saya kenapa? Kamu tidak lihat pekerjaan saya yang menumpuk ini? Mana sekretaris saya sedang izin cuti!” jawab Alan yang sudah menyandarkan tubuhnya ke kursi. “Apa boleh saya bantu Pak?” tanya Ira menawarkan diri membuat Alan terkesiap karna dia tidak memikirkan hal ini dari tadi. “Bisa! Ayo, kamu bantu saya!” ucap Alan bersemangat. Mereka mulai memilih dan memilah berkas di hadapan mereka, mana yang Cuma harus ditanda tangani mana yang harus di periksa. Tidak berapa lama pekerjaan Alan selesai tepat di waktu jam makan siang. “Makan siang kamu biar saya yang pesan saja,” ucap Alan yang mengeluarkan ponselnya. “Tidak usah Pak, tidak apa-apa, saya ke kantin saja, kebetulan Dhav juga menunggu saya di kantin,” jawab Ira yang membuat Alan menghentikan aktivitas jari di ponselnya, Alan yang seumur-umur tidak pernah di tolak tawaran makan siangnya oleh siapa pun di kantornya, membuat Alan sedikit tersinggung, tapi dia masih menutupnya, apa lagi Ira menolak karna ingin makan siang bersama lelaki lain yang entah itu sahabat atau pacarnya, Alan tidak tahu pasti. “Saya permisi dulu Pak,” ucap Ira yang keluar dari ruangan Alan, sedangkan Alan masih mematung karna penolakan Ira. “Kenapa punya pacar tidak ada pengertiannya sama sekali?!” gerutu Alan karna dia harus makan siang sendirian, sedangkan OBnya saja punya orang terdekat yang selalu melengkapi. Ira berjalan menemui Dhav, “Hai, kamu belum pulang?” tanya Ira yang terlihat bahagia di wajahnya. “Belum, tumben kamu seceria ini di kantor,” ucap Dhav yang membalikkan badannya menghadap Ira. “Iya, aku bahagia karna tidak jadi di pecat,” jawab Ira yang meremas bahu Dhav, hingga Dhav tertawa melihat sikap Ira. “Yuk makan,” ucap Ira yang perutnya sudah terdengar keroncongan dari tadi. Mereka memesan dua porsi makan siang, dan menghabiskan makan siangnya sambil bercanda, yang kadang Dhav menyuapi Ira dengan jahil, begitu juga dengan Ira. “Aku kerja lagi ya, kalau kamu sudah bosan di sini, kamu pulang saja,” ucap Ira pada Dhav. “Tidak apa-apa, aku di sini saja,” jawab Dhav tersenyum, “Tak akan terasa bosan kalau yang aku tungguin itu kamu,” batin Dhav yang kini sudah menopang dagu memperhatikan Ira. “Woi! Bengong aja, aku pamit kerja ya,” ucap Ira mengagetkan Dhav. “Eh, iya, selamat bekerja,” jawab Dhav dengan cepat. Ira berlalu dari hadapan Dhav, dan langsung memegang alat pel kembali. “Kamu tidak jadi di pecat Viranza kan?” tanya temannya Ira yang sudah biasa memanggil Ira dengan Viranza, karna perkenalan pertama yang diberitahukan oleh Dhav. “Tidak, aku tidak jadi di pecat, oh ya, panggil Ira saja,” jawab Ira. “Ah iya, aku panggil Ira saja,” jawab temannya. “Iya, lebih simpel terdengar di telinga aku,” jawab Ira kembali sambil tersenyum, “Aku kembali bekerja lagi ya,” pamit Ira. “Bagaimana sih, orang sudah bagus Viranza, eh malah disuruh panggil Ira saja, benar-benar perempuan ketinggalan jaman,” ucap teman perempuannya Ira lalu ikut pergi untuk menyelesaikan pekerjaan mereka. Jam pulang kerja akhirnya tiba, Alan keluar dari kantornya yang sudah ditunggui oleh sopirnya, begitu juga dengan Ira yang juga keluar sudah di tunggui oleh Dhav.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD