Hate You 5

2281 Words
Ramdan menemukan Azka sedang bersama Nia. Dua hari lamanya Ramdan mencoba menghubungi Azka juga mendatangi kediamannya dan tidak menemukan sepupunya itu di sana. Tapi sekeras apapun bocah ini berusaha kabur Ramdan tetap akan mendapatkannya. Si biang kerok ini benar-benar menyusahkan saja. Jempol dan telunjuk Ramdan sudah akan mendapatkan daun telinga Azka tapi Nia malah mencegahnya. “Kamu tau apa ulah terbarunya?” tanya Ramdan geram. Nia selalu menghalangi dirinya untuk menghancurkan manusia yang dilahirkan tanpa manfaat apapun itu. Azka kalau dibiarkan terus seperti ini maka ia akan tumbuh seperti Mamak-Mamak* mereka. Kalau dalah sepuluh tahun lalu pada Datuk terkena serangan jantung bahkan ada yang sampai stroke, itu tidak lain karena Mamak mereka yang menggadaikan sawah dan dan ladang untuk memberi makan anak-istri. Salah mereka juga karena memanjakan mereka sewaktu muda sehingga tidak becus dan tidak punya tanggung jawab. Jangankan pada masyarakat luas, pada anak dan istrinya saja mereka tidak punya tanggung jawab. Anak mau sekolah gadai sawah, anak ingin S2 gadai tanah. Mereka mengorek semuanya mulai dari yang terlihat sampai yang tidak terpikir sama sekali. *Mamak = Paman. Sejak beberapa tahun belakangan, Ramdan, Nia dan Azka selalu berakhir pekan di istana Pagaruyung di Batusangkar. Istana tua itu tidak akan lepas dari pengawasan Ramdan sedetikpun mulai sekarang. Meski tidak dipakai lagi, istana itu sama sekali tidak kosong. Banyak pernah-pernik yang terbuat dari emas diletakkan disana. Contoh mudah saja perhiasan yang digunakan oleh mempelai perempuan dan laki-laki di hari resepsi. Dan semua raib begitu saja. Dan yang membuat Ramdan mengaum adalah saat ia tidak menemukan kalung milik Puti Indo Jalito, sang Permaisuri, yang sudah berusia sembilan ratus tahun. Bayangkan saja, sembilan ratus tahun berlalu dan tidak pernah ada kejadian seperti ini. Bagaimana Ramdan tidak akan mengamuk? Ia bahkan mendatangi semua toko emas untuk menemukan benda pusaka yang satu itu. “Jangan bilang kamu dan anak tentara itu menerobos lampu merah lagi,” hardik Nia pada Azka. Ia yang awalnya memberikan punggungnya sebagai tameng untuk Azka malah berbalik mengadili si bungsu. “Bukan.” Ramdan berkacak pinggang, ia hanya kebagian punggung Nia sedang yang ingin ia cincang hidup-hidup adalah Azla Lazuardy Jebat. “Tapi mereka menjadi perhatian karena membuat seorang perempuan menangis.” Ramdan yang sudah tak sabar langsung menjelaskan duduk perkaranya serta menggeser Nia ke samping. “Dia bukan pacarku kok, Kak.” Azka mengikuti sang Kakak, masih berharap untuk mendapat perlindungan. Tapi sayangnya kuku-kuku tajam Inyiak Balang* sudah menancap dengan sempurna di daun telinganya. *Inyiak Balang = harimau. “Tapi orang di luar sana tidak tau dia pacarmu atau pacar siapa,” ucap Ramdan lagi. Menyesal sekali kenapa pagi ini ia harus memotong kukunya. Entah bagaimana cara untuk membuat Azka tidak lagi bertingkah seperti bocah SMP lagi. Kalau tidak terhalang nilai-nilai kemanusiaan, Ramdan mungkin sudah memumikan Azka untuk diletakkan di istana Pagaruyung bersama dengan barang-barang pusaka lainnya. “Ya masa aku harus cegah Gilang putus, Bang? Kami bersahabat tapi ga sampai ngurusin urusan pribadi masing-masing juga. Lagian kerjaan mereka memang putus-nyambung,“ ucap Azka membela diri mencoba menahan ringisan. Sempat ia meringis maka Sutan Rajo Angek Garang ini akan menambah kekuatannya sehingga kuping Azka bisa saja bolong. Seperti yang Azka katakan pada Abangnya itu, ia dan Gilang memang berteman baik tapi tidak sampai mengurusi percintaan masing-masing. Ada hal-hal yang Azka jaga dalam pertemanannya dengan Gilang. Selain karena menghormati Gilang, ia juga takut pada Ibu Ratu yang tampak sangat menyukai pacar Gilang. Jadi jika Azka menghasut sesuatu yang merugikan si mantan kesayangan Gilang, ia tidak akan bisa menginap dengan bebas lagi dirumahnya ibu Ratu. Apalagi kalau sampai Ibu Ratu itu tau, sebulan ia tidak akan mau memberinya makan. Azka masih teringat dengan kejadian dua tahun lalu dimana ia mengeluh tentang ibunya Gilang. “Amak ang seram, mode monster,” begitu ucapnya dan ternyata orang yang sedang ia bicarakan berada tepat di belakangnya. Sebulan penuh Ibu Ratu memberikan wajah masamnya pada Azka. Kemudian saat menginap di rumah Gilang, Ibu tidak memberinya bantal, katanya bantal habis. Saat makan malampun begitu, katanya tidak ada piring lebih. Pokoknya Azka tidak ingin mengusik Ibu Ratu lagi atau ia akan diperlakukan seperti anak tiri oleh ibunya Gilang itu. Setelah mengerti apa yang terjadi Nia malah mengomeli Ramdan sementara Azka berlindung di balik punggung mungil Kakaknya itu. Alih-alih membahas topik yang Ramdan bawa, Nia justru membahas hal yang lain. Ia tidak ingin Ramdan membuat Azka tidak punya teman. Katanya begini, biar orang tua saja yang tidak mereka punya, teman jangan sampai tidak ada pula. “Memangnya kau mau Azka sepertiku? Yang hanya punya Diah? Itupun kalau kau ingat kalau Diah bahkan tak sanggup berperan sebagai teman untukku.” “Diah tidak sanggup menempatkan diri jadi teman Puti-nya karena kau garang. Oh ya, aku senang sekali kau hanya punya Diah. Karena kalau kau punya teman apalagi teman yang kau dapatkan semasa sekolah itu.. kacau balau! Pasti kau tidak akan mengenakkan baju kurung kebanggaan kita lagi.” Sementara itu Nia dan Azka mendengus mendengarnya.  Abang mereka ini memang sangat terobsesi dengan segala peraturan dari buyut mereka. Atau sebut saja dia kolot. “Aku. Tidak. Pernah. Tidak mengenakan baju kurung basiba* dan kodek*. Tiga lemari di kamarku bahkan isinya mereka semua. Kau jangan cari masalah ya! Aku tau kau kesal gara-gara tidak berhasil memarahi Azka. *Baju kurung basiba yaitu baju kurung yang tidak menggunakan jahitan di bagian bahunya namun di bagian siku saja. *Kodek yaitu kain sarung yang berbahan halus yang digunakan sebagai bawahan. Ramdan ingin mengingatkan Nia bahwa hanya Aini yang tidak pernah tidak mengenakan pakaian kebanggan mereka itu. Nia pakai, iya, dia memang memakainya tapi hanya setengah. Dia hanya memakai baju kurungnya saja. Itupun baju kurung yang sudah ia modif sendiri. Dan tanpa bawahan sama sekali sehingga mempertontonkan separuh pahanya pada semua orang. Tapi jika ia membahas hal ini, Ramdan merasa mereka bertiga akan gagal berangkat makanya ia hanya memilih untuk diam. Biarlah Nia berpikir ia sudah menang. Selesai saling mendiamkan untuk waktu yang cukup lama,  ketiganya kemudian berangkat memenuhi perintah datuk Medan. >>>  Dokter Ratu sangat antusias saat mendengar Fateh dan Vio akan menginap di rumah baru mereka. Mereka mulai pindah ke rumah ini sejak sang suami pensiun. Meskipun tidak bisa dikatakan baru, tetap saja Fateh dan Vio baru pertama kali datang ke rumah yang ini. Untuk menyambut anak-anak itu, Ratu meminta calon menantunya untuk membantu memasak.  Si dokter tidak tau saja bahwa anak semata wayangnya dan si calon menantu baru saja putus dua hari yang lalu. “Gilang!!!!” “Apa si, Bu?  Ibu pengen ya ditatar Ayah?” Jika Gilang cukup kesal maka ia akan mengadu pada Ayah bahwa Ibu lagi-lagi membawa cewek yang bukan keluarga kita ke dalam rumah. Adin hanya menjadi ‘cewek yang bukan keluarga kita’ kalau mereka putus saja. Namun begitu Gilang tetap mengambil alih plastik hitam besar dari tangan Dinda, mantan pacarnya. Dengan berusaha untuk tidak menyentuh kulit sang mantan sama sekali. “Susah kali ya minta tolong sama anak sendiri,” cecar sang Ibu. Meskipun melihat interaksi anak dan calon menantunya itu, Rau memutuskan untuk berpura-pura tidak tau. Aama seperti yang selalu ia lakukan selama ini.  “Kenapa, Bang?” tanya Vio yang baru saja selesai mandi dan berganti pakaian. Baru sampai di Padang, Gilang sudah mengajaknya makan langkitang cucuik* dan karupuak leak* di taplau*. Bang Gilang bukannya bersikap seperti tidak ada hari esok, dia hanya memanfaatkan kesempatan yang ada untuk ke luar. Om Bayu bilang sendiri kok, tadi. Bayangkan saja, saat orang-orang datang ke sana menjelang mata hari terbit, eh Vio diajak saat matahari tepat di atas kepala. Untung saja es kelapanya enak, kalau tidak ka sudah minta ganti rugi pada Bang Gilang. *Langkitang cucuik adalah siput air tawar yang digulai sampai kuahnya hampir mengering. *Karupuak leak adalah kerupuk ubi yang jauh lebih lebar dari telapak tangan orang dewasa. Di atasnya diberi kuas sate dan mi goreng. *Taplau = tapi lawik = tepi laut. Anak-anak muda sering datang ke tepi laun untuk menikmati jajanan langkitang dan karupuak leak sambil memandang ombak. Gilang menyeringai pelan,  ia mendekati Vio,  merangkul sepupunya itu dan menanyakan apakah ia terlalu lelah untuk diajak dinner malam ini?  Karena Gilang punya tempat yang ingin ditunjukkan pada Vio. Dinner? Tanya Vio dalam hati. Sepertinya bisa dipertimbangkan sebagai ganti rugi panas-panasan di tepi pantai satu jam yang lalu. Begitu pikirnya. “Aku mau!!!! Nanti ya, Bang? Aku harus pakai baju apa?” tanya Vio. Untuk yang satu ini ia memang selalu menanyakan penampilan seperti apa yang diinginkan sepupunya saat mereka mengajaknya makan. Karena ia tidak ingin membuat sepupunya malu. Vio ingin menjadi adik yang dibanggakan. “Hm..  Kau bawa dressmu?” “Ada dong”, jawab Vio semangat.  Sementara Dinda yang mendengar obrolan dua orang itu merasa dadanya sesak. Sejak SMA ia pacaran dengan Gilang dan pria itu tidak pernah memintanya berpenampilan spesifik.  Bukan tidak pernah Dinda bertanya dirinya yang bagaimana yang Gilang mau,  tapi Gilang selalu menjawab  dengan kata ‘terserah'. Dalam hubungannya dan Gilang, cowok inilah yang paling sering mengucapkan kata yang satu itu. “Adin!” teriak Ratu memangil calon menantunya. “Iya, Buuu,” jawab Dinda yang langsung berlari, lagian kenapa juga ia bisa terpaku hanya karena tangannya bersentuhan dengan Gilang saat cowok itu mengambil alih belanjaan darinya. Juga salahkan parfum Gilang yang menyapa indra penciumannya yang lemah ini. Ratu meninggalkan Dinda dengan beberapa tugas seperti mengupas bawang kemudian mengirisnya dan juga memotong bayam dan membuang akar toge. Sementara itu ia menyusuli putra satu-satunya dengan niat ingin menjewer. Pasti Gilang mencari masalah lagi dengan Dinda. Ratu mengetahui hal ini karena tidak mendengar keduanya saling bertegur sapa. Dan setelah bertemu dengan Gilang barusan, Dinda jadi lebih pendiam lagi. “Ini Ibu sama Dinda mau masak, loh, kalian tega mau keluar?” tanya Ratu membuka kaca matanya asal. Amarahnya menjadi dua kali lipat saat ini gara-gara Gilang yang mengajak Vio makan di luar. Iya, Vio mungkin ingin berburu kuliner disini tapi ‘kan masih ada hari esok. “Vio baru pertama kali kesini, boleh ya, Bu? Nanti juga Vio sama abang makan masakam ibu sama perawat ibu itu. ‘kan ga mungkin langsung habis? Bang Fateh juga pasti makan masakan ibu, dia sedang badmood. Ga akan keluyuran.” Ratu melotot mendengar Vio menyebut calon menantunya sebagai perawat.  Saat ia ingin menyebutkan siapa Dinda, Gilang malah menarik adiknya menjauh. Setelah mereka jauh dari Ibu dan Dinda,  Gilang melepaskan tangan Vio. Serta merta langsung mengubah ekspresinya. “Dia ‘kan the one and only? Ammar sering cerita soal ‘pacarnya Om Gilang’,” kikik Vio. “Apaan si? Sok-sok-an, emang ngerti lo pacar-pacaran?” ucap Gilang ketus kemudian masuk ke kamarnya meninggalkan Vio yang merasa direndahkan soal pengetahuan romansa. Terang saja, di antara semua sepupu dia paling sering bertemu Fateh. Fateh jomblo abadi, ya pasti menular lah. >>>>  Ramdan,  Azka dan Nia sampai di rumah megah Atuk Medan mereka.  Dari sekian banyak Datuk memang yang satu ini yang sangat menunjukkan kemewahan dalam hidupnya. Lihat saja rumah ini. Dan tolong abaikan segala macam tanduk yang ada di ruangan ini. Tanduk-tanduk tersebut sama sekali tidak bisa meremresentasikan kemewahan. Saat mereka sedang duduk di ruang tamu, Datuk kedatangan tamu lain. Seorang pria. Dan dia dengan langkah lurus mendekati Nia.  Ramdan si sepupu protektif langsung memblok pria itu. Macam-macam dia dengan Ramdan, eh? Dua puluh delapan tahun Aini hidup dan tidak ada yang berhasil merealisasikan keinginannya untuk sekedar temu ramah dengan Aini. “Ada keperluan apa dengan Puti Aini?” Ramdan sengaja menegaskan kalau gadis yang pria ini sedang dekati bukan gadis sembarangan. Nia mendengus, ia lagi-lagi disebut dengan nama itu. Untung saat ini dihadapan mereka ada orang asing sehingga Nia memilih untuk diam saja. Apa susahnya sih lidah Ramdan menyebut namanya. Nia bahkan lebih mudah untuk diucapkan dibanding Aini. “Permisi?” tanya si pria tidak suka. Keduanya saling menatap nyalang lalu kemudian Datuk datang. “Cucu kesayanganku,” begitu ucapnya dan Nia langsung menyalami si Atuk tidak lupa menanyakan apakah Kakeknya ingin membuatnya gila dengan rencana pemaksaan pernikahan ini? Jangan harap Nia akan menanyakan kabar Atuk. Selagi beliau sanggup mengurusi kehidupan pribadi cucu-cucunya, berarti beliau masih sangat sehat. Datuk Medan tertawa lalu memanggil pria bernama Arif itu untuk mendekat dan berkenalan dengan cucu perempuannya sementara Ramdan dan Azka diabaikan begitu saja. Seolah dua orang itu hanya pesuruh yang bertugas untuk mengantarkan cucu perempuannya ke mari dengan selamat. “Senang bertemu denganmu,” ucap Arif membuka percakapan yang ternyata bisa membuat Nia antusias dengannya. Bagaimana Nia tidak suka jika pria ini bekerja di kedutaan indonesia di Singapura. Mereka punya minat yang sama ternyata. “Dan kalian berdua, apa sangat susah mendekati pria tua ini lalu menyalami dan memeluknya?” tanya Datuk pada kedua cucu bangornya. Ramdan dan Azka serentak mendengus kemudian bangkit untuk menyalami sang kakek. Setalah itu keduanya langsung balik kanan dan duduk kembali. Tampaknya sofa Kakek terlalu nyaman untuk dilewatkan, bukan begitu Sultan?  Dan kelakuan keduanya benar-benar membuat siapa saja yang melihatnya akan mencela mereka berdua. “Apa aku harus mencarikan kalian pasangan juga? Karena sepertinya kalian tidak sanggup untuk berkenalan dengan wanita” sindir Datuk. “Apa Datuk begitu bangga hanya karena Nia tampak cukup menikmati obrolannya? Sepertinya Datuk lupa bagaimana kelakuan cucu singa Datuk itu.” “Ya.. yang satu harimau, yang satu singa dan yang satu lagi belut,” dengus Datuk. “Tapi tenang saja, singa betina pun bakal kalem kalau sudah bertemu pasangannya,” ucapnya sombong. “Pede bana koa..” (Pede bener...) cibir Azka. “Oh tentu Datuk-mu ini sangat percaya diri. Calon ipar kalian itu sudah menyukai Aini bahkan hanya dari perkataan mulut ke mulut. Perjalanan Padang - Singapura tidak butuh waktu lama.  Kalian akan sering bertemu Arif mulai saat ini,  karena dia sudah berjanji akan melamar Nia padaku. Jadi kenapa tidak mulai mengakrabkan diri pada calon suami saudari kalian?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD