Di malam harinya, Iris baru saja selesai mandi. Duduk di depan meja rias, ia menggunakan perawatan wajah dari produknya. Selain menggunakan para sahabatnya sebagai penguji, Iris juga ikut menjadi penguji produknya sendiri.
Ketika ia melihat dari cermin, Gavin ternyata sedang memperhatikannya.
“Apakah kamu membutuhkan sesuatu, Gavin?” tanya Iris.
“Ya .... Tubuhku sangat lengket.”
Gerakan tepukan lembut di wajah Iris terhenti seketika.
Gavin yang melihat Iris yang pasif segera menambahkan ucapannya, “Bantu aku membersihkan tubuhku.”
“Aku akan memanggil—”
“Aku mau itu kamu. Bukan orang lain.”
“Tapi—”
“Kamu mulai aneh lagi, Iris.”
‘Kau yang mulai aneh, Sialan!’ kutuk Iris dalam hati.
“Masalahnya, aku sudah selesai dengan rutinitas perawatan malamku, Gavin. Beri aku beberapa menit untuk memanggil Kepala Pelayan untuk membantumu—”
“Kamu adalah istriku, Iris.” potong Gavin. “Bukankah seharusnya kamu membantuku? Aku tidak membutuhkan orang lain.”
Iris menggigit bibirnya dalam. Ia bisa mendengar helaan nafas berat Gavin dari tempatnya berdiri.
“Sudahlah .... Sepertinya kau lelah seharian merawatku. Tidurlah.”
“Aku... akan memanggil—”
“Tidak perlu.”
Melihat Gavin yang mulai membaringkan tubuhnya yang lemah dan memejamkan matanya membuat Iris merasa tidak enak. “Tapi kamu pasti tidak nyaman jika langsung tidur seperti itu.”
“Tidak perlu, Iris. Aku baik-baik saja.”
“Tapi—”
“Aku bilang aku baik-baik saja.” Gavin berbisik lemah seraya membelakangi iris.
“.... Baiklah kalau begitu.”
Mata yang tadinya terpejam seketika terbuka lebar. Tunggu, bukankah seharusnya wanita itu tidak menyerah dan menolongnya? Tapi kenapa jawabannya berbeda dari yang ia harapkan? Gavin sudah pura-pura terlihat lemah. Bahkan suaranya sudah seperti bisikan orang sekarat. Tapi kenapa Iris menjawab dengan kata singkat ‘baiklah' dengan ringan?
Dengan sangat cepat Gavin membalikkan tubuhnya menghadap Iris.
“Tapi, bisakah kamu membantuku membuka bajuku? Ini sungguh tidak nyaman.”
Iris berpikir cukup lama sebelum mengiyakan permintaan Gavin. Ia membantu Gavin melepaskan kaosnya dan melihat tubuh bagian atas Gavin yang penuh keringat. Gavin memang tidak bohong. Ini pasti sangat tidak nyaman untuk tidur penuh keringat.
“Um kamu... Kamu sepertinya memang butuh...” Iris menatap Gavin. “Aku akan membantumu ke kamar mandi.”
“Tidak perlu. Aku masih terlalu lemah. Cukup menggunakan handuk kecil basah saja. Kamu bisa membantuku ‘kan?”
“.... Apa?” Awalnya Iris kebingungan sebelum dia bersemu merah. Pria itu ingin Iris mengelap tubuhnya? Oh my... “.... Tunggu sebentar.”
Iris bergerak menuju wastafel. Mengambil handuk tipis dan mengisi mangkuk kaca berukuran sedang dengan air. Seraya menunggu, Iris berulang kali mengatakan pada tubuh dan pikirannya untuk bersikap baik kepada orang sakit. Iris mengangguk dengan mantap di depan cermin sebelum membawa mangkuk dan handuk kembali ke ranjang.
Dalam keheningan malam, Iris mulai menyeka dari tangan kanan dan kiri Gavin. Setelah menghitung 3 detik ia melanjutkan menyeka tubuh Gavin, kali ini di dadanya yang sangat bidang dan keras. Ketika tangan halusnya tidak sengaja menyentuh dadanya yang bidang, pria itu bergetar. Seketika Iris mendongak dengan khawatir.
“Apakah masih sakit? Bagian mana yang sakit?” Apakah dia terlalu kasar mengelap tubuhnya?
Gavin menggeleng pelan. Dengan suara serak dia berkata, “Lanjutkan.”
“Bagamana jika aku menghubungi dokter—”
“Aku baik-baik saja, Sayang.”
Iris terdiam dengan wajah merah. Beberapa saat kemudian ia kembali melanjutkan perbuatannya. Saat tangannya semakin turun ke perut Gavin, ia mendengar geraman rendah diiringi nafas cepat. Iris ketakutan. Pria ini tidak baik-baik saja! Iris sangat yakin akan itu!
Iris berdiri dan mengambil ponselnya cepat. “Aku akan menghubungi dokter Bima—”
Gavin segera mengambil ponsel Iris lalu membawa Iris ke dalam pelukannya. Pelukan Gavin semakin erat ketika Iris ingin menjauh.
“... Gavin?”
Gavin terlihat memejamkan matanya dan mencoba menghembuskan nafas pelan.
Awalnya, Gavin ingin menggoda Iris. Membuatnya menginginkannya. Tetapi yang terjadi malah sebaliknya ia yang tergoda hanya dengan sentuhan Iris yang canggung. Dan apa yang dipikirkan istrinya ini? Iris menganggap bahwa sakit Gavin semakin parah. Oh hebat. Memikirkan kembali wajah polos istrinya yang penuh akan kekhawatiran membuat Gavin tertawa lembut.
Iris yang mendengar tawa tersebut segera melepaskan pelukan Gavin. Ia terlihat bingung.
Bukannya marah, Gavin hanya tersenyum. “Punggungku.”
Ada perasaan agak kesal dalam benak Iris. Iris merasa pria sakit ini selalu menyuruhnya ini itu dengan sengaja. Mungkin saja pria di hadapannya ini senang membuat Iris bekerja ekstra menjaganya.
“Hm.” Iris bergumam. Bergerak ke belakang Gavin kemudian menyeka punggung belakang pria itu.
Sejujurnya, Iris sangat gugup. Ini pertama kalinya ia menyentuh langsung tubuh pria itu dengan cukup lama. Maka dari itu gerakannya sedikit canggung. Wajah Iris agak panas ketika melihat bisep, otot perut Gavin yang kencang, lalu sedikit turun ke bawah penglihatan akan terlihat garis V yang sangat seksi.
Iris tidak sanggup melihatnya terlalu lama!
Iris pikir ia telah selesai menyeka tubuh Gavin dengan air. Tapi tiba-tiba saja Gavin duduk di pinggir ranjang dan membuka kancing celananya.
Iris menjadi panik. Benar-benar panik. Ia segera menghentikan tangan Gavin dengan terburu-buru. “Apa yang kau lakukan, Gavin?!”
“... Melepas celana.” Gavin menjawab dengan polos. “Kakiku juga butuh dibersihkan.”
“Tapi—” Iris memejamkan matanya. Mengingat kembali Gavin sakit karenanya, ia pun mengangguk dengan terpaksa. Toh, dia bisa melakukannya seraya memejamkan mata. Itu tidak masalah.
Baru saja berpikir seperti itu, perkataan Gavin selanjutnya membuat Iris pucat.
“Bantu aku membukanya, Sayang. Aku kesusahan.”
“... A-Apa...?” Iris bergidik. Ia bahkan bisa mendengar suaranya sendiri terdengar tanpa nyawa. Ia ingin menangis sekarang namun tidak memiliki air mata.
“Aku terlalu lemah untuk menariknya.”
Mengerjapkan matanya dua kali, Iris perlahan melihat ke bawah. Dan .... Ah sial... Matanya bertemu lagi dengan garis V yang seksi itu. Refleks Iris mengalihkan tatapannya ke sembarang arah dengan panik. Ia sedikit gugup.
Setelah menerapkan kalimat ‘Gavin sakit karenanya’, Iris mulai memegang celana Gavin. Namun karena tergesa-gesa dan tidak melihat, tangannya tanpa sengaja menyentuh sesuatu yang semestinya tidak disentuh oleh Iris yang suci.
Mata Iris membesar. Astaga... Itu... Besar dan... “Keras.”
“Apa yang keras?” tanya Gavin membuat Iris mengambil kembali tangannya dan melompat dari ranjang.
Wajah merah Iris menatap Gavin. Pria itu terlihat biasa-biasa saja berbanding terbalik dengan Iris yang gugup.
“Aku... Tidak tahu cara membukanya.”
“Kemarilah, duduk di sini.” Gavin menginstruksi Iris dengan gerakan tangan menunjuk lantai di antara kakinya.
Dengan ragu-ragu Iris mendekat. Ketika dia duduk, ia merasa tempat tidur terlalu tinggi, ia berdiri dengan kedua lututnya.
Gavin sedikit menyeringai. “Kamu mulai belajar, Sayang.”
Iris memiringkan kepalanya dengan lugu. Apakah posisinya salah saat ini?