Chapter 3. Siapa itu D'ramio?

1253 Words
Aku menunggu David pulang dengan cemas, sedari tadi aku tidak bisa bernapas lega saat melihat mobil pria gila tadi melintasi rumahku. Oh god! What should i do? David dari tadi sudah kutelfon tidak diangkatnya. Jangan-jangan ia kembali ke club lagi? Ah sialan! Memang susah mengurus pria itu. Kudengar suara mobil memasuki perkarangan rumah, aku cemas, sungguh! Aku mengambil sapu dan membuka sedikit gorden lalu mengintip sedikit dan memang dasar David sinting, ia malah mengejutkanku dengan balik menatapku lewat gorden kecil itu. David tertawa di luar sana melihat keterkejutanku. Dia memang belum pernah merasakan sakitnya sapu ini, bukan? Maka mungkin ini hari sialmu David karena aku akan melampiaskan seluruh kekesalanku padamu. Aku segera membuka pintu dan memukul David dengan sapu. David berlari agar tak terkena pukulanku tapi itu malah membuatku semakin marah dan semakin gencar memukulnya. "Hentikan Rosie! Kau ingin membunuhku?" protes David sembari menangkis pukulan sapuku. Aku terus memukulinya. "Sangat ingin," jawabku dan David hanya terperangah melihat sikapku. "Berhenti Rosie, ini menyakitkan, aku mohon," pinta David dengan muka memelasnya yang membuatku kasihan. Kadang David mirip dengan kucing, wajah memelasnya membuatku kasihan tapi sikapnya mencuri mobilku dan mengambil makananku membuatku kesal. Aku akhirnya berhenti dan menatapnya datar. Gara-garanya aku harus mengalami hal sial, jika saja ia tidak memakai mobilku pasti kejadian tadi pagi tidak akan terjadi. "Sekali lagi kau mencuri mobilku tanpa memberitahuku, aku benar-benar akan mengusirmu Dave," ancamku dan dia hanya menyengir tak bersalah. "Baiklah Rose," jawab David. Entah mengapa kami kini memakai nama masa kecil, Dave dan Rose. "Masuklah Dave ada yang ingin kubicarakan padamu, ini penting," kataku dan masuk duluan ke dalam rumah. David masuk dan tidak menutup pintu rumah membuatku menatapnya tajam, tau akan kesalahannya David akhirnya menutup pintu itu. David duduk di atas sofa dan aku duduk di sampingnya. Kami saling berhadapan, dan David menatapku lelah. "Apa lagi yang penting ini Rose?" tanyanya. Aku menatapnya sebentar, barulah menceritakan hal kemarin dan tadi. Setelah menceritakan kejadian itu David menatapku serius. Ia memegang tanganku, tatapannya mulai merasa cemas. "Aku tau mereka Rose, jangan sesekali kau mendekati mereka, oke?" David terlihat cemas kentara sekali dilihat dari tatapannya dan sikapnya. "Memangnya mengapa Dave? Apa maksudmu kau tahu mereka?" tanyaku balik. David menatapku cemas. "Mereka D'ramio, aku melihat beberapa orang dengan lambang D'ramio di club kemarin dan mereka sangat jahat termasuk dengan wanita. Mereka tanpa ampun memukul wanita itu, aku tidak tau penyebabnya. Saat aku ingin melerai mereka tiba-tiba ada seseorang berkata padaku untuk jangan mendekat, mereka lebih kejam dari yang kau tahu, Rose. Aku tidak ingin kau terluka jadi berhenti berdekatan atau membiarkan mereka mendekatimu, jangan. Kumohon," pinta David yang kini memang sangat cemas. Aku tau apa yang dikatakan David benar karena David jarang mengkahwatirkan sesuatu dan jika ia cemas maka itu sesuatu yang benar-benar mengusiknya, aku tahu dia hanya ingin aku aman dan tidak terluka, dia sebenarnya sangat menyayangiku. Aku memeluk David dan ia membalasnya, "Tenang saja Dave, aku tidak akan berdekatan dengan mereka," kataku dan David menangguk, ia mengelus rambutku pelan. "Kau tahu Rose jika hanya kau satu-satunya kupunya sekarang, kau satu-satunya yang berharga bagiku. Aku sangat menyayangimu." Aku tersenyum, David memang tidak pernah berubah. "Kau mau makan?" tanyaku, masih di dalam pelukannya. David mengangguk dan melepaskan pelukannya. "Aku mau, buatkan yang banyak," ujar David yang membuatku kembali meringis, sifat lamanya kini kembali hanya karena makanan. Aku langsung memasak dan segera menyiapkannya di meja makan. David tidak terlihat, biasanya ia sudah di meja makan. Aku pergi ke kamarnya dan terlihat ia sedang mendapatkan telepon dan terlihat sangat serius sampai aku penasaran tapi aku memilih kembali ke meja makan, menunggunya datang sendiri ke sini. Terlihat David datang dan menatapku atau lebih tepatnya menatap makanan di depanku. "Wah sepertinya lezat," ujarnya dan segera duduk lalu menyantap makanannya. Aku hanya tersenyum kecil melihat tingkahnya yang memakan dengan lahap, walau aku suka kesal dengannya tapi rasa sayangku melebihi segala kesalku padanya. "Sudah ini jangan lupa cuci piring Dave, ini jadwalmu mencuci piring," kataku mengingatkannya. "Aku ingat itu," jawab David dan aku segera ke kamar, aku sudah makan sedari tadi jadi lebih baik aku tidur. Ah, untung saja aku belum mengambil cutiku, jika sudah mungkin besok aku harus bekerja dan bertemu pria mengerikan tadi. Mengingat kejadian kemarin membuatku merinding. Semoga saja mimpiku indah dan tidak seperti kejadian kemarin. • • • Aku terbangun pagi ini dengan pikiran kacau, aku bermimpi akan bertemu pria gila itu. Biasanya mimpiku benar atau kadang-kadang terjadi. Mengingat hal itu aku semakin gelisah, kenapa aku tidak mimpi aktor tampan saja. Tapi pria itu setampan aktor-aktor di TV. "Rose." David memanggilku. "Apa?" "Bantu aku mengangkat paket ini," pintanya dan aku segera menuju teras. Wah, apa yang David beli sehingga paketnya sebesar kotak kulkas. "Apa yang kau beli? Dan kenapa ini berat sekali?" tanyaku saat mencoba mengangkatnya. David menatapku bingung. "Tidak, aku tidak membelinya, kupikir kau yang membelinya," jelas David dan membuatku ikut bingung. "Apa jangan-jangan ini boom?" ucap David cemas membuatku menatapnya tak percaya. "Ini terlalu besar untuk isi boom," tolakku akan pemikirannya. "Wah benar juga, jadi apa ini?" tanya David lagi dan aku mengedikan bahuku. "Kenapa tidak kita buka saja?" kataku dan David mengangguk. "Kau benar." Saat David membukanya ia hanya terperangah. "Kau yakin bukan kau yang membelinya?" "Aku yakin, aku tidak mungkin membuang uangku seperti itu," jawabku dan ikut melihat isi dalamnya dan entah ini keberuntungan atau kesialan, isi dalam kotak itu penuh dengan barang-barang wanita. Bahkan pakaian dalam pun tak luput dari isi kotak itu. Ini bukan keberuntungan lagi bagiku ini mengerikan, dilihat dari bajunya dan pakaian dalamnya semua memang benar pas untukku. Berarti secara tidak langsung seseorang sebut saja 'penggemar' memberikanku hadiah. Tapi bukankah ini terlalu mengerikan, bagaimana ia tau ukuran tubuhku bahkan kakiku? "Aku mendapatkan bunga Lily kemarin, tapi sepertinya kemarin terlihat manis dan kenapa kini terlihat mengerikan?" Ceritaku pada David yang kini menatapku aneh. "Apa ini harus kubawa masuk?" tanya David dan aku menggeleng. "Akan lebih baik jika kau meletakkannya di garasi jadi jika sewaktu-waktu pemberi itu datang setidaknya aku tidak memberinya harapan palsu dan mengembalikan barang pemberiannya itu tanpa kupakai," jelasku dan David mengangguk lalu mulai meletakkan kotak itu di gudang. Aku masuk ke dalam rumah, semua ini terasa aneh bagiku. Lebih baik aku membuat sarapan. Aku mengambil apronku lalu membuka kulkas dan tidak ada satupun yang bisa dijadikan sarapan karena kulkas itu kosong, aku berusaha sabar walau tau jika Davidlah tersangka dari kosongnya kulkas. Aku akhinya membuka lemari cemilan dan sialnya lagi lemari itu kosong bahkan makanan instan saja tidak ada satupun di sana. Wah, David ingin membuatku harus bekerja lebih giat demi menghidupinya atau ia ingin aku mati muda karena kelelahan. Aku membuka apronku dan menuju ke kamar, mengambil beberapa uang dari lemari dan keluar mengambil kunci mobil. Mungkin hari ini akan baik-baik saja jika aku berbelanja setidaknya menuruni tingkat stresku. David melihatku membuka mobil dan menatapku dengan tatapan bertanya. "Hanya membeli bahan makanan karena kau sudah mengosongi isi kulkasku," sindirku padanya. "Hehe, hati-hati, Rose," ucap David dan aku hanya mengangguk lalu aku langsung menjalankan mesin mobil. Lampu merah membuatku berhenti dan menatap beberapa mobil jeep di belakangku. Dan setelah itu lampu hijau menyala, aku mulai menjalankan mobilku. Tapi setelah dilihat-lihat sepertinya mobil itu mengikutiku. Dan saat aku mengetes dengan berbelok mobil jeep itu juga berbelok dan aku yakin saat ini mereka sedang membuntutiku. Aku mencari jalan pintas yang sering kulalui dan entah darimana datangnya sebuah mobil tiba-tiba berada di depanku hingga aku menabrak mobil itu. Dan kini penglihatanku buram dan semakin buram, aku merasa tertelan oleh kegelapan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD