Episode 9

1090 Words
My Lovely Ghost Bab 9 "Apa rencanamu hari ini, Zelena?" Xavier duduk di hadapan gadis itu, melihat Zelena menggambar sketsa dengan tablet gambarnya.  "Tentu saja bekerja." Jawab Zelena lirih, ia tak ingin semua orang di dalam cafe itu menoleh dan melihatnya dengan aneh.  "Apa yang sedang kau lakukan dengan benda itu? Kenapa kau menggambar di sana? Kenapa tidak memakai kertas atau daun?" Xavier semakin penasaran dengan apa yang dilakukan gadis itu. Dan hampir saja, Zelena terbahak jika tak segera menutup mulutnya sendiri.  Gadis itu mencondongkan tubuhnya ke depan, sambil terus menggambar ia menjawab dengan lirih, seperti bisikan. "Ini adalah benda yang digunakan orang di jaman ini untuk menggambar. Seperti pengganti kertas, dan kau tetap bisa mencetaknya seperti yang kulakukan waktu itu. Dengan benda ini, kita bisa bekerja di manapun. Sekalipun kertas tetap masih diperlukan. Sesekali. Saat kau menyerahkan hasil akhir dari pekerjaan itu." Zelena menjelaskan panjang lebar, tapi Xavier hanya diam dan menatapnya dengan bingung. Ia sama sekali tak mengerti apa yang dikatakan gadis itu.  Zelena mendongak, menatap Xavier yang juga menatapnya, "Ah, sudahlah, lupakan saja." Ucap Zelena.  Xavier menoleh ke sisi kiri gadis itu, dan matanya yang tajam menangkap sosok hantu kecil yang bersembunyi di belakang tubuh Zelena. Hantu kecil itu tampak ketakutan saat Xavier melihatnya.  "Siapa kau?" Tanya Xavier, membuat Zelena kembali mendongak dan mengikuti pandangan laki-laki itu.  "Dia temanku." Sahut Zelena kemudian, setelah mengetahui jika hantu kecil itu berada di sana.  Xavier memiringkan kepalanya, mengikuti hantu itu, "Pergilah, mulai sekarang aku yang menjaga Zelena." Perintah Xavier kepada bocah berwajah pucat itu.  Bocah itu melihat ke arah Zelena, terlihat raut kesedihan di sana.  "Tidak apa-apa, kau bisa pergi dan sesekali datang untuk melihatku." Zelena tersenyum lembut, dan hantu kecil itu mengangguk mengerti. Ia kemudian menghilang begitu saja setelah sekali lagi matanya beradu dengan Xavier.  "Kenapa? Apa kau tidak suka?" Tanya Xavier kemudian, ketika melihat perubahan wajah gadis itu.  "Aku hanya kasihan padanya. Dia sudah lama bersamaku, dan dia hanya seorang bocah yang tidak beruntung." Zelena mendesah, membuang udara dari mulutnya. Gadis itu meraih cokelat panas dan menyesapnya perlahan.  "Tapi aku tidak menyukainya." Jelas Xavier.  "Kenapa? Apa alasannya? Dia bukan hantu jahat, dia hanya bocah polos yang membutuhkan seseorang untuk bisa bicara dengannya. Setidaknya sampai saat dia kembali ke alamnya sendiri." Zelena menyatukan alisnya saat ia menatap kepada Xavier.  "Tidak ada alasan. Aku hanya tidak suka." Xavier tersenyum, memperlihatkan sisi ambisius dari dalam dirinya.  Zelena menggeleng jengah, ia kemudian kembali berkutat dengan pekerjaannya itu. Sementara Xavier masih mengawasi hantu-hantu itu. "Mereka" seolah sedang mencari celah untuk mendekati Zelena, namun keberadaan Xavier cukup menjadi pagar bagi gadis itu.  "Kau tahu jika jumlah "mereka" sangat banyak dan jika memiliki kesempatan, mungkin "mereka" akan masuk ke dalam tubuhmu untuk dijadikan tempat tinggal." Zelena yang mendengarnya segera menoleh ke segala arah, tapi ia tak melihat "mereka" yang dimaksudkan Xavier itu.  "Aku merasa telah kehilangan kemampuanku untuk melihat "mereka", Xavier. Tapi, mengapa "mereka" ingin masuk ke dalam tubuhku?" "Karena kau memiliki aura yang menarik, dan mereka membutuhkan tempat untuk bersemayam. Mereka mengitarimu seperti serigala lapar, tapi lenyap begitu saja saat aku menatapnya. Jika "mereka" berhasil masuk dan menguasai tubuhmu, maka "mereka" dapat melakukan apa saja dengan tubuhmu itu, bahkan membuatmu terluka. Tapi tenang saja, selama ada aku, kau akan baik-baik saja, Zelena." "Kedengarannya mengerikan." Gadis itu kembali berbisik, saat menyadari seseorang menatapnya sejak tadi. "Dia pasti berpikir aku sudah gila." Gumam gadis itu. Xavier tertawa renyah, ia kemudian menatap laki-laki itu, dan tanpa diduga gelas yang berada di hadapan lelaki itu melayang ke udara dan menumpahkan isinya ke atas kepala laki-laki itu.  Laki-laki itu berteriak, tentu saja ia terkejut setengah mati dan segera berlari meninggalkan cafe itu dengan jantung yang berdetak kencang, sementara Zelena yang melihat peristiwa itu hanya bisa membuka mulutnya dengan tak percaya.  "Aku sudah mengusirnya." Kata Xavier yang merasa lucu melihat lelaki itu berlari ketakutan.  "Xavier, kau!" Zelena seolah telah kehabisan kata-kata, ia tak menyukai apa yang dilakukan laki-laki itu baru saja. Gadis itu berdiri dan menyimpan tablet gambarnya ke dalam tas, lalu pergi dengan kesal setelah meninggalkan beberapa lembar uang di bawah gelas minumannya.  "Ada apa? Kau kesal, Zelena? Aku hanya ingin membantu, aku tak suka dia melihatmu begitu." Xavier berjalan cepat, mengimbangi langkah Zelena yang terburu-buru.  "Zelena, kenapa kau tidak menjawab?" Zelena terus berjalan, ia sama sekali tak ingin bicara dengan Xavier. Bagaimana bisa ia melakukan hal seperti itu, di tempat umum pula? Xavier mengulurkan tangannya, mencoba meraih lengan Zelena tapi lagi-lagi ia hanya mendapatkan udara yang berhembus kuat.  "Ishh!" Gerutu Xavier kesal, saat ia memang tak pernah bisa menyentuh gadis itu.  …………….. Zelena meletakkan tasnya di atas sofa di dalam rumahnya, ia kemudian duduk dan menatap Xavier dengan marah. Lelaki itu pun memilih duduk di seberangnya, ia sama sekali tak mengerti kenapa Zelena begitu marah kepadanya, padahal ia hanya ingin membantu gadis itu.  "Ada apa, Zelena? Kenapa kau tak acuh padaku sejak tadi?"  Zelena menatap Xavier, gadis itu menyadari jika sepertinya Xavier memang tak tahu penyebab kekesalannya itu.  "Tolong, jangan melakukan hal seperti itu lagi. Jika mereka curiga kepadaku bagaimana? Apa yang akan mereka pikirkan tentangku? Bagaimana jika mereka menyebutku penyihir atau apalah, bagaimana jika kabar itu tersebar, pekerjaanku pasti akan terdampak dan aku harus kembali ke negaraku tanpa hasil, maka Roland akan tertawa dan mengatakan jika semua usahaku sia-sia. Apakah kau tidak mengerti, Xavier?" "Roland?" Xavier menautkan keningnya heran.  "Dia kakakku." "Oh." "Oh? Hanya itu?"  "Baiklah, aku tidak akan melakukan hal seperti itu lagi. Aku minta maaf. Tapi aku hanya ingin membantumu, aku tak suka dia menatapmu begitu." "Apakah kau akan membatasi ruang gerakku, Xavier? Kau tak menyukai semua orang yang menatapku, bahkan saat aku berbicara dengan mereka. Dan itu juga berlaku untuk para hantu, maksudku hantu yang tidak jahat. Aku merasa tak leluasa." "Bukan begitu, aku tak akan marah jika orang-orang itu bersikap baik padamu. Tapi selama ini, aku melihat jika mereka bukan orang baik." Tegas Xavier.  "Jadi, apakah manajer yang bertemu denganku di lobi itu juga bukan orang yang baik? Tapi dia yang memberiku pekerjaan, sehingga aku bisa hidup dengan kerja kerasku sendiri. Xavier, jangan bicara sembarangan. Aku tak mau kau bicara seperti ini lagi." Xavier mengangguk, "Baik, aku tak akan melakukannya." Suara Xavier terdengar sedih, baru kali ini ia melihat Zelena begitu marah kepadanya. Gadis itu bangun dari duduknya, merenggangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku. Ia kemudian berjalan, meraih handuk dan masuk ke dalam kamar mandi. "Jangan masuk!" Zelena berbicara dengan nyaring dan Xavier hanya tersenyum geli saat melihat gadis itu. "Tidak akan, Zelena. Aku adalah roh yang menghargai perempuan." Kata Xavier dan kembali duduk sambil menunggu gadis itu. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD